Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Bank perkreditan rakyat (BPR) akan kebanjiran likuiditas. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) mendorong kelompok bank umum yang kesulitan menyalurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), melakukan kerjasama dengan BPR atau koperasi. Bisa dalam bentuk eksekuting alias menangani sendiri proses pemberian kredit maupun channeling. Bank sentral menilai, BPR mampu menyalurkan kredit UMKM ke debitur yang belum terjangkau.
Pola kerjasama ini menambah pasokan likuiditas di BPR. Salah satu efek positifnya, bunga kredit di bank mikro ini bakal mengecil.
Berdasarkan data BI per September 2012, sumber dana BPR mencapai Rp 94,23 triliun, naik 20% dariposisi sebelumnya Rp 78,35 triliun. Dana tersebut terdiri dana pihak ketiga (DPK) Rp 42,23 triliun, antarbank pasiva Rp 8,59 triliun, pinjaman yang diterima Rp 365 miliar dan kewajiban segera Rp 397 miliar.
Komisaris Utama BPR Surya Yudha Rejasa Madukara-Banjarnegara, Satriyo Yudiarto, mengatakan langkah BI ini mengakibatkan likuiditas BPR berlimpah. Selama ini BPR kesulitan mencari dana sehingga mereka harus membayar bunga simpanan tinggi guna memperoleh DPK. "Dana bank umum itu dana murah," katanya, Kamis (6/12).
Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto menyampaikan penyaluran dana melalui linkage ini berpotensi menurunkan bunga kredit UMKM, meskipun ruang penurunan hanya sekitar 1%-2%. Pasalnya, biaya bunga kredit linkage masih lebih tinggi dibandingkan biaya bunga simpanan.
Bunga kredit linkage mulai dari 9,5%-13% sedangkan biaya bunga simpanan 8%-10%. "Kalau kami dapat bunga kredit linkage lebih murah lagi, bunga kredit UMKM turun lebih rendah lagi," tutur Joko.
Data BI menunjukan, rata-rata bunga kredit BPR berdasarkan jenis kredit masih dua digit. Bunga kredit modal kerja sebesar 31,28%, bunga kredit investasi 27,25% dan bunga kredit konsumsi 26,44%.
Eksekuting lebih untung
Lingkage terbagi dua yakni eksekuting atau channeling. Menurut Satriyo, cara eksekuting lebih menguntungkan BPR, karena bank umum menyalurkan kredit ke BPR secara penuh. Tapi bank juga dapat memilih nilai kredit dan debitur.
Sedangkan cara channeling atau penerusan, BPR hanya menyalurkan dana, tapi pembukuan kredit tercatat pada neraca bank umum. Pola ini juga membuka peluang bagi bank untuk membajak nasabah BPR. "Kami hanya menerima kredit linkage dengan eksekuting, channeling tidak," tambahnya.
Saat ini sudah ada 10 bank umum yang menyalurkan kredit UMKM dengan cara eksekuting ke BPR yang berada di Jawa Tengah ini. Nilai kredit eksekuting ini sebesar Rp 500 miliar terbagi atas Rp 50 miliar per satu bank.
Joko menambahkan, rata-rata BPR memilih pinjaman kredit secara eksekuting dibandingkan channeling. Karena, penyaluran kredit tercatat pada buku kinerja kredit BPR begitu juga risiko dan piutang, ditanggung BPR. JAKARTA. Bank perkreditan rakyat (BPR) akan kebanjiran likuiditas. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) mendorong kelompok bank umum yang kesulitan menyalurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), melakukan kerjasama dengan BPR atau koperasi. Bisa dalam bentuk eksekuting alias menangani sendiri proses pemberian kredit maupun channeling. Bank sentral menilai, BPR mampu menyalurkan kredit UMKM ke debitur yang belum terjangkau.
Pola kerjasama ini menambah pasokan likuiditas di BPR. Salah satu efek positifnya, bunga kredit di bank mikro ini bakal mengecil.
Berdasarkan data BI per September 2012, sumber dana BPR mencapai Rp 94,23 triliun, naik 20% dariposisi sebelumnya Rp 78,35 triliun. Dana tersebut terdiri dana pihak ketiga (DPK) Rp 42,23 triliun, antarbank pasiva Rp 8,59 triliun, pinjaman yang diterima Rp 365 miliar dan kewajiban segera Rp 397 miliar.
Komisaris Utama BPR Surya Yudha Rejasa Madukara-Banjarnegara, Satriyo Yudiarto, mengatakan langkah BI ini mengakibatkan likuiditas BPR berlimpah. Selama ini BPR kesulitan mencari dana sehingga mereka harus membayar bunga simpanan tinggi guna memperoleh DPK. "Dana bank umum itu dana murah," katanya, Kamis (6/12).
Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto menyampaikan penyaluran dana melalui linkage ini berpotensi menurunkan bunga kredit UMKM, meskipun ruang penurunan hanya sekitar 1%-2%. Pasalnya, biaya bunga kredit linkage masih lebih tinggi dibandingkan biaya bunga simpanan. Bunga kredit linkage mulai dari 9,5%-13% sedangkan biaya bunga simpanan 8%-10%. "Kalau kami dapat bunga kredit linkage lebih murah lagi, bunga kredit UMKM turun lebih rendah lagi," tutur Joko.
Data BI menunjukan, rata-rata bunga kredit BPR berdasarkan jenis kredit masih dua digit. Bunga kredit modal kerja sebesar 31,28%, bunga kredit investasi 27,25% dan bunga kredit konsumsi 26,44%.
Eksekuting lebih untung
Lingkage terbagi dua yakni eksekuting atau channeling. Menurut Satriyo, cara eksekuting lebih menguntungkan BPR, karena bank umum menyalurkan kredit ke BPR secara penuh. Tapi bank juga dapat memilih nilai kredit dan debitur.
Sedangkan cara channeling atau penerusan, BPR hanya menyalurkan dana, tapi pembukuan kredit tercatat pada neraca bank umum. Pola ini juga membuka peluang bagi bank untuk membajak nasabah BPR. "Kami hanya menerima kredit linkage dengan eksekuting, channeling tidak," tambahnya.
Saat ini sudah ada 10 bank umum yang menyalurkan kredit UMKM dengan cara eksekuting ke BPR yang berada di Jawa Tengah ini. Nilai kredit eksekuting ini sebesar Rp 500 miliar terbagi atas Rp 50 miliar per satu bank.
Joko menambahkan, rata-rata BPR memilih pinjaman kredit secara eksekuting dibandingkan channeling. Karena, penyaluran kredit tercatat pada buku kinerja kredit BPR begitu juga risiko dan piutang, ditanggung BPR. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News