Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program strategis pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG), belakangan ini menyita perhatian publik disebabkan munculnya sejumlah kasus keracunan makanan.
Menanggapi peristiwa itu, Pengamat Asuransi sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahyudin Rahman berpendapat asuransi untuk MBG penting direalisasikan.
"Munculnya risiko, seperti keracunan makanan, menunjukkan pentingnya perlindungan asuransi untuk program Makan Bergizi Gratis," ungkapnya kepada Kontan, Rabu (1/10).
Meski dirasa perlu, Wahyudin menilai masih ada sejumlah tantangan dalam mengimplementasikan asuransi untuk program MBG. Dia bilang perusahaan asuransi tentu membutuhkan persiapan teknis yang matang.
"Misalnya, pemetaan risiko, ruang lingkup yang dijamin dan dikecualikan, standar penyedia makanan, serta sistem klaim," ucapnya.
Baca Juga: Begini Strategi Zurich Asuransi Indonesia untuk Dorong Pertumbuhan Aset
Apabila nantinya asuransi untuk MBG sudah tersedia, Wahyudin menambahkan implementasinya bisa diterapkan secara bertahap pada satu titik sebagai pilot project, misalnya didahului wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Mengenai skema anggaran untuk asuransi MBG, Wahyudin menyampaikan sebaiknya ada dua opsi yang dapat diterapkan. Opsi pertama, yaitu premi ditanggung melalui subsidi dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) MBG sebagai bagian dari biaya program.
"Namun, penerapannya tidak cepat harus disetujui oleh pemerintah dan perlu adanya proses penunjukan perusahaan asuransi terlebih dahulu," tuturnya.
Wahyudin menerangkan opsi kedua, yaitu anggaran diambil dari beban Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) penyedia makanan. Dia menyebut skema itu dapat dimungkinkan untuk diterapkan dengan cepat.
"Selain itu, SPPG juga bertanggung jawab atas penyaluran dan pengawasan UMKM penyedia makanan. Badan Gizi Nasional (BGN) juga dapat mewajibkan pengelolaan asuransi terhadap SPPG dan UMKM penyedia makanan," kata Wahyudin.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan asuransi untuk program pemerintah, khususnya Makan Bergizi Gratis, masih didiskusikan dengan berbagai pihak saat ini.
Baca Juga: BGN: 10.012 Dapur Program Makan Bergizi Gratis Terbentuk per 1 Oktober 2025
"Masih diskusi terus. Memang pertanyaan pemerintah juga bagaimana cover asuransinya dan apa yang mau di-cover, itu penting," kata Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (30/9).
Iwan menambahkan sejauh ini mekanisme asuransi khusus MBG juga belum ditentukan, sehingga belum bisa menjelaskan lebih detil. Namun, dia hanya bilang seharusnya asuransi MBG itu juga perlu dukungan seluruh ekosistem baik asuransi maupun MBG-nya sendiri. Dengan demikian, ada nilai tambahnya untuk asuransi tersebut.
"Jadi, tak boleh hanya sekadar dapat premi. Apa nilai tambahnya di situ? Tentu itu yang kami pengin dorong. Jadi, kami tidak mau asuransi ada itu cuma kayak tambah biaya sehingga harus ada nilai tambahnya, seperti mengelola risikonya juga," ujarnya.
Sebelumnya pada Mei 2025, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) maupun Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sedang menyusun proposal awal terkait keterlibatan industri asuransi dalam upaya mendukung program pemerintah, termasuk program MBG.
"Saat ini, kami sedang berkoordinasi dengan asosiasi agar bisa menyampaikan proposal untuk dukungan industri asuransi terhadap program MBG," katanya saat konferensi pers RDK OJK, Jumat (9/5).
Untuk penyelenggaraan program MBG, Ogi menerangkan asosiasi telah mengidentifikasi berbagai risiko yang berpotensi dihadapi baik terkait penyediaan bahan baku, pengolahan, dan distribusi, serta hal yang menyangkut konsumen. Dia bilang ada beberapa risiko yang mungkin bisa didukung oleh asuransi, yaitu risiko food poisoning atau keracunan bagi para penerima MBG, seperti anak sekolah, ibu hamil, dan balita.
"Selain itu, risiko kecelakaan untuk para pihak yang menyelenggarkaan MBG, termasuk Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI), serta risiko terhadap satuan pelayanan pemenuhan gizi," tuturnya.
Lebih lanjut, Ogi bilang OJK dengan asosiasi tentunya akan membicarakan juga masalah terkait besaran santunan dan premi yang harus dibayarkan. Dia menambahkan OJK ingin memastikan bahwa besaran premi yang dikenakan untuk program MBG mungkin tak terlalu besar, sehingga bisa memenuhi harapan bagi beberapa risiko, seperti keracunan makanan atau kecelakaan kerja.
Ogi juga menyampaikan keterlibatan industri asuransi untuk berperan aktif dalam program pemerintah, termasuk MBG, diharapkan dapat mendorong penetrasi di industri asuransi.
Baca Juga: Ciputra Life: Risk Sharing Bisa Tekan Lonjakan Premi Asuransi Kesehatan
Selanjutnya: 30 Juta Keluarga/Pekerja Bakal Terima Stimulus Tambahan pada Kuartal IV 2025
Menarik Dibaca: Party at Eden Merilis Single Baru Kolaborasi Bareng Haricoolest Barbershop
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News