kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Awasi pelaksanaan kode etik bisnis, Asosiasi Fintech bentuk komite etik


Senin, 23 Juli 2018 / 17:43 WIB
Awasi pelaksanaan kode etik bisnis, Asosiasi Fintech bentuk komite etik
ILUSTRASI. Konpers Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH)


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) berencana bakal membentuk Komite Etik, yaitu lembaga independen yang berperan mengawal pelaksanaan kode etik industri financial technology (fintech) di Indonesia.

Direktur Kebijakan Publik Aftech Aji Satria Sulaeman mengatakan, komite etik tersebut akan dipimpin oleh Dewan Etik yang terdiri tiga advokat berpengalaman. Sayangnya, ia belum mau terbuka siapa saja advokat yang dipilih asosiasi untuk menangani kode etik fintech.

“Nominasinya ada tiga orang, nanti tunggu sajalah siapa saja dewan komite etik tersebut,” kata Aji di Jakarta, belum lama ini.

Ia mengaku, alasan pembentukan komite etik ini setelah ramai pemberitaan terkait perusahaan fintech RupiahPluas yang melakukan penagihan utang yang cenderung merugikan debitur. Apalagi, asosiasi sudah mengamini pelanggaran yang dilakukan RupiahPlus menyalahi kode etika Aftech.

Selain itu, Asosiasi juga akan membentuk tim kerja yang khusus menyiapkan standar operasional prosedur (SOP) atau standarisasi pinjaman perusahaan fintech lending. Terkait hal ini, asosiasi telah menunjuk Sunu Widyatmoko sebagai Ketua Sub Pinjaman Harian.

“Sebanyak 18 penyelenggaran fintech sepakat mengangkat beliau sebagai Ketua Sub Harian bidang Pinjaman. Jadi di asosiasi bertambah satu orang lagi untuk bertanggungjawab,” ungkapnya.

Secara informal, ada sekitar delapan perusahaan fintech yang berinisiatif membagi data peminjam bermasalah kepada anggota fintech lain. Pembagian data tersebut bertujuan untuk meminimalisir risiko kredit macet.

“Ada sekitar delapan perusahaan yang mempunyai project untuk melakukan sharing data nasabah yang di blacklist atau fraud. Dari data ini jangan sampai lending lain juga mengalami masalah fraud karena mereka tidak bayar,” jelasnya.

Berdasarkan data peminjam delapan fintech tersebut, ternyata risiko kredit macet sekitar 50% dari peminjam yang gagal melunasi kredit.

Di sisi lain, ia menyebut kode etik industri fintech telah rampung dan kini masih menunggu persetujuan final dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terkait hal ini, pemerintah dinilai telah memberikan persetujuan atas penerapan kode etik tersebut.

“Kode etik sudah selesai dan sudah mendapatkan persetujuan izin final dari OJK. Mereka sudah memberika dua kali persetujuan, yang berarti sudah beres dan bisa kami bagi dengan yang lain,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×