kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Uang elektronik belum berizin sudah beroperasi


Senin, 02 Oktober 2017 / 19:05 WIB
Uang elektronik belum berizin sudah beroperasi


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Layanan isi ulang (top up) uang elektronik di beberapa perusahaan e-commerce sempat dihentikan sementara oleh regulator yakni Bank Indonesia (BI).

Sekedar informasi saja, sampai saat ini ada beberapa perusahaan e-commerce yang layanan uang elektroniknya sempat terhenti oleh BI. Antara lain Tokocash milik Tokopedia, Shopeepay milik Shopee, PayTren dan BukaDompet milik BukaLapak.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Program Elektronifikasi Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Pungky Purnomo Wibowo mengatakan bahwa saat ini perusahaan tersebut tengah dalam proses mengurus perizinan oleh BI.

Hal ini sebagaimana tertuang pada pasal 5 Peraturan BI (PBI) No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik sebagaimana diubah terakhir melalui PBI No.18/17/PBI/2016 tentang perubahan kedua atas PBI No.11/12/PBI/2009. Serta butir II.A.4 Surat Edaran (SE) No.16/11/DKSP perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik.

Dalam surat edaran tersebut, telah diatur bahwa setiap bank atau lembaga selain bank yang menyelenggarakan uang elektronik dengan jumlah dana float Rp 1 miliar ke atas wajib memiliki izin sebagai penerbit uang elektronik dari BI.

"Dalam hal ini termasuk perusahaan-perusahaan e-commerce/market place yang telah memiliki layanan uang elektronik sebelum mengajukan izin ke BI," ujar Pungky kepada KONTAN, Senin (2/10).

Lebih lanjut, bank sentral mengungkapkan penutupan sementara layanan top up uang elektronik tersebut merupakan upaya mitigasi risiko yang dilakukan BI sampai pemohon memperoleh izin sebagai penerbit uang elektronik dari Bank Indonesia.

Pungky menambahkan, pemohon yang pada saat mengajukan izin telah menyelenggarakan layanan uang elektornik dengan jumlah dana float Rp 1 miliar lebih diminta oleh BI untuk melakukan upaya agar jumlah dana float dikelola sedemikian rupa.

Hal ini dimaksudkan, agar perusahaan tersebut comply terhadap batas maksimum yang diperkenankan dalam ketentuan yakni kurang dari Rp 1 miliar tanpa harus menghentikan layanan e-dagang yang dijalankan.

Artinya, BI menegaskan bahwa seluruh layanan e-commerce masih dapat berjalan dengan menggunakan opsi seperti transfer bank, virtual account atau pembayaran menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK).

"Saat ini seluruh pemohon telah berkomitmen untuk menghentikan layanan top up sampai dengan memperoleh izin dari BI," papar Pungky.

Sebagai informasi saja, berdasarkan data BI sampai dengan Agustus 2017 tercatat jumlah uang elektronik beredar sudah mencapai 68,48 juta. Jumlah tersebut naik 56,08% secara tahunan atau year on year (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu 43,87 juta.

Sementara dari sisi transaksi, uang elektronik tercatat memiliki volume transaksi hingga 62,56 juta transaksi atau tumbuh 3,37% yoy. Dari volume tersebut, nominal transaksi uang elektorniknya sudah mencapai Rp 790,69 miliar atau meningkat 28,52%.

Adapun dari infrastrukturnya, BI melansir sampai dengan Agustus 2017 sudah ada 465.974 mesin reader. Angka ini meningkat signifikan dibanding Agustus tahun lalu yang baru sebesar 325.133 mesin.

Saat ini BI mencatat ada 25 perusahaan yang telah memiliki izin penerbitan uang elektronik. 11 diantaranya merupakan perbankan dan sisanya lembaga non bank.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×