kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.313   10,00   0,06%
  • IDX 7.192   51,54   0,72%
  • KOMPAS100 1.027   0,61   0,06%
  • LQ45 779   -0,14   -0,02%
  • ISSI 237   2,91   1,24%
  • IDX30 402   -0,27   -0,07%
  • IDXHIDIV20 464   1,04   0,22%
  • IDX80 116   0,22   0,19%
  • IDXV30 118   1,12   0,95%
  • IDXQ30 128   -0,16   -0,12%

Meski DPK Masih Melambat, Bank Digital Tegaskan Likuiditas Masih Memadai


Rabu, 16 Juli 2025 / 21:50 WIB
Meski DPK Masih Melambat, Bank Digital Tegaskan Likuiditas Masih Memadai
ILUSTRASI. Bagi para pengguna setia BCA Digital alias sobatblu, ini adalah kesempatan emas untuk memaksimalkan tabungan untuk mencapai kedewasaan finansial. blu by BCA Digital pun hadir dengan lima tips cerdas untuk membantu para sobatblu menabung lebih efektif jelang pergantian tahun.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat masih melambat. Bank Indonesia (BI) mencatat, DPK industri perbankan pada Mei 2025 melambat, yang mana hanya tumbuh 3,9% year-on-year (yoy). Padahal, pada bulan sebelumnya tumbuh 4,4 yoy.

Merespon kondisi ini, bank digital menyampaikan pihaknya masih optimistis. Salah satunya ialah PT Krom Bank Indonesia Tbk. Krom Bank mencatatkan kinerja dana pihak ketiga (DPK) yang tercatat tumbuh 44,7% secara year-to-date (ytd) pada kuartal I-2025.

Presiden Direktur Krom Bank Anton Hermawan menyampaikan bahwa guna meningkatkan pertumbuhan DPK, pihaknya terus berupaya meningkatkan jumlah nasabah baru lewat penawaran interest rate yang menarik.

Selain itu, ia mengatakan bahwa penyaluran kredit Krom Bank tumbuh sebesar 17,7% secara year-to-date pada kuartal I-2025 dengan rasio kredit macet atau kerap disebut Non-Performing Loan (NPL) gross tetap terjaga dibawah rata-rata industri, yakni 2,82%.

“Oleh sebab itu, di tengah tantangan pertumbuhan industri yang melambat, kami tetap optimistis pertumbuhan DPK yang positif," tutur Anton kepada Kontan, Rabu (16/7).

Tak hanya itu saja, Anton juga merasa bahwa kondisi likuiditas industri perbankan saat ini tengah berada dalam situasi yang relatif ketat. Hal ini tercermin dari peningkatan tekanan pada sumber pendanaan, baik akibat penyesuaian suku bunga acuan (BI rate) maupun dinamika aliran dana di pasar keuangan domestik dan global. 

Baca Juga: Ditopang Dana Murah, DPK BCA Tumbuh 5,56% Jadi Rp 1.115 Triliun pada Mei 2025

"Hal ini berdampak kepada kompetisi dalam penghimpunan dana pihak ketiga juga mengalami peningkatan, yang berimplikasi pada strategi pricing dana dan manajemen aset hingga liabilitas," ucapnya.

Meskipun begitu, Anton masih percaya bahwa industri perbankan digital secara umum masih menunjukkan kemampuan yang memadai dalam menjaga rasio likuiditas pada level yang sesuai dengan ketentuan regulator. 

"Krom Bank juga terus melakukan penyesuaian strategi guna memastikan kecukupan likuiditas, menjaga stabilitas sistem keuangan, serta mendukung fungsi intermediasi secara berkelanjutan," katanya.

Sebagai informasi tambahan, perhitungan LCR (Liquidity Coverage Ratio) Krom Bank posisi Maret 2025 adalah sebesar 1915%. Ini masih jauh di atas batas minimum yang ditentukan OJK yaitu 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kecukupan likuiditas Krom Bank memadai dan mampu memenuhi kebutuhan likuiditas.

