Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Accenture memprediksi penetrasi perusahaan teknologi finansial (Tekfin) akan menjadi ancaman serius bagi bank dalam bisnis pembayaran global. Menanggapi hal tersebut, sejumlah bank tanah air masih optimitis.
Hingga akhir 2019, Accenture dalam laporan bertajuk Global Payments Pulse Survey 2019 memprediksi bisnis pembayaran global bisa menghasilkan pendapatan hingga US$ 1,51 triliun. Dari nilai tersebut 91,9% atau setara US$ 1,39 triiliun masih akan dikuasai bank, sedangkan 8,1% atau setara US$ 121 miliar dikuasai pemain non-bank.
Sedangkan pada 2025, Accentrure memprediksi bisnis pembayaran bakal menghasilkan pendapatan hingga US$ 2,09 triliun. Sementara pangsa pasar bank diprediksi akan tergerus hingga menjadi 85,5% atau setara US$ 1,64 triliun saja. Sisa 14,5% atau setara US$ 444 miliar akan dikuasai pemain non bank.
Baca Juga: Resmi berizin OJK, fintech lending Tokomodal makin optimistis melihat potensi bisnis
“Dampak dari perkembangan sistem pembayaran yang instan, tak terlihat, dan gratis alias instant, invisible, dan free (IIF) payment sangat signifikan memukul bisnis bank. Dari analisis kami, konteks ini akan menurunkan pangsa pasar bank hingga 15% pada 2025. Bank berpotensi kehilangan pendapatan hingga US$ 280 miliar,” tulis laporan yang dipimpin Alan McInttyre, Senior Managing Director Accenture.
Analisis Accenture didasari makin merosotnya tren pembayaran via layanan bank seperti kartu debit, dan kartu kredit. Baik yang digunakan oleh korporasi atau ritel. Secara global pendapatan kartu yang dilakukan oleh korporasi tercatat anjlok hingga 33,3% dari pendapatan senilai US$ 2,76 per transaksi pada 2015 menjadi US$ 1,84 per transaksi.
Sedangkan pendapatan kartu debit telah anjlok 14,6% per transaksi. pada 2015 bank rata-rata bisa mendapat pendapatan US$ 0,34 per transaksi, sedangkan pada 2018 nilai pendapatannya berkurang menjadi US$ 0,29 per transaksi. Pun dari kanal kartu kredit, pada 2018 pendapatan yang bisa dihasilkan bank dari satu kali transaksi kartu kredit mencapai US$ 1,21. Nilai ini merosot hingga 11,6% pada 2018 dengan nilai pendapatan US$ 1,07 per transaksi.
Baca Juga: Bank dan fintech bersinergi, BI optimistis inklusi keuangan bisa capai 75% di 2019
Di Indonesia tren serupa juga terjadi, pertumbuhan nominal transaksi kartu debit telah anjlok sejak 2016. Pada 2016 pertumbuhan nominal transaksi kartu debit sebesar 14,82%, kemudian pada 2017 sebesar 10,25%, dan sedikit membaik pada 2018 sebesar 11,72%.
Catatan lebih buruk terjadi pada transaksi via kartu kredit sejak 2014 yang nominal transaksinya mencatat pertumbuhan 14,18%. Kemudian pada 2015 sebesar 9,99%, anjlok parah pada 2016 sebesar 0,16%, 2016 sebesar 5,95%, dan 2018 sebesar 5,55%.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk Santoso Liem mengakui memang terjadi tren penurunan terkait bisnis pembayaran oleh bank. Meski demikian ia bilang hal tersebut justru jadi tantangan agar bank bisa mengumpulkan pendapatan dari kanal lain.