Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbeda dengan lima tahun ke belakang, aksi akuisisi oleh investor asing terhadap industri perbankan tanah air telah semakin pudar.
Di sisi lain, kinerja bank-bank milik investor asing di tanah air, terutama yang baru, juga belum menunjukkan kinerja yang maksimal.
Jika mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hingga posisi Desember 2024, pangsa pasar bank asing dan kantor cabang bank asing di perbankan Indonesia baru mencapai 24,96%. Angka tersebut hanya naik tipis dari posisi Desember 2023 yang mencapai 24,70%.
Sementara itu, kontribusi pada penyaluran kredit bank-bank tersebut juga baru sebesar Rp 1.724,48 triliun atau 22,03% dari total penyaluran kredit perbankan Indonesia. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai sebesar Rp 1.920,58 triliun atau 21,73% dari total penghimpunan DPK perbankan nasional.
Baca Juga: Melihat Pergerakan Saham Bank-bank Milik Investor Asing Pasca Penuhi Free Float
Adapun, salah satu bank miliki investor asing yang tengah berupaya meningkatkan kinerjanya adalah PT Bank KEB Hana Indonesia. Di mana, aset bank milik investor Korea Selatan ini masih senilai Rp 49,81 triliun per Januari 2025.
Meski demikian, Direktur Kredit Hana Bank Andre Santoso mengungkapkan bahwa kinerja bank tersebut masih sejalan dengan harapan dari pemegang saham. Terlebih, pertumbuhan kredit Hana Bank di Januari 2025 juga mencapai 12,46% YoY, lebih tinggi dari industri yang mencapai 10%.
“Cuma kalau tahun ini memang induk kita di Korea minta kinerja digenjot lagi agar kinerja Hana Bank secara grup bisa bagus secara konsolidasi,” ujar Andre kepada KONTAN, Senin (10/3).
Andre pun menambahkan selama ini Hana Bank banyak menyasar kredit-kredit korporasi. Meski demikian, ia menegaskan bahwa tidak semata-mata korporasi yang diberi kredit banyak untuk yang berasal dari Korea Selatan.
Baca Juga: Pasar Makin Ramai, Begini Kinerja Bank Besutan Investor Korea di Tanah Air
Ia bilang selama ini kredit ke perusahaan-perusahaan Korea Selatan justru porsinya tidak signifikan. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit ke perusahaan asal negeri gingseng hanya sekitar 30% dan sisanya untuk korporasi-korporasi tanah air.
“Dari nasabah-nasabah yang kita lihat, segmen masalah tambang itu mereka cukup tumbuh, untuk yang tekstil mereka agak susah karena ada kompetisi, jadi harus selektif,” tambah Andre.