Sejalan dengan ini, PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) membeberkan bahwa likuiditasnya masih dalam kondisi yang terjaga. Direktur Keuangan Bank Raya Rustarti Suri Pertiwi menyampaikan bila sampai dengan saat ini Bank Raya masih menjaga kondisi likuiditas yang relatif baik, terlihat dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) tercatat sebesar 87,78% per Maret 2025.

Baca Juga: Krom Bank Optimistis DPK Tumbuh Positif dan Likuiditas Memadai

"Kami juga melihat bahwa pertumbuhan DPK yang melambat menjadi tantangan bagi industri perbankan termasuk Bank Raya. Namun, yang terus Bank Raya jaga adalah kondisi likuiditas, dan sampai dengan saat ini Bank Raya masih menjaga kondisi likuiditas yang relatif baik," kata Rustarti.

Ada pun RIM (Rasio Intermediasi Makroprudensial) Bank Raya sebesar 91,31% serta rasio LCR (Liquidity Coverage Ratio) dan NSFR (Net Stable Funding Ratio) masing-masing berada di atas 100%, yaitu 351,18% dan 153,44%.

Terkait pertumbuhan DPK, Bank Raya juga memprioritaskan pertumbuhan dana murah atau CASA (Current Account Saving Account), terutama digital saving. Rustarti mencatat, sampai dengan posisi Maret 2025, dana digital saving Bank Raya tercatat sebesar Rp 1,4 Triliun atau tumbuh 55% yoy.

Ia kemudian menjelaskan mengenai tantangan yang dihadapi Bank Raya dalam menumbuhkan digital saving, ialah kemampuan untuk terus berinovasi dan menghadirkan produk yang relevan dengan kebutuhan nasabah dan masyarakat. Peluang ini dijadikannya pula sebagai strategi dalam menjaring nasabah baru dan meningkatkan DPK.

Beberapa inovasi yang dihadirkan oleh Bank Raya ialah digital saving melalui Raya App, yang banyak menawarkan fitur opsi pengelolaan keuangan seperti Saku Personal dan Saku Bisnis. Ada juga pengelolaan keuangan secara kolektif melalui Saku Bareng.

Baca Juga: DPK Perorangan Alami Stagnasi, Masyarakat Masih Memilih Makan Tabungan

Raya App juga memiliki opsi menabung jangka panjang dengan tenor yang lebih fleksibel, misalnya di fitur Saku Jaga dengan bunga sampai dengan 6% per tahun.

Lebih lanjut, guna menjaring nasabah baru dan meningkatkan DPK, selain dengan terus berinovasi menciptakan produk dan layanan yang relevan dengan kebutuhan nasabah, Bank Raya juga melakukan optimalisasi sinergi di ekosistem BRI Group serta aktif mendorong perluasan customer experience untuk berbagai produk seperti QRIS Bisnis dan Saku Bisnis melalui cluster-cluster komunitas pelaku usaha di berbagai daerah.

Kedua bank digital di atas, Krom Bank beserta Bank Raya, memandang bahwa transaksi berbasis bank digital makin bertumbuh di tengah-tengah masyarakat.

Anton menyebut, bahwa hingga saat ini bank digital masih amat diminati oleh kalangan masyarakat, karena dinilai sebagai instrument keuangan yang menawarkan beragam kemudahan akses dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di era sekarang.

Mirip-mirip, Rustarti memandang bahwa ada berbagai segmen yang bisa disasar oleh bank digital. Bagi Bank Raya sendiri, yang mana termasuk ke dalam BRI Group, segmen UMKM menjadi sasaran utama. 

Rustarti melihat bahwa makin banyak kemudahan dan fitur yang ditawarkan oleh bank digital, bakal selaras dengan semakin bertumbuhnya transaksi digital di seluruh lapisan masyarakat. Sejalan pula dengan semakin bertumbuhnya bisnis industri perbankan digital.

