Reporter: Roy Franedya, Nina Dwiantika, Nurul Kolbi |
JAKARTA. Meskipun yield atau bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) cenderung terus menurun, bank masih saja menempatkan kelebihan likuiditas mereka pada instrumen moneter tersebut. Berdasarkan lelang SBI 9 bulan Kamis (10/11), BI menyerap likuiditas di pasar sebesar Rp 8,94 triliun. Ini lebih tinggi dari target indikatif yang hanya Rp 5 triliun.
Dalam lelang tersebut, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 22,42 triliun. Artinya, sebesar 4,4 kali di atas target indikatif BI. Permintaan rate berkisar antara 4,9% -5,9%.
Namun, BI hanya memberikan bunga rata-rata sebesar 5,22%. SBI yang memiliki masa wajib tahan selama enam bulan (six month holding period) ini akan jatuh tempo pada 9 Agustus 2012.
Jika dibandingkan hasil lelang SBI sebelumnya, pada 12 Oktober 2011, bunga SBI kali ini sudah lebih rendah. Ketika itu, BI memberikan imbal hasil 5,9%. "Bank tetap bersedia menempatkan dana jangka panjang mereka, meski yield terus turun. Artinya, rate segitu masih menarik di mata bank," kata Difi Ahmad Johansyah, Kepala Biro Humas BI.
Pengamat perbankan, Paul Sutaryono mengatakan, hasil lelang ini menunjukkan perbankan ingin mengamankan pendapatan yang berasal dari tresuri. Mereka yakin, ke depan bunga SBI akan lebih rendah lagi dari saat ini. Jadi, lebih baik mengambil posisi sejak sekarang dengan mengunci dana di instrumen jangka panjang, agar pendapatan tresuri tetap tinggi. "Belum tentu sembilan bulan ke depan bunga SBI lebih tinggi, apalagi kecenderungan BI akan menerapkan suku bunga rendah," ujarnya.
BI rate dan inflasi
Ungkapan Paul bukan tanpa dasar. Gubernur BI Darmin Nasution pernah mengatakan, dalam menentukan BI rate, BI akan menggunakan selisih antara BI rate dengan inflasi sebagai acuan. BI menilai, selisih yang baik berkisar antara 1%-2%. Pada September 2011, rentang itu mencapai 2,15% dan Oktober 1,58%.
Kepala Divisi Tresuri Bank BNI, Nurul Eti Nurbaeti juga mengungkapkan hal serupa. Menurut dia, meningkatnya permintaan SBI merupakan antisipasi perbankan mendapatkan bunga yang baik. Maklum, bank memprediksi, BI rate bisa turun hingga 4%. "Jadi penempatan ini untuk menjaga pendapatan bank di tahun depan," ujarnya.
Sejak BI menerapkan kebijakan six month holding period dan penjarangan lelang, instrumen jangka pendek yang memberikan bunga yang bagus makin berkurang. Pilihannya hanya SBN 3 bulan dan Term Deposit (TD). Namun, TD kurang likuid, karena tidak memiliki secondary market, sementara SBI kebalikannya. "Jadi investasi diarahkan ke jangka panjang," terangnya.
Walaupun perbankan terus berburu SBI untuk mengamankan pendapatan mereka, bank sentral juga berusaha mengurangi ketergantungan bank pada SBI. Hal ini terlihat dari penurunan target indikatif dana yang diserap. Pada Oktober lalu, target indikatif lelang SBI mencapai Rp 12 triliun dan yang diserap Rp 13,84 triliun
Deputi Gubernur BI, Ardhayadi Mitroatmodjo menyampaikan, dalam menjaga stabilitas moneter, BI memiliki hitung-hitungan berapa jumlah likuiditas yang perlu diserap oleh bank sentral dari pelaksanaan lelang SBI. Jika ekses likuiditas melimpah, BI perlu menyerap lebih besar, agar dana-dana tersebut tidak berkeliaran di tempat lain, sehingga tidak mengganggu perekonomian.
Jika perbankan semakin menyadari bahwa SBI adalah instrumen moneter bukan investasi, bank akan menjadi agen ekonomi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan global, imbas krisis di Amerika Serikat (AS) dan Zona Euro. "Bank perlu meningkatkan fungsi intermediasi dengan lebih banyak menyalurkan kredit," tambah Ardhayadi. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News