kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.284.000   34.000   1,51%
  • USD/IDR 16.595   -40,00   -0,24%
  • IDX 8.169   29,39   0,36%
  • KOMPAS100 1.115   -0,85   -0,08%
  • LQ45 785   2,96   0,38%
  • ISSI 288   0,88   0,31%
  • IDX30 412   1,48   0,36%
  • IDXHIDIV20 463   -0,53   -0,11%
  • IDX80 123   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 129   -0,13   -0,10%

Akselerasi Pertumbuhan DPK Perbankan Tak Berasal dari Kelas Menengah Bawah


Kamis, 21 Agustus 2025 / 20:07 WIB
Akselerasi Pertumbuhan DPK Perbankan Tak Berasal dari Kelas Menengah Bawah
ILUSTRASI. DPK Perbankan: Teller menghitung uang di Bank Mandiri, Jakarta, Senin (11/8/2025). Dalam dua bulan terakhir, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mencatat pertumbuhan signifikan, meski penyaluran kredit masih konsisten melambat.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam dua bulan terakhir, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mencatat pertumbuhan signifikan, meski penyaluran kredit masih konsisten melambat.

Hingga Juli 2025, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan DPK perbankan mencapai 7% secara tahunan (YoY), tertinggi sepanjang tahun berjalan. Angka ini juga melampaui pertumbuhan tahun 2024 yang hanya sebesar 4,48% YoY.

Namun, akselerasi DPK lebih banyak ditopang oleh simpanan korporasi ketimbang simpanan masyarakat. Jika ditelisik lebih jauh, peningkatan terjadi terutama pada simpanan di atas Rp 5 miliar, yang umumnya merupakan dana korporasi.

Baca Juga: Meski DPK Masih Melambat, Bank Digital Tegaskan Likuiditas Masih Memadai

Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, per Juli 2025 simpanan di atas Rp 5 miliar tumbuh 9,4% YoY, naik dibanding Juni 2025 sebesar 9,2% YoY dan jauh lebih tinggi dari Desember 2024 yang hanya tumbuh 4% YoY.

Sebaliknya, simpanan di bawah Rp100 juta justru menunjukkan perlambatan. Per Juli 2025, pertumbuhan hanya 4,8% YoY, turun dari 4,9% YoY pada Juni 2025 dan lebih rendah dibanding Desember 2024 yang mencapai 5,1% YoY.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai ada beberapa faktor yang membuat DPK terakselerasi di tengah perlambatan kredit. Salah satunya adalah dorongan kebijakan fiskal.

“Kebijakan fiskal yang ekspansif pada akhirnya mendorong peredaran kas ke rekening sektor publik. Pada tahap awal banyak mengalir ke giro atau tabungan, baru kemudian tersaring ke belanja atau penempatan lanjutan,” ujarnya.

Baca Juga: DPK Perbankan Tumbuh 4,4% YoY, Segmen Individu Tercatat Stagnan

Selain itu, Josua juga melihat dampak aliran valuta asing (valas) eksportir yang dikonversi. BI melaporkan 80% devisa hasil ekspor kini dikonversi ke rupiah.

“Sebagian menjadi dana operasional korporasi yang sementara parkir sebagai simpanan bank sebelum dibelanjakan, turut menambah likuiditas rupiah,” jelasnya.

Namun, Josua mengingatkan bahwa perbaikan likuiditas saat ini masih terbatas. Artinya, kelonggaran likuiditas belum dirasakan merata di seluruh bank maupun segmen dana.

“Secara sistemik likuiditas bukan kendala utama, kendati distribusinya masih ketat pada sebagian bank yang bergantung pada deposito berbiaya tinggi,” tambahnya.

Baca Juga: Dibayangi Tekanan Likuiditas, Sejumlah Bank Besar Ramai Terbitkan Obligasi

Riset BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) pada 21 Agustus 2025 mengingatkan potensi risiko bagi perbankan jika terlalu bergantung pada dana korporasi.

Hal ini berkaitan dengan target penerimaan pajak tahun fiskal 2026 yang ditetapkan pemerintah naik 9,8%, dengan kenaikan penerimaan pajak sebesar 13,5%.

BRIDS menilai, peningkatan pembayaran pajak akan mendorong aliran dana dari sektor swasta ke rekening pemerintah di BI. Kondisi ini berpotensi mengurangi sementara likuiditas perbankan.

Dampak terhadap perbankan, menurut BRIDS, akan bergantung pada keseimbangan antara pengetatan likuiditas akibat pembayaran pajak dengan dorongan belanja fiskal, serta pada timing aliran dana tersebut.

“Dalam skenario terbaik, likuiditas swasta hanya mengalami penurunan singkat sebelum aliran balik fiskal yang cepat kembali mendukung momentum pertumbuhan,” ungkap BRIDS.

Baca Juga: Laju Pertumbuhan DPK Kian Lambat, Ini Kondisinya di Sejumlah Perbankan

Direktur Network and Retail Funding BTN, Rully Setiawan, mengakui pertumbuhan DPK di industri perbankan saat ini terutama dipengaruhi oleh setoran dana pemerintah. Biasanya, belanja pemerintah memang lebih besar pada semester II dibanding semester I.

Menurutnya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto juga terus menekankan dukungan terhadap sejumlah program prioritas, termasuk pembangunan perumahan nasional.

Kendati demikian, Rully menegaskan likuiditas tetap perlu mendapat perhatian. “Untuk BTN, likuiditas sangat penting, sehingga prinsip BTN adalah pertumbuhan kredit akan selalu mengikuti kondisi likuiditas,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Network and Retail Funding BNI, Rian Kaslan, menyatakan tren pertumbuhan DPK industri, termasuk BNI, menunjukkan arah positif seiring kebijakan moneter.

Peningkatan terutama ditopang oleh pertumbuhan dana murah atau CASA, baik dari giro maupun tabungan.

Baca Juga: Meski Membaik, Permasalahan Likuiditas Tetap Membayangi Bank-Bank Raksasa RI

Rian menambahkan, kepercayaan nasabah korporasi dan ritel yang menempatkan dananya di BNI turut mendorong pertumbuhan, sementara deposito tumbuh lebih moderat.

“Secara umum, kondisi likuiditas BNI saat ini dalam posisi yang sehat dan terjaga,” pungkasnya. 

Selanjutnya: OTT Wamenaker Noel Membuka Tabir Maraknya Praktik Pemerasan Sertifikat K3

Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (22/8), Provinsi Ini Siaga Waspada Hujan Lebat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×