kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.033   -33,05   -0,47%
  • KOMPAS100 1.050   -5,82   -0,55%
  • LQ45 825   -5,95   -0,72%
  • ISSI 214   -0,87   -0,40%
  • IDX30 423   -1,42   -0,34%
  • IDXHIDIV20 514   0,27   0,05%
  • IDX80 120   -0,76   -0,63%
  • IDXV30 125   1,16   0,93%
  • IDXQ30 142   0,23   0,16%

Suntikan modal seret, BPD kesulitan naik kelas


Kamis, 28 November 2013 / 12:55 WIB
Suntikan modal seret, BPD kesulitan naik kelas
ILUSTRASI. Film horor Indonesia?KKN di Desa Penari, merupakan salah satu film horor Indonesia terlaris yang ceritanya diangkat dari kisah nyata.


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: A.Herry Prasetyo

JAKARTA. Sudah bermodal minim, banyak bank daerah kesulitan menambah permodalan mereka. Alhasil, bank pembangunan daerah (BPD) bakal sulit naik kelas.

BPD DIY, misalnya, hingga kini baru memiliki modal sebesar Rp 600 miliar. Dengan begitu, bank daerah milik Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini harus puas beroperasi di kelas bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) 1.

Untuk meningkatkan modal menjadi Rp 1 triliun, Direktur Utama BPD DIY, Supriyatno, mengatakan membutuhkan waktu hingga tiga tahun ke depan. Menurutnya, upaya penambahan modal melalui suntikan dari pemda seringkali terhambat. Hambatan utama adalah pendapatan asli daerah (PAD) para pemegang saham terbatas.

Kesulitan yang sama juga menimpa BPD Jawa Tengah (Jateng). Dengan modal sebesar Rp 1,5 triliun, Bank Jateng saat ini berada di BUKU 2. Namun, Joko Sambodo, Direktur Pemasaran BPD Jateng, mengatakan masih membutuhkan setoran modal dari pemegang saham.

Sementara, Bank Papua lebih beruntung.  Johan Kafiar, Direktur Utama BPD Papua, mengatakan Pemprov Papua dan pemerintah kabupatan (pemkab) di Papua sebagai pemegang saham, telah berkomitmen menyuntik modal sebesar Rp 350 miliar setiap tahun. "Rapat umum pemegang saham telah  memutuskan Bank Papua harus menaikkan modal inti menjadi Rp 4 triliun," kata Johan.

Saat ini, Bank Papua memiliki modal sebesar Rp 1,8 triliun. Johan mengatakan, Bank Papua ditargetkan naik kelas ke BUKU 3 dengan modal minimal Rp 5 triliun pada tahun 2019. Tapi, "Semua tergantung realisasi pemegang saham," kata Johan.

Memang, mau tidak mau, penambahan modal di bank daerah tergantung kemampuan pemda sebagai pemegang saham. Meskipun, sejatinya bank daerah bisa meraup dana  menambah modal lewat pasar modal, dengan menggelar penawaran umum terbatas alias initial public offering (IPO). Namun, lagi-lagi, aksi IPO  harus memperoleh restu pemda sebagai pemegang saham. "Pemegang saham kami tidak mau Bank Papua menggelar IPO," kata Johan.

Begitu pula, Pemerintah DIY tak memberikan restu BPD DIY menggelar IPO. SuPemegang saham menilai, aksi penawaran umum perdana masih terlalu dini. IPO juga akan membikin kinerja BPD DIY tak kondusif.

Tak beda jauh, BPD Jateng juga tidak berencana menggelar IPO dalam waktu dekat.Sebagai ganti,  BPD Jateng berencana menerbitkan subordinasi obligasi alias subdebt untuk menambah kapasitas modal. "Kami masih mengkaji berapa target nilai subdebt yang akan kami terbitkan," kata Joko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×