kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Tren Pengetatan Likuiditas Perbankan Belum Berakhir


Senin, 09 September 2024 / 20:35 WIB
Tren Pengetatan Likuiditas Perbankan Belum Berakhir
ILUSTRASI. Petugas menata uang rupiah di pooling cash Bank Mandiri, Jakarta pekan lalu. Badan usaha milik negara (BUMN) telah menyetor dividen besar ke kas negara hingga akhir Juni 2024. Kondisi likuiditas perbankan domestik yang mengetat belum akan berakhir.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi likuiditas perbankan domestik yang mengetat belum akan berakhir. Berbagai upaya terus dilakukan bank untuk menjaga likuiditas yang dimiliki untuk menjalankan fungsi intermediasinya, dalam hal ini menyalurkan kredit.

Salah satu rasio yang menunjukkan pengetatan likuiditas perbankan saat ini adalah kenaikan Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio tersebut dihitung dengan membandingkan total pinjaman bank dengan total simpanan bank dalam periode yang sama.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat LDR perbankan terus naik sepanjang 2024 hingga per Juli 2024 berada di level 86,51%. Jika ditarik ke tahun-tahun sebelumnya, ini merupakan LDR tertinggi sejak Agustus 2020 yang ada di level 85,38%.

Jika melihat likuiditas perbankan menggunakan rasio LDR tersebut, bank-bank dari KBMI 3 menjadi yang paling tinggi. Per Juni 2024, rasio LDR untuk bank dalam kelompok tersebut mencapai 89,50%.

Meski demikian, dalam Survei Orientasi Bisnis Perbankan pada kuartal III-2024 yang dilakukan OJK terhadap pelaku industri memperkirakan risiko likuiditas masih terjaga dan membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal ini didorong ekspektasi alat likuid (kas dan setara kas) perbankan yang masih akan tumbuh.

“Komponen alat likuid yang diproyeksikan mendorong dan berpengaruh signifikan pada peningkatan tersebut adalah surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia,” tulis survei tersebut, dikutip Senin (9/9).

Baca Juga: CIMB Niaga Syariah Resmikan Pembukaan Syariah Digital Branch di Medan

Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan bilang kondisi likuiditas yang ketat saat ini masih dipengaruhi oleh bunga acuan yang masih tinggi membuat sumber-sumber likuiditas menjadi mahal. Termasuk, alat likuid berupa pinjaman antar bank.

Alhasil, meskipun bank sudah berusaha untuk menahan bunga pinjaman, hal tersebut tak mampu menahan tergerusnya Net Interest Margin (NIM).  Di mana, kondisi ini juga mempengaruhi profitabilitas bank.

”Term deposit kami relatif tidak tumbuh, fokus sekarang di dana murah (CASA), meskipun sedikit mahal tapi tetap lebih murah jika dibandingkan term deposit,” ujar Lani, Senin (9/9).

Sementara itu, Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk Teuku Ali Usman bilang dalam menjaga kecukupan likuiditas, Bank Mandiri terus mendorong pertumbuhan dana murah dalam memperkuat likuiditas secara berkelanjutan. 

Dalam hal ini, pihaknya akan fokus untuk meningkatkan basis dana murah dengan fokus pada CASA transaksional agar dapat menjaga tekanan biaya dana dan memastikan kecukupan dana dalam mendukung pertumbuhan bisnis serta kegiatan operasional bank.

”Rasio dana murah atau CASA Ratio Bank Mandiri juga telah berhasil naik menjadi 80,26% secara bank only pada Juli 2024,” ujar Ali.

Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Efdinal Alamsyah pun bilang masalah likuiditas akan berakhir jika terjadi penurunan suku bunga. Sebab, jika suku bunga acuan diturunkan, bisa mengurangi biaya pinjaman dan mempermudah akses ke likuiditas.

Selanjutnya, ia menyebutkan pelonggaran likuiditas bisa terjadi kalau ada relaksasi regulasi misalnya terkait GWM atau perubahan kebijakan moneter bisa membantu meningkatkan likuiditas. Menurutnya, pemerintah dan otoritas moneter beberapa kali sudah melakukan penyesuaian kebijakan untuk menyeimbangkan antara stabilitas ekonomi dan likuiditas pasar. 

“Secara keseluruhan, penyelesaian masalah likuiditas ini sangat tergantung pada kombinasi kebijakan moneter, regulasi, dan kondisi ekonomi yang lebih luas,” ujarnya.

Sedikit berbeda, Amin Nurdin, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) melihat masalah likuiditas belum bisa berakhir jika hanya mengandalkan penurunan suku bunga acuan. Sebab, jika penurunan bunga acuan turun dan diikuti dengan penurunan bunga kredit, ekspansi kredit justru bisa membuat likuiditas semakin mengetat.

Oleh karenanya, ia melihat bahwa untuk jangka menengah, tren kenaikan rasio LDR masih belum akan berakhir. Meskipun, kenaikan yang terjadi tampak lebih moderat.

”Setidaknya tidak sampai batas atas regulator yang mencapai 90%,” ujar Amin.

Baca Juga: Andalkan Ekosistem, Bank Digital Juga Ramaikan Industri BPR

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×