Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir tahun 2019, kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melandai. Merujuk data Bank Indonesia (BI) per Oktober 2019 kredit UMKM hanya tumbuh 9,38% secara year on year (yoy) menjadi Rp 1.106,03 triliun. Kendati melambat, rasio kredit bermasalah segmen ini masih cukup stabil secara tahunan di level 3,92% di periode Oktober 2019 lalu.
Bila dirinci, NPL kredit UMKM banyak disumbang dari segmen kredit usaha menengah yang mencapai 4,98%. Sementara untuk usaha mikro dan kecil ada di posisi 2,04% dan 3,98%.
Perbankan membenarkan bahwa di penghujung tahun, kredit UMKM cenderung melambat. Kepala Divisi Bisnis Usaha Kecil 2 PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Bambang Setyatmojo mengatakan hal tersebut disebabkan oleh ketatnya likuiditas perbankan.
Baca Juga: Likuiditas mumpuni, bank daerah siap ekspansi
"Pengaruhnya terhadap seluruh segmen kredit, bukan hanya UMKM saja," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).
Ia juga mengatakan, di tahun 2020 ini segmen UMKM masih akan sangat menantang, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang berniat mempercepat pengembangan UMKM di Tanah Air.
Langkah pemerintah itu sebenarnya juga sudah terbukti dengan menurunkan suku bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang semula 7% menjadi 6%. Tak hanya menurunkan bunga KUR, pemerintah juga menaikkan plafon KUR yang semula Rp 140 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 190 triliun di tahun 2020.
BNI juga sudah mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dalam menyalurkan KUR tahun ini. Adapun, jatah yang diperoleh BNI mencapai Rp 22 triliun atau meningkat 37,5% dari tahun 2019 yang sebesar Rp 16 triliun.
Lantaran KUR juga masuk ke dalam klasifikasi kredit UMKM, bank berlogo 46 ini praktis memberikan peluang bagi perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit.
Sebagai informasi tambahan, menurut catatan perseroan penyaluran kredit UMKM BNI per November 2019 sudah sebesar Rp 75 triliun, meningkat 13,7% dari periode November 2018. Kualitas NPL juga terjaga stabil di level 2,1%.
Sedikit berbeda, PT Bank Mandiri Tbk justru memandang kredit kecil khususnya UKM justru terbukti yang paling tahan terhadap gejolak ekonomi. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas juga mengatakan bahwa sektor UKM memang jadi salah satu mesin pertumbuhan bisnis.
Apalagi, Bank Mandiri diuntungkan dari banyaknya debitur korporasi besar. Tak jarang, Bank Mandiri memanfaatkan keunggulan tersebut dengan menggarap value chain dari sektor korporasi tersebut hingga ke UKM. "Bahkan sampai ke mikro dan konsumer," terang Rohan.
Lebih lanjut, bank berlogo pita emas ini menyebut potensi bisnis UKM ritel juga masih terbuka lebar, bahkan semakin baik dengan meluasnya pemasaran melalui sarana digital (e-commerce dan market place).
Baca Juga: Ketika UMKM didorong melantai di bursa efek
Adapun, penyaluran kredit UKM Bank Mandiri posisi November 2019 mengalami pertumbuhan yang bagus yaitu tumbuh 15,4% secara yoy dari Rp 69,27 triliun menjadi Rp 79,93 triliun.
Di luar itu, rasio NPL kredit UKM Bank Mandiri juga masih terjaga rendah di level 1,32%, sejalan dengan target di bawah 2%.
Bukan hanya bank besar saja, bank kecil seperti PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) juga faktanya masih membukukan realisasi kredit UMKM sebesar Rp 12,2 triliun di akhir 2019 lalu. Angka tersebut masih tumbuh sekitar Rp 1,08 triliun atau 9,6% secara tahunan.
Direktur Kepatuhan BWS I Made Mudiastra bilang, NPL sektor UMKM perseroan juga masih terjaga rendah di level 1,58%.
Pihaknya membenarkan bahwa segmen UMKM tengah menantang saat ini. Artinya, meski permintaan kredit baru tetap tinggi, perbankan mau tidak mau harus sangat selektif memberikan kredit.
"Tidak ada sektor yang kami hindari, yang penting selektif memilih," katanya.
Diharapkan, realisasi di tahun lalu masih bisa bertahan hingga penghujung 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News