kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   15.000   0,94%
  • USD/IDR 16.290   50,00   0,31%
  • IDX 7.257   75,31   1,05%
  • KOMPAS100 1.072   13,85   1,31%
  • LQ45 846   11,73   1,41%
  • ISSI 216   3,00   1,41%
  • IDX30 435   5,37   1,25%
  • IDXHIDIV20 520   7,40   1,44%
  • IDX80 122   1,62   1,34%
  • IDXV30 124   0,62   0,50%
  • IDXQ30 143   2,07   1,47%

Ada 142 Lender dari 4 Fintech Lending Gugat OJK di PTUN, Ini Isi Tuntutannya


Rabu, 22 Januari 2025 / 15:51 WIB
Ada 142 Lender dari 4 Fintech Lending Gugat OJK di PTUN, Ini Isi Tuntutannya
ILUSTRASI. Ada 142 lender dari 4 fintech lending, yaitu Investree, TaniFund, LinkAja Modalin Nusantara (iGrow), dan Modal Rakyat.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 142 pemberi dana atau lender yang tergabung dalam komunitas lender korban fintech peer to peer (P2P) lending melayangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman. 

Diketahui, 142 lender tersebut merupakan lender dari 4 fintech lending, yaitu PT Investree Radhika Jaya atau Investree (dicabut izin usaha), PT Tani Fund Madani Indonesia atau TaniFund (dicabut izin usaha), PT Igrow Resources Indonesia atau PT LinkAja Modalin Nusantara atau iGrow, dan PT Modal Rakyat Indonesia atau Modal Rakyat.

Adapun gugatan itu terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 20 Januari 2024, dengan nomor perkara 18/G/2025/PTUN.JKT. Secara rinci, OJK tercatat sebagai Tergugat 1 dan Agusman sebagai Tergugat 2.

Mengenai gugatan tersebut, Kuasa Hukum Komunitas Lender Korban Fintech Lending Grace Sihotang menerangkan bahwa pihaknya menuntut agar regulator melakukan peninjauan kembali, dan/atau pencabutan, dan/atau mengeluarkan ketentuan baru atas ketentuan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending.

Baca Juga: OJK Beri Sanksi 14 Multifinance dan 27 Fintech Lending di Desember 2024

Grace menyoroti poin yang tertuang dalam SEOJK 19/2023 pada Bab IV Mekanisme Penyaluran dan Pelunasan Pendanaan angka 1 huruf h, yang menyatakan seluruh risiko pendanaan yang timbul dalam transaksi LPBBTI ditanggung sepenuhnya oleh pemberi dana, penyelenggara bertanggung jawab dalam hal terjadi kelalaian atau kesalahan yang disebabkan oleh penyelenggara dan menimbulkan kerugian bagi pemberi dana.

Dia memahami bahwa poin ketentuan SEOJK 19/2023 tersebut memiliki tujuan untuk menyelaraskan kebijakan OJK dengan standar internasional, sebagaimana prinsip-prinsip yang telah diterbitkan oleh Financial Stability Board (FSB) atau Basel Committee on Banking Supervision.

Hal tersebut menjadi penting untuk menjaga daya saing sektor keuangan Indonesia di tingkat global, melaksanakan perlindungan konsumen, dan inovasi berkelanjutan di sektor keuangan.

Namun, Grace menilai ketentuan SEOJK tersebut pada akhirnya menimbulkan dampak negatif secara signifikan terhadap lender, seperti risiko kehilangan dana bagi lender akibat kegagalan debitur atau borrower, serta ketidakjelasan tanggung jawab fintech lending sebagai platform yang memiliki kewajiban mitigasi risiko.

"Selain itu, dalam tataran implementasi dari ketentuan itu mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum bagi pihak lender, sehingga berpotensi merugikan secara finansial dan reputasi bagi perusahaan fintech lending itu sendiri di masyarakat dalam melaksanakan kegiatan usahanya," kata dia kepada Kontan, Selasa (21/1).

Grace menambahkan, dampak negatif yang dialami oleh lender makin diperjelas dengan ditemukan adanya indikasi fraud yang dilakukan oleh organ internal fintech lending. Kasus itu tentu tidak hanya merugikan lender secara finansial, tetapi juga menimbulkan keraguan terhadap keamanan bertransaksi dalam ekosistem pinjaman berbasis teknologi informasi. 

Dia menerangkan atas kerugian yang dialami oleh lender dan ditemukan indikasi fraud oleh organ internal fintech lending, hingga saat ini tidak ditemukan adanya tindak lanjut dari OJK dan/atau pihak stakeholder lainnya terkait pembahasan tentang SEOJK 19/2023 terkhusus pada Bab IV Mekanisme Penyaluran dan Pelunasan Pendanaan angka 1 huruf h.

