Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persidangan dugaan kesepakatan penetapan suku bunga pinjaman daring (pindar) oleh Komisi Pewasan Persaingan Usaha (KPPU) mendapat sorotan dari sejumlah pakar hukum persaingan usaha.
Seperti diketahui, KPPU memeriksa dugaan pelanggaran persaingan usaha oleh 97 perusahaan pindar yang seluruhnya merupakan anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
KPPU menduga bahwa telah terjadi kesepakatan penetapan suku bunga pinjaman antar anggota AFPI sebesar 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021 yang tertuang dalam pedoman perilaku (Code of Conduct) asosiasi.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Ningrum Natasya Sirait menilai proses pemeriksaan berpotensi tidak tepat arah karena KPPU belum menetapkan definisi pasar secara jelas.
Baca Juga: Ahli Sebut Aturan Asosiasi Pindar Bukan Kesepakatan
Ningrum menilai pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh terlapor belum mempertimbangkan perbedaan karakteristik masing-masing platform. Ia menilai model bisnis para penyelenggara pindar tidak berada dalam satu pasar yang sama, termasuk keberadaan platform berbasis syariah seperti Alami Sharia dan Duha Syariah yang tidak menggunakan konsep bunga.
“Industri ini memiliki segmentasi yang beragam. Ada platform syariah, ada yang fokus pada pembiayaan produktif, dan ada yang menyasar pinjaman konsumtif mikro. Perbedaan model bisnis dan karakteristik penggunanya menciptakan pasar yang tidak tunggal,” ujar Ningrum dalam sidang pemeriksaan yang digelar KPPU pada Senin (24/11) lalu.
Ia menjelaskan bahwa praktik kartel umumnya muncul di pasar yang hanya diisi sedikit pelaku usaha. Menurut dia, kartel cenderung efektif pada struktur pasar oligopolistik karena sulit membayangkan adanya kesepakatan yang melibatkan banyak pelaku sekaligus.
Baca Juga: Tuduhan KPPU Soal Kartel Bunga Pindar Dinilai Rancu dan Tak Pro Konsumen
Ningrum juga menyinggung Peraturan Ketua KPPU Nomor 4/2022 yang mensyaratkan penentuan pasar berdasarkan kesamaan karakteristik produk, harga, dan tujuan penggunaan. Ia menilai bahwa jika aturan ini diterapkan, pasar pinjaman daring justru cenderung tersegmentasi. Ia mengingatkan bahwa kekeliruan dalam menentukan pasar bersangkutan dapat mempengaruhi keabsahan konstruksi perkara.
Terkait peran asosiasi, Ningrum berpendapat bahwa asosiasi di Indonesia umumnya bertugas menyampaikan aspirasi dan menjadi perpanjangan tangan kebijakan pemerintah. Namun, ia menekankan bahwa dalam penegakan hukum persaingan usaha, unsur kesengajaan dari pelaku usaha harus dibuktikan secara independen.
KPPU telah memulai sidang pemeriksaan perkara ini sejak 14 Agustus 2025. Sejumlah saksi dan ahli dari pihak investigator maupun terlapor telah memberikan keterangan, dan proses pemeriksaan diperkirakan masih berlanjut dalam beberapa waktu ke depan.
Selanjutnya: Kesehatan Wanita: Vitamin Penting untuk Mengatasi Miss V Kering
Menarik Dibaca: Kesehatan Wanita: Vitamin Penting untuk Mengatasi Miss V Kering
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













