Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Meski demikian, beban dari entitas anak usaha bukan satu-satunya penopang perlambatan laba perseroan. Kondisi likuiditas yang ketat sepanjang semester 1 2019 juga jadi pendorongnya. Hal ini tercermin dari beberapa rasio keuangan perseroan yang juga melorot
Nett interest margin (NIM) perseroan misalnya turun 64 bps dari 7,64% (1H/18) menjadi 7,02% (1H/19), kemudian return of asset (RoA) turun 6 bps dari 3,37% (1H/18) menjadi 3,31% (1H/19). Sedangkan return of equity (RoE) turun 31 bps dari 19,33% (1H/18) menjadi 19,02% (1H/19).
Baca Juga: CDS Indonesia akan bergerak di rentang 90-100 dalam jangka pendek
“Dampak kenaikan bunga acuan Bank Indonesia sebanyak enam kali hingga 175 bps pada 2018 memang membuat biaya bunga, dan biaya dana kami meningkat. Makanya NIM kami juga turun,” jelas Suprajarto.
Menurunnya kinerja keuangan ini juga turut mempengaruhi pendapatan bunga bersih perseroan yang tumbuh minim, baik secara konsolidasi maupun secara individual.
Secara konsolidasi pendapatan bunga bersih perseroan yang tumbuh sebesar 4,37% (yoy). Dari Rp 38,24 triliun (1H/18) menjadi Rp 39,92 triliun (1H/19). Sedangkan secara individual, pertumbuhannya sebesar 4,14% (yoy) dari Rp 36,93 triliun (1H/18) menjadi Rp 38,46 triliun (1H/19).
Baca Juga: Semester 1-2019, BRI raup laba Rp 16,16 triliun
Padahal fungsi intermediasi perseroan tumbuh cukup mumpuni, secara konsolidasi, kredit BRI tumbuh 11,76% (yoy), dari Rp 791,03 triliun (1H/18) menjadi Rp 884,11 triliun (1H/19).
Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 13,05% (yoy). Dari Rp 811,19 triliun (1H/18) menjadi Rp 917,05 triliun (1H/19). Sementara aset BRI tumbuh 11,70% (yoy) dari Rp 1.153,22 triliun (1H/18) menjadi Rp 1.288,19 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News