"Berdasarkan sejumlah hal itu, maka sudah sepatutnya OJK sebagai regulator untuk segera meminimalisir kerugian yang dialami oleh lender dengan regulasi atau peraturan yang lebih baik, adil, dan memberi kepuasan kepada para pihak," tuturnya.

Baca Juga: Daftar 97 Perusahaan Pinjol Legal Tahun 2025, OJK Resmi Turunkan Bunga Pinjaman

Atas dasar hal itu, Grace menyimpulkan bahwa pihaknya menyampaikan keberatan administratif atas diterbitkannya ketentuan dalam SEOJK 19/2023.

Salah satu alasannya karena munculnya kelemahan pengawasan internal, yang mana fintech lending tidak memiliki mekanisme pengawasan yang memadai terhadap aktivitas organ pengelola, sehingga membuka celah untuk tindakan fraud.

Selain itu, fintech lending juga dianggap minim untuk mengedepankan transparansi. Grace menerangkan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana dan proses mitigasi risiko membuat pemberi dana atau lender kesulitan memantau penggunaan dana mereka.

Grace juga mengatakan hal lain yang membuat pihaknya keberatan, yaitu beberapa individu dalam fintech lending dinilainya memanfaatkan posisi untuk keuntungan pribadi, dengan mengabaikan prinsip tata kelola yang baik atau good corporate governance.

Keberatan lainnya, yakni adanya ketidakseimbangan tanggung jawab. Dia mengatakan ketentuan tersebut secara sepihak membebankan risiko sepenuhnya kepada lender tanpa memperhitungkan tanggung jawab fintech lending dalam melakukan mitigasi risiko melalui evaluasi kredit atau pengawasan terhadap pengguna platform.

Grace pun berpendapat kebijakan dalam SEOJK itu juga menyebabkan ketidakpastian hukum bagi lender, terutama dalam hal mitigasi risiko kegagalan pembayaran oleh borrower yang difasilitasi fintech lending. Dia juga bilang dalam SEOJK itu tidak adanya mekanisme penyesuaian risiko.

"Dalam implementasi kebijakan tersebut, tidak diatur mekanisme penyesuaian risiko yang melibatkan tanggung jawab bersama antara lender, fintech lending, dan borrower," katanya.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Grace menyampaikan penggugat memohon agar Majelis Hakim dapat menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Selain itu, menghukum tergugat untuk melakukan peninjauan kembali dan/atau pencabutan atas ketentuan SEOJK 19/2023 khususnya terkait dengan tanggung jawab atas kerugian yang hanya dibebankan kepada lender dalam pendanaan fintech lending, serta menegaskan aturan tanggung jawab fintech lending dalam melaksanakan mitigasi risiko dalam ketentuan terkait.

"Memohon Majelis Hakim menghukum tergugat untuk membuat aturan baru yang berimbang yang berpihak kepada lender dalam hal pertanggungjawaban atas terjadinya kerugian, termasuk aturan tentang produk asuransi yang dipakai dalam hal terjadinya gagal bayar," ungkapnya.

Baca Juga: Hampir 3.000 Pinjol Ilegal Diblokir Tahun 2024, Cek Namanya & Catat Pinjol Legal 2025

Selain itu, memohon Majelis Hakim menghukum tergugat untuk segera mengatur mekanisme mitigasi risiko yang lebih berimbang antara fintech lending selaku penanggungjawab atas risiko kegagalan lender melalui pengawasan dan audit yang ketat, serta pelaksanaan evaluasi secara menyeluruh terhadap resiko kredit.

Selanjutnya, menghukum tergugat untuk melibatkan lender dalam proses konsultasi yang bertujuan untuk mencari solusi dan/atau jalan keluar yang lebih adil dan menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.

Selain itu, menghukum tergugat untuk mengeluarkan regulasi baru yang adil dan lebih berpihak pada konsumen dalam hal ini lender, serta menghukum tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara hingga keputusan itu mempunyai kekuatan hukum tetap. 

Sebagai informasi, berdasarkan kondisi terkini dari 4 fintech lending yang dimaksud, Investree dan TaniFund diketahui telah dicabut izin usaha oleh OJK, masing-masing pada 21 Oktober 2024 dan 3 Mei 2024 imbas masalah gagal bayar yang tak kunjung usai.

Adapun Modal Rakyat dan iGrow juga mengalami masalah serupa, dengan tingkat rasio kredit macet atau TWP90 masing-masing sebesar 7,55% dan 80,18% per 22 Januari 2025. 

Selanjutnya: Tumbuh 324 Ribu, BRI Miliki 1,06 juta Agen BRI Link di Seluruh Indonesia

Menarik Dibaca: 10 Rekomendasi Buah dan Sayur untuk Penderita Diabetes yang Menyehatkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×