kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

AFPI jaring aspirasi anggota terkait pembaruan aturan OJK untuk P2P lending


Senin, 16 November 2020 / 14:49 WIB
AFPI jaring aspirasi anggota terkait pembaruan aturan OJK untuk P2P lending
ILUSTRASI. Peer to Peer (P2P) Landing. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperbarui aturan industri peer to peer (P2P) lending. Maklum, industri yang baru muncul pada 2016 ini, telah berkembang dengan pesat.

Dalam pembuatan kebijakan baru itu, regulator tengah meminta masyarakat umum khususnya penyelenggara P2P lending memberikan masukan. Sehingga aturan yang akan diterbitkan juga sesuai dengan kondisi industri.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sedang melakukan penjaringan pandangan-pandangan dari anggota. Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menyatakan saat ini asosiasi sedang dalam proses untuk penyusunan pandangan AFPI secara resmi.

Baca Juga: Ini bocoran aturan baru OJK untuk industri P2P lending

“Mohon waktunya, di industri ini ada variasi bisnis model dengan aspirasi yang bisa berbeda. Spirit kita adalah untuk menjaga industri ini tetap tumbuh, sehat dan berkelanjutan dalam rangka terus menerus melayani masyarakat yang unbanked- underserved, terus mengisi credit gap Rp 1.000 triliun per tahun di Indonesia,” ujar Kuseryansyah kepada Kontan.co.id pada Senin (16/11).

Aturan baru ini nantinya akan menyempurnakan aturan yang sudah lebih dahulu dirilis OJK yakni POJK nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

“Dalam rangka penyusunan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, maka kami bermaksud untuk meminta tanggapan atas rancangan peraturan tersebut kepada asosiasi terkait dan masyarakat umum,” mengutip situs resmi OJK pada Senin (16/11).

Terdapat beberapa hal yang signifikan dalam aturan yang tengah digodok oleh OJK. Pada rancangan baru, regulator menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan perizinan dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.

Baca Juga: Kemenkop UKM prediksi penyerapan dana program margin non KUR hanya capai 18%

Selain itu, OJK ingin fintech P2P lending semakin serius menjalankan bisnis. Terlihat dalam rancangan aturan baru, regulator menginginkan ada 3 orang direksi dan 3 orang komisaris. Padahal dalam aturan sebelumnya minimal cuma satu orang.

Bagi platform yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, maka wajib memiliki paling sedikit satu orang dewan pengawas syariah. Dalam belied sebelumnya, hal ini belum diatur.

Selain itu, regulator menginginkan agar P2P lending berupaya menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap selama tiga tahun pertama. Tahapannya 15% pada tahun pertama, 30% tahun kedua, dan minimal 40% di tahun ketiga.

Tak hanya itu, jumlah pendanaan di luar jawa harus ditingkatkan, lantaran dalam rancangan aturan baru minimal 25% dalam tiga tahun secara bertahap. Rinciannya, 15% pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua, dan minimal 25% pendanaan ke luar jawa pada tahun ketiga.

Pada aturan sebelumnya, kewajiban penyaluran pinjaman ke sektor produktif dan pendanaan ke luar jawa belum diatur. OJK juga mempertegas agar industri meningkatkan perlindungan data pribadi pengguna.

Baca Juga: AFPI: Restrukturisasi pinjaman terdampak Covid-19 di P2P lending Rp 537,9 miliar

OJK juga meningkatkan mitigasi risiko yang ada di fintech P2P lending mencakup risiko operasional, reputasi, hukum, fraud, dan risiko lainnya yang berdasarkan model bisnis penyelenggara. Regulator juga mengatur terkait kerja sama pertukaran data.

Memang OJK memperbolehkan terjadinya pertukaran data dengan penyelenggara pendukung teknologi lainnya guna meningkatkan kualitas industri. Namun hal itu harus mendapatkan restu terlebih dahulu dari OJK.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membukukan secara total penyaluran fintech tumbuh 113,05% yoy menjadi Rp 128,7 triliun hingga kuartal III 2020. Akumulasi rekening peminjam tumbuh 103,46% yoy menjadi 29,21 juta. Sedangkan, akumulasi rekening lender tumbuh 21,99% yoy menjadi 681.632 entitas.

Adapun outstanding pinjaman tumbuh 24,88% yoy menjadi Rp 12,71 triliun hingga kuartal III 2020. Sedangkan penyaluran pinjaman baru secara nasional pada September 2020 tumbuh 25,06% yoy menjadi Rp 47,2 triliun.

Baca Juga: OJK bakal masukkan P2P lending ke dalam aturan soal restrukturisasi, apa alasannya?

Kinerja fintech P2P lending itu telah dijalani oleh 156 entitas yang terdiri dari 33 perusahaan berizin dari OJK dan sisanya masih berstatus terdaftar. Sedangkan secara prinsipnya, sebanyak 144 fintech menjalani bisnis konvensional dan 11 lainnya menjalankan bisnis dengan kaedah syariah.

Selanjutnya: P2P lending akan dimasukkan dalam POJK 14 tahun 2020, begini tanggapan AFPI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×