Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Survei Price Waterhouse Coopers (PWC) Indonesia menunjukkan, net interest margin (NIM) perbankan Indonesia di level 6% merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Padahal NIM rata-rata di kawasan ini hanya antara 3%-4%.
Ashley Wood, Penasihat Teknis PWC Indonesia mengungkapkan walaupun mendapat tekanan menurunkan NIM, hampir 49% bankir melihat NIM sepanjang 2011 akan berada di tingkat yang sama dengan tahun lalu.
Menurut survei tersebut, pemicu utama tingginya NIM perbankan yakni karena tingginya inflasi dan penerapan premi risiko (risk premium) yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.
Selain itu, risiko kredit tetap menjadi risiko utama yang harus dikelola para bankir, meskipun rasio kredit bermasalah terhadap total kredit atau gross non performing loan tetap stabil di tingkat 3%. Tak hanya itu, risiko likuiditas dan risiko operasional masih menjadi kendala utama dari hasil pendapat para bankir.
Lebih dari 50% bankir menilai risiko yang akan dihadapi perbankan adalah tingkat penipuan yang masih tetap tinggi seperti pada 2010 lalu.
Wood menambahkan, sebanyak 57% bankir memperlihatkan ketidakpuasan dengan efektivitas audit atau komite manajemen risiko mereka. Audit internal tampaknya membutuhkan waktu yang lebih lama agar dapat memenuhi harapan stakeholder dalam penyediaan wawasan bisnis yang berharga untuk pengembangan bank secara menyeluruh.
"Hanya 25% yang menganggap mereka mendapatkan wawasan yang signifikan dari audit internal," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News