Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skema pembayaran tadpole (kecebong), yakni pola cicilan yang lebih besar di awal dan mengecil pada periode berikutnya, tengah menjadi sorotan. Skema ini dinilai merugikan konsumen, terutama nasabah pinjaman daring (pindar) yang berada dalam kondisi darurat.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, mengatakan banyak peminjam tidak menyadari dampak negatif skema tadpole. Hal tersebut ia sampaikan dalam peluncuran Survei Potret Sumber Pembiayaan dan Perilaku Peminjam di Indonesia.
Berbeda dengan cicilan normal yang dibagi merata setiap bulan, skema tadpole memaksa peminjam membayar porsi jauh lebih besar di awal. Dalam wawancara mendalam Segara, sejumlah responden mengaku harus membayar 50%–75% dari total pinjaman pada cicilan pertama. Sisa 25%–50% kemudian dilunasi melalui cicilan tetap atau semakin kecil pada periode berikutnya.
Baca Juga: Pemeriksaan Dugaan Kartel Bunga Pindar Disorot
Piter menilai skema tersebut dapat meningkatkan tingkat bunga efektif hingga 4–5 kali lipat dibandingkan skema pembayaran normal (non-tadpole). Meski secara nominal memiliki tingkat bunga yang sama, pola tadpole berpotensi melanggar ketentuan batas maksimum suku bunga yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pada sejumlah kasus, tekanan pembayaran di awal juga diperberat oleh frekuensi cicilan yang lebih sering, sehingga beban peminjam semakin tinggi pada tenor awal. “Untuk apa konsumen pindar meminjam dengan tenor enam bulan kalau dalam satu atau dua bulan sebagian besar pinjaman sudah harus dilunasi,” ujar Piter dalam keterangannya dikutip Kamis (18/12/2025).
Berdasarkan risetnya, Segara Research Institute menyimpulkan skema pembayaran tadpole sangat merugikan konsumen dan bertentangan dengan semangat pelindungan konsumen. Karena itu, skema ini dinilai perlu diatur, bahkan dilarang, oleh OJK.
Baca Juga: Upaya Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Pindar Mengandalkan Bisnis Pinjaman Produktif
Untuk mengatasi dampak negatif dari skema tadpole, Segara merekomendasikan agar OJK meningkatkan edukasi kepada masyarakat sekaligus menyusun regulasi yang melarang praktik skema tadpole.
Regulasi tersebut perlu mendefinisikan secara tegas kriteria skema tadpole, termasuk praktik penarikan fee dalam porsi besar di awal pinjaman secara tidak transparan. “Yang paling utama adalah transparansi, edukasi, dan memastikan kemanfaatan bagi nasabah,” pungkas Piter.
Selanjutnya: Kejar Target LP2B 87%, Menteri ATR/BPN Gembok Alih Fungsi Lahan Sawah
Menarik Dibaca: Promo Trans Snow World Bekasi & Serpong sampai 19 Desember, Beli 2 Tiket Lebih Hemat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













