kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.568.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   -90,00   -0,56%
  • IDX 7.017   -71,99   -1,02%
  • KOMPAS100 1.040   -10,68   -1,02%
  • LQ45 811   -9,46   -1,15%
  • ISSI 212   -0,48   -0,23%
  • IDX30 416   -5,22   -1,24%
  • IDXHIDIV20 497   -6,62   -1,31%
  • IDX80 119   -1,44   -1,20%
  • IDXV30 123   -0,58   -0,47%
  • IDXQ30 137   -1,93   -1,39%

SRBI dan SBN Jadi Pesaing Perbankan Memburu Likuiditas


Senin, 13 Januari 2025 / 20:36 WIB
SRBI dan SBN Jadi Pesaing Perbankan Memburu Likuiditas
ILUSTRASI. Pajak Obligasi.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Rencana penerbitan surat utang, baik melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) maupun Surat Berharga Negara (SBN) untuk meng-absorb yang jatuh tempo  di tahun ini akan menjadi tantangan serius dalam perebutan likuiditas di perbankan.

Untuk diketahui, pemerintah sepakat menukar utang surat berharga negara (SBN) jatuh tempo 2025 yang dipegang Bank Indonesia (BI) dengan SBN baru. SBN jatuh tempo yang dimaksud ialah SBN yang diterbitkan pemerintah dalam rangka penangangan pandemi Covid-19 pada 2020, dengan menggunakan skema berbagai beban atau burden sharing bersama BI.

Melalui skema tersebut, pemerintah menerbitkan SBN berupa SUN yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana, dengan total nilai sebesar Rp 612,56 triliun.

Sementara, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang akan jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp 922,4 triliun. BI pun disebut akan mengeluarkan SRBI baru untuk meng-absorb yang jatuh tempo.

Baca Juga: OJK: Penguatan Inklusi dan Literasi Keuangan Jadi Kunci Peningkatan Likuiditas

Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, hal ini akan berakibat adanya crowding out di perbankan.

"Mereka kesulitan mendapatkan dana guna pembiayaan kredit. Ini yang berbahaya karena bisa mengurangi fungsi intermediasi  perbankan. Perbankan akan kesulitan mendapatkan dana pihak ketiga guna penyaluran kredit," ungkap Huda kepada kontan.co.id, Senin (13/1).

Huda mengatakan, investor memang diberikan pilihan lebih banyak untuk berinvestasi, baik SRBI, SBN, ataupun deposito. Tentu investor akan memilih investasi dengan rate return yang tinggi, namun risiko rendah.

Bank Indonesia dengan SRBI-nya dianggap lebih menarik oleh investor karena SRBI juga memiliki SBN sebagai underlying. SRBI juga mempunyai yield yang lebih tinggi dibandingkan SBN.

"Ini yang menyebabkan obligasi swasta dan perbankan susah bersaing. Obligasi swasta dan deposito perbankan harus ditawarkan dengan bunga yang lebih tinggi agar menarik bagi investor. Perbankan memang mau tidak mau harus bersaing secara rate of return yang menarik," kata Huda.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (BNI), Royke Tumilaar pun mengakui kalau hal ini memang agak serius untuk perbankan, karena tekanan moneter dan fiskal bersamaan.

"Oleh karena itu BNI bakal meningkatkan layanan transaksi digital termasuk ekosistem nasabah agar tetap bisa bersaing," kata Royke.

BNI juga menargetkan peningkatan Current Account Saving Account (CASA) atau dana murah lewat digital sebagai salah satu strategi menghadapi tantangan di tahun 2025.

Tak berbeda, Muhammad Iqbal, Direktur SME dan Retail Funding BTN menilai, rencana penerbitan SRBI dan SBN baru untuk meng-absorb yang jatuh tempo merupakan salah satu tantangan yang akan dihadapi bank dalam perebutan dana.

"Namun Bank BTN tetap optimistis untuk mencapai pertumbuhan dana nasabah sesuai target," kata Iqbal.

Baca Juga: Utang Jatuh Tempo SRBI Mencapai Rp 922,4 Triliun di 2025, Terbesar di Kuartal II

BTN, kata Iqbal, terus melakukan inovasi baik dari sisi layanan, produk dan program-prgoram. Diharapkan dengan begitu, DPK yang masuk adalah DPK yang sustain dan tidak sensitif dengan bunga. 

Menurutnya, Bale by BTN menjadi salah satu inovasi dalam meningkatkan kemudahan nasabah dalam mengakses layanan dan produk BTN.

BTN pun menargetkan DPK tumbuh di sekitar 15% di Tahun 2025, dengan CASA ditargetkan mencapai lebih dari 54%.

"Tentu BTN optimistis dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan terus melakukan inovasi dan peningkatan layanan kepada nasabah. Dengan perbaikan layanan dan produk, BTN optimis dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi nasabah, sehingga penempatan dana di BTN tidak saja semata-mata faktor bunga DPK," kata Iqbal.

Adapun Direktur kepatuhan OK Bank Efdinal Alamsyah menyatakan, bank akan menghadapi kompetisi dalam menarik likuiditas dari pasar, terutama karena SRBI dan SBN tersebut memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan bunga yang kompetitif, dan hal ini dapat memperketat likuiditas yang tersedia di pasar.

Menurutnya, memang ada risiko nasabah beralih ke instrumen dengan yield lebih tinggi seperti SRBI atau SBN. Namun, bank disebut bisa menawarkan produk investasi lain, meningkatkan layanan digital, dan memberikan program loyalitas atau insentif non-bunga sehingga nasabah tetap merasa mendapat nilai tambah. 

"Agar tetap bisa bersaing, kami akan melakukan diversfkasi produk, melakukan inovasi digital, ataupun memperkenalkan program-program loyalitas," ujarnya. 

Baca Juga: Pembayaran SRBI Jatuh Tempo yang Besar Pertengahan 2025 akan Berefek ke Rupiah

OK Bank pun menargetkan pertumbuhan DPK sekitar 8% di tahun ini. Hal ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan kredit yang juga berkisar di angka tersebut.

Sementara itu Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, likuiditas akan tetap ketat untuk perbankan, dan CoF tetap mahal. Walau demikian, CIMB Niaga masih konsisten untuk fokus di CASA lewat payroll, merchats, cash management dan operating acct perusahaan.

"Dengan demikian bukan hanya soal bunga tetapi juga total relationship. Untuk potensi crowding out nya sendiri masih kami monitor karena baru masuk pertengahan Januari," ujarnya.

Lani pun menargetkan DPK CIMB Niaga dapat tumbuh sekitar 7%-8% di tahun 2025.

Selanjutnya: Bitcoin Semakin Sulit Ditambang, Siapa yang Akan Bertahan di Tengah Persaingan Ketat?

Menarik Dibaca: Hujan Petir Guyur Wilayah Ini, Cek Prediksi Cuaca Besok (14/1) di Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×