Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan asuransi Administrative Service Only (ASO) di fintech peer to peer (P2P) lending untuk memitigasi risiko gagal bayar sepertinya masih menimbulkan tanda tanya besar.
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sempat menyatakan bahwa tak diperkenankan menggunakan asuransi ASO di fintech lending.
"ASO itu sebenarnya tidak diperkenankan, kalau ketangkap, ya, kena. Kami tidak mendorong untuk menggunakan ASO," ungkap Ketua AAUI Budi Herawan saat konferensi pers Rabu (28/2).
Baca Juga: Di Tengah Tren Gagal Bayar, Pinjaman Sejumlah Fintech Lending Masih Merekah
Budi menyebut beberapa kali telah berbicara dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai penggunaan asuransi di fintech lending.
Dia tak memungkiri memang angka trankaksional industri fintech lending luar biasa sampai triliunan.
"Kami masih berperan di situ, saya berpendapat ruang transaksional itu ibaratnya berada di awang-awang, yakni mampir tidak mampir, karena by digital semua. Default-nya itu memang kami di asuransi umum masih mencoba merumuskan, apakah ASO masuk kepada kategori asuransi pembiayaan atau kata lainnya financial. Masih dalam kajian. Saya juga ditantang OJK, coba dari situ apakah asuransi umum bisa mengambil porsi berapa preminya," ungkapnya.
Baca Juga: OJK Terbitkan Tiga SEOJK untuk Fintech Lending, BP Tapera dan PPSP, Apa Isinya?
Budi menyampaikan pihaknya memang agak kesulitan karena banyak sekali persoalan di fintech lending, sedangkan OJK sekarang sedang kewalahan mengatur fintech lending.
Mengenai penggunaan ASO, Budi menyatakan asosiasi paling hanya bisa mengimbau, tetapi kewenangan menindak ada di OJK kalau ada yang menggunakan ASO tersebut.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwiyanto menyebut penggunaan ASO menjadikan perusahaan asuransi sebagai administrasi saja, tetapi tidak menanggung risiko.
"Artinya, asuransi ada di depan, tetapi di belakangnya ada perusahaan atau lembaga yang menjalankan atau menutup risiko tersebut," ungkapnya kepada Kontan, Senin (26/2).
Baca Juga: AAUI Sebut Skema ASO Membuat Perusahaan Asuransi Tak Menanggung Risiko
Bern mengatakan ASO memang bisa dijadikan solusi untuk menjamin kredit di industri fintech peer to peer (P2P) lending. Sebab, kata dia, rate yang dikenakan asuransi dibandingkan dengan tingkat bunga yang dibebankan ke debitur relatif kecil.
Meskipun demikian, Bern tak memungkiri ada beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan terhadap skema ASO.
Dia menyebut perusahaan asuransi masih ada keraguan terhadap pengelolaan risiko di fintech lending karena perusahaan asuransi melihat asesmen atau proses screening untuk calon nasabah belum dilakukan secara mendalam dan hanya melalui sistem atau aplikasi sehingga ada risiko yang timbul.
"Selain itu, beberapa fintech P2P lending juga mengenakan bunga tinggi. Adapun bunga tinggi itu menandakan tingginya risiko kredit tersebut," ujarnya.
Baca Juga: Hindari Gagal Bayar, OJK Dorong Tata Kelola Fintech
Bern menambahkan, kebanyakan kredit itu tidak ada agunannya sehingga jika terjadi gagal bayar, asuransi menjadi opsi terakhir dalam risiko kredit fintech lending tersebut.
"Dengan demikian, perusahaan asuransi sebaiknya harus lebih berhati-hati lagi dalam hal tersebut," kata Bern.
Sementara itu, OJK menyampaikan bahwa ASO tak digunakan untuk cover kredit di fintech lending, melainkan untuk asuransi kesehatan.
"Menurut saya, ASO itu untuk asuransi kesehatan, bukan untuk cover kredit yang diberikan oleh fintech lending," kata Deputi Komisioner Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila kepada Kontan.co.id.