Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2024 menjadi tahun yang cukup berat bagi industri perbankan.
Selain menghadapi beban bunga yang tinggi, peningkatan risiko kredit memaksa beberapa bank untuk meningkatkan pencadangan, yang pada akhirnya berdampak pada laba mereka.
Namun, menjelang akhir tahun, risiko kredit perbankan mulai menunjukkan perbaikan. Hal ini tercermin dalam rasio loan at risk (LAR) yang per Desember 2024 telah kembali ke satu digit, yaitu 9,28%.
Baca Juga: Rasio Kredit Macet Bank-Bank Besar Kompak Mencatatkan Perbaikan
Angka ini bahkan lebih rendah dibandingkan level sebelum pandemi, yang tercatat sebesar 9,93% pada Desember 2019.
Meskipun risiko kredit membaik, bank masih cenderung mempertahankan pencadangan yang tinggi.
Ketidakpastian ekonomi bisa menyebabkan risiko kredit meningkat sewaktu-waktu, sehingga bank tetap bersikap hati-hati dalam mengelola risiko tersebut.
Kenaikan Pencadangan di Beberapa Bank
Pada 2024, sejumlah bank tercatat secara signifikan menaikkan pencadangannya. Contohnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA mencatat peningkatan biaya pencadangan sebesar 51,3% secara tahunan (YoY) menjadi Rp2 triliun per Desember 2024.
Baca Juga: Rasio Kredit Macet Bank KBMI 4 Membaik di 2024, NPL Bank Mandiri Terendah
Peningkatan ini membuat NPL coverage dan LAR coverage BCA berada di posisi yang cukup kuat, masing-masing di level 208,5% dan 76,9%.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI juga mengalami lonjakan pencadangan secara kuartalan sebesar 50,3% menjadi Rp2,8 triliun per Desember 2024.
Akibatnya, laba bersih BBNI turun 8% menjadi Rp5,2 triliun pada kuartal IV 2024. NPL coverage dan LAR coverage BNI masing-masing berada di level 255,8% dan 48,8%.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau BTN mencatat kenaikan pencadangan sebesar 76% secara kuartalan. Hal ini membuat NPL coverage dan LAR coverage BTN masing-masing berada di level 115,4% dan 18,6%.
Prospek dan Strategi Perbankan
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengungkapkan bahwa tren peningkatan beban pencadangan kemungkinan akan berlanjut di tahun ini.
Baca Juga: Penyaluran Kredit BRI Capai Rp 1.354,64 Triliun di Tahun 2024, Didominasi UMKM
Potensi penurunan kualitas kredit masih ada, seiring dengan penurunan daya beli masyarakat dan tekanan ekonomi global akibat perang dagang.
"Risiko kredit bermasalah masih ada, terutama karena bank semakin berhati-hati dalam membentuk pencadangan kredit dengan model baru, yaitu expected credit loss, yang membuat pencadangan CKPN semakin besar," ujar Trioksa kepada Kontan.co.id, Minggu (16/2).
Menurutnya, bank kemungkinan akan memperlambat ekspansi kredit, menjaga likuiditas, serta lebih mengandalkan pertumbuhan laba dari efisiensi operasional, pendapatan berbasis komisi (fee-based income), dan investasi dalam surat berharga.
EVP Corporate and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyatakan bahwa pihaknya akan terus menjalankan strategi diversifikasi kredit guna mengurangi risiko konsentrasi kredit.
"Kami akan terus mengkaji pencadangan yang dimiliki, sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi ekonomi," kata Hera.
Baca Juga: BRI Catat Laba Bersih Rp 60,15 Triliun di Tahun 2024
Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau BRI mencatat penyusutan pencadangan NPL coverage dari 229,09% pada 2023 menjadi 205,01% pada 2024.
Direktur Utama BRI Sunarso menegaskan bahwa BRI tetap mempersiapkan pencadangan yang lebih dari cukup.
"NPL coverage BRI sebesar 215%, yang berarti lebih dari dua kali lipat dari nilai NPL telah dicadangkan. Ini memastikan bahwa kami dapat tetap membayar deposito, tabungan, dan giro nasabah meskipun terjadi peningkatan risiko kredit," ujar Sunarso.
Selanjutnya: Penjualan ORI027 Capai Rp 20,3 Triliun
Menarik Dibaca: 10 Tren Warna Cat Eksterior yang akan Mendominasi Tahun 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News