Bersamaan dengan ini, nasabah anak usaha PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Digital BCA alias blu by BCA juga terlihat merangkak. Blu by BCA mencatat jumlah nasabah telah hampir mencapai 3 juta pengguna per Juli 2025. 

Kenaikan nasabah ini terhitung cepat, mengingat pada November 2024 lalu nasabah blu by BCA masih di kisaran 2,3 juta pengguna.

Baca Juga: DPK Perbankan Tumbuh 4,4% YoY, Segmen Individu Tercatat Stagnan

Direktur Utama BCA Digital Lanny Budiati memaparkan jumlah nasabah blu by BCA itu didominasi segmen generasi milenial dan generasi Z yang mencapai 90% dari keseluruhan nasabah.

"Dari perspektifnya blu, kami punya hampir 3 juta nasabah, dan hampir 90%-nya adalah gen Z dan milenial," beber Lanny.

Kondisi inilah yang mendorong blu by BCA sebagai pemain bank digital di Indonesia juga turut melakukan beragam inovasi dan memberdayakan banyak fitur-fitur baru yang selaras dengan kebutuhan masyarakat. 

Terbaru, blu by BCA berkolaborasi dengan Transjakarta untuk mempermudah pembayaran. Kolaborasi ini dilayangkan lantaran pihaknya mencatat banyak nasabah yang berdomisili di Jakarta. Hal ini guna mendukung transformasi digital di sektor layanan publik, serta menjawab kebutuhan generasi muda masa kini yang menggunakan transportasi umum.

Serupa, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda melihat sinyal yang positif dari industri perbankan digital di Indonesia. Menurutnya, iklim bank digital meningkat cukup tajam.

Bahkan, ia menilai ekosistem bank digital, terutama yang terintegrasi dalam platform digital lainnya, mempunyai sentimen yang positif.

Baca Juga: DPK Tumbuh Melambat di Awal Tahun 2025, Ini Instrumen Pilihan Masyarakat

"Model bisnis yang terintegrasi dengan bisnis digital mempunyai peluang berkembang karena perkembangan inovasi yang cukup baik. Bank Jago bisa digunakan di platform Gopay, dan mengembangkan Gopay Tabungan by Jago, ataupun platform dompet digital lainnya dengan masing-masing produk tabungannya," tutur Nailul.

Bagi Nailul, inovasi seperti ini ditunjang oleh permintaan yang tinggi oleh penduduk usia muda Indonesia yang dominan. Sebab, penduduk muda tidak lagi tertarik kepada layanan berbasis tatap muka.

Kebutuhan layanan digital inilah yang membuat sebagian bank konvensional membuat bank digital. Mereka bisa mengembangkan bisnisnya untuk ke penduduk usia muda. Sedangkan perbankan konvensional masih bisa fokus untuk layanan konvensionalnya. 

"Jadi pangsa pasar menguat tanpa mengorbankan pengguna yang konvensional," tambahnya.

Bagi bank digital, dana murah bisa didapatkan dengan cara yang lebih mudah. Mereka karena sudah punya ekosistem digital sebelumnya, sehingga akan lebih mudah untuk mengintegrasikan layanan. Masyarakat juga semakin mudah dalam mendapatkan rekening perbankan. Layanan investasi juga semakin mudah dilakukan di dompet digital. 

Namun demikian, Nailul menyoroti, persepsi masyarakat terkait keamanan dompet digital juga akan menjadi hambatan. 

"Keamanan perbankan akan dipercaya oleh masyarakat. Namun dompet digital belum tentu bisa dipercaya oleh masyarakat," pungkasnya.

Baca Juga: Mengintip Kondisi Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Mini dan Strategi Menumbuhkannya

Selanjutnya: DPR Setuju Tambah Anggaran Badan Penyelenggara Produk Halal Rp 2,1 Triliun pada 2026

Menarik Dibaca: Depo Bangunan Gelar Undian dengan Total Hadiah Rp 16 Miliar hingga 2026

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×