Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Test Test
JAKARTA. Persaingan di industri asuransi properti kian sengit. Banyaknya pemain dan pasar yang kian terbatas, memaksa sejumlah perusahaan penyedia produk asuransi properti mulai membanting tarif premi mereka. Hal ini mereka lakukan demi menggaet nasabah.
Sejumlah perusahaan asuransi properti penyedia produk penjamin risiko kebakaran dan atau gempa bumi misalnya, hanya mengenakan premi sebesar 0,1% sampai 0,3% dari total nilai pertanggungan. "Premi produk asuransi properti saat ini sangat murah, bahkan boleh dibilang hampir tidak ada harganya," ujar Pratomo, Direktur Asuransi Adira Dinamika kepada KONTAN, kemarin (13/10).
Padahal, apabila risiko yang mereka jamin benar-benar terjadi, nilai kerugian yang bakal ditanggung perusahaan tak terbilang besarnya. Apalagi, jika tanpa dukungan dari perusahaan reasuransi. "Bisa-bisa, seluruh premi digerogoti hanya dengan satu kali klaim atas risiko yang dijamin," lanjut Pratomo.
Direktur Asuransi Jaya Proteksi Nicolaus Prawiro mengungkapkan, ada sejumlah perusahaan asuransi yang melakukan praktik kecurangan. Mereka misalnya menaikkan premi asuransi properti untuk risiko gempa dan membebaskan premi untuk risiko kebakaran.
Kendati tanpa menyebutkan angka pasti, Nicolaus mengklaim, pihaknya masih menggunakan perhitungan konservatif dalam menentukan premi. Walaupun, kondisi yang muncul saat ini memaksa perusahaan asuransi umum ini juga menurunkan tarif serendah-rendahnya agar bisa mengikuti persaingan.
Pada akhirnya demi menekan kerugian pada bisnis asuransi properti, baik Adira Insurance maupun Asuransi Jaya Proteksi berupaya memperbesar portofolio bisnis mereka yang lain. Seperti penjaminan risiko kendaraan bermotor, baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat. Maklum, bisnis otomotif di tahun ini terbilang cerah, seiring kenaikan penjualan kendaraan di dalam negeri.
Membayar klaim hingga Rp 3,5 triliun
Meski mengalami persaingan usaha yang ketat, industri asuransi properti yang menanggung kerugian akibat bencana alam gempa bumi masih memiliki harapan lewat keberadaan PT Asuransi Maipark Indonesia. Sebab, perusahaan asuransi ini memang khusus menanggung kerugian akibat gempa bumi. Maklum, perusahaan ini didirikan oleh para pelaku industri asuransi terutama yang menyasar sektor properti.
Dengan berbagai kejadian gempa bumi di Tanah Air kurun empat tahun terakhir, Maipark harus membayar kerugian cukup besar. "Besar kerugian yang harus kami bayar akibat bencana gempa bumi selama empat tahun sekitar Rp 3,5 triliun," ujar Frans Y Sahusilawane, Direktur Utama Maipark.
Jumlah itu terdiri dari kerugian gempa bumi di Bantul, Yogyakarta pada 2006 sekitar Rp 300 miliar, gempa bumi di Padang, Bengkulu, dan Tasikmalaya di 2007 sebesar Rp 200 miliar dan gempa bumi di Padang pada tahun 2009 sebesar Rp 3 triliun. "Bayangkan apabila kerugian hanya menimpa satu perusahaan asuransi, saya kira seluruh preminya akan tergerus," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News