Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank menyebut telah mendapatkan tawaran pendanaan berupa valuta asing dari pasar global. Alasannya, dikarenakan likuditas di pasar global saat ini dinilai melimpah. Dus, bank yang mendapatkan tawaran paling banyak antara lain bank-bank plat merah.
Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Herry Sidharta pernah mengungkapkan bahwa pihaknya sempat mendapatkan tawaran pinjaman dollar dari China Development Bank (CDB) sebesar US$ 17 miliar.
Kendati demikian, Direktur Tresuri BNI Panji Irawan menyatakan pihaknya belum berencana untuk melakukan pinjaman valuta asing (valas) paling tidak sampai tahun ini. Catatan saja, BNI merupakan salah satu bank yang paling aktif dalam melakukan pinjaman berbentuk valas.
Menurut Panji, langkah tersebut dinilai wajar lantaran pihaknya memang memiliki sejumlah kantor cabang di 8 negara.
"Kami praktis memang memerlukan pinjaman dalam bentuk mata uang asing, karena untuk kebutuhan di offshore memang memerlukan itu di samping untuk kebutuhan kredit kami," kata Panji saat ditemui di kantornya, Kamis (16/11).
Asal tahu saja, dalam dua tahun terakhir BNI sendiri sudah melakukan pinjaman valas sebanyak US$ 1,25 miliar. Dengan rincian, pinjaman sebesar US$ 750 juta pada akhir tahun lalu dan US$ 500 juta di tahun 2017.
Panji menambahkan, dalam rencana bisnis bank (RBB) tahun 2018 mendatang perseroan juga sudah memasukan rencana pinjaman valas tersebut. Hanya saja, besaran keperluannya masih dalam perincian dan tergantung dengan kebutuhan.
Bocorannya, BNI memperkirakan akan mencari dana di pasar alias wholesale funding sebanyak US$ 1 miliar di tahun depan.
"BNI kan bukan bank domestik saja tapi juga global, tahun ini sudah tidak ada lagi. Tapi kalau tahun depan kami masukan RBB bisa dalam bentuk valas atau Rupiah. Sekitar US$ 1 miliar, sama seperti tahun lalu," ungkap Panji.
Selain melalui pinjaman valas, bank berlogo 46 ini juga sebenarnya masih memiliki emisi untuk melakukan penerbitan obligasi berkelanjutan sebanyak Rp 7 triliun sampai dengan pertengahan tahun 2019 mendatang.
Pun, kalau dilihat dari sisi likuditas sebetulnya BNI masih cenderung longgar. Tercermin dari besaran loan to funding ratio (LFR) yang berada di posisi 87,5% di kuartal III 2017 atau menurun dari tahun lalu di level 92,8%.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) tercatat masih tumbuh tinggi sebesar 16,9% secara year on eyar (yoy) dengan perolehan sebanyak Rp 480,53 triliun atau naik 78,65 triliun dalam setahun.
BNI tidak sendiri dalam opsi pendanaan dari valas ini. Sebelumnya, Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Iman Nugroho Soeko juga mengatakan ada niatan untuk melakukan pinjaman dari luar negeri.
Iman mengatakan tawaran tersebut datang dari beberapa bank asing antara lain CDB, ICBC, Standart Chartered dan DBS Singapura.
"Pasar internasional memang likuditasnya masih banyak, pinjaman valas itu hanya salah satu opsi," kata Iman, Selasa (14/11) lalu. Pun, jika memang diperlukan, BTN memungkinkan untuk menyarap pinjaman luar negeri sekitar US$ 100 juta sampai US$ 300 juta di tahun 2018 mendatang.
Hanya saja, untuk kasus BTN pihaknya sampai sejauh ini masih mengutamakan pinjaman berdominasi Rupiah, lantaran bisnis perseroan masih mayoritas memakai Rupiah.
"Kalau dihitung-hitung, pinjaman valas itu harus kita swap ke Rupiah. Cost yang dikeluarkan kurang lebih sama, jadi memang tergantung kebutuhan saja kalau likuditas mengetat," tambah Iman.
Sekadar informasi saja, mengacu pada laporan presentasi kuartal III 2017 bank yang fokus di kredit perumahan ini mencatat telah melakukan wholesale funding sebanyak Rp 14,38 triliun di sepanjang sembilan bulan pertama. Pinjaman tersebut antara lain didapat dari negotiable certificate of deposit (NCD), pinjaman bilateral, atau penerbitan obligasi.
Sementara itu, Pejabat Eksekutif PT Bank Mandiri Darmawan Junaidi juga menuturkan kalau pihaknya memang selalu melakukan pinjaman bilateral dalam valas untuk menjaga stabilitas di perseroan.
Menurutnya, hal ini hanya sebagai pelengkap saja sebagai liquidit profile Bank Mandiri sebagai bank devisa. Adapun, sejauh ini Darmawan bilang kalau likuiditas Mandiri masih cukup untuk menopang kinerja beberapa waktu ke depan.
"Biasanya Mandiri selalu ada pinjaman bilateral dalam valas untuk memelihara kecukupan likuditas sebagai bank devisa," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News