kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.880.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.260   50,00   0,31%
  • IDX 6.928   30,28   0,44%
  • KOMPAS100 1.008   6,44   0,64%
  • LQ45 773   2,07   0,27%
  • ISSI 227   2,98   1,33%
  • IDX30 399   1,47   0,37%
  • IDXHIDIV20 462   0,59   0,13%
  • IDX80 113   0,62   0,55%
  • IDXV30 114   1,38   1,22%
  • IDXQ30 129   0,27   0,21%

Belum Siap? OJK Tunda Aturan Co-payment, Publik Diminta Ikut Bicara


Senin, 30 Juni 2025 / 20:25 WIB
Belum Siap? OJK Tunda Aturan Co-payment, Publik Diminta Ikut Bicara
ILUSTRASI. Rapat Kerja bersama OJK di Gedung Parlemen DPR RI, Senin (30/6).


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Komisi XI DPR RI memutuskan untuk menunda penerapan kebijakan co-payment pada produk asuransi kesehatan.

Kebijakan yang semula direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2026 itu kini ditangguhkan guna memberi ruang bagi penguatan substansi dan penyerapan aspirasi publik.

Baca Juga: AAUI Apresiasi Penundaan Kebijakan Co-Payment Asuransi Kesehatan

Penundaan ini disambut positif oleh pengamat asuransi Irvan Rahardjo. Ia menilai, keputusan tersebut membuka peluang bagi OJK untuk menyempurnakan kebijakan melalui partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

"Penundaan ini penting untuk memberi ruang diskusi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat. Masukan dari semua pemangku kepentingan dibutuhkan agar kebijakan ini benar-benar berpihak pada keadilan dan keberlanjutan industri," ujar Irvan kepada Kontan.co.id, Senin (30/6).

Irvan menambahkan, meskipun kebijakan ditunda, tantangan industri tetap ada. Inflasi biaya medis yang belum terkendali akan tetap mendorong perusahaan asuransi untuk menyesuaikan premi.

Di sisi lain, kenaikan premi berisiko membebani nasabah jika tidak disertai dengan perbaikan efisiensi dan tata kelola internal.

Baca Juga: DPR Kritik Proses Terbit SE OJK Soal Co-Payment, Dinilai Untungkan Industri Asuransi

“Perusahaan asuransi harus mulai memperbaiki tata kelola, meningkatkan efisiensi operasional, dan memperkuat sistem pengawasan internal. Regulator pun perlu mengawasi praktik-praktik yang merugikan nasabah,” tegas Irvan.

Sebagai informasi, dalam rancangan skema co-payment yang disiapkan OJK, peserta asuransi akan diwajibkan menanggung sebagian biaya klaim.

Besarannya minimal 10% dari nilai klaim, dengan batas maksimum Rp 300.000 untuk layanan rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap.

Irvan menilai, pada prinsipnya skema co-payment memang bertujuan untuk membagi risiko antara perusahaan asuransi dan peserta.

Namun penerapannya perlu memperhatikan kesiapan industri, edukasi nasabah, serta perlindungan konsumen.

Baca Juga: OJK Resmi Menunda Kebijakan Co-Payment 10% Asuransi Kesehatan

“Skema co-payment bisa menjadi instrumen kontrol moral dan finansial. Tapi tetap harus adil, transparan, dan disosialisasikan secara komprehensif,” tandasnya.

Selanjutnya: Perusahaan Gas Negara (PGAS) Hadapi Tantangan Pasokan Gas, Cek Rekomendasi Analis

Menarik Dibaca: Tiket Diskon KAI Terjual 1,89 Juta Kursi, Ini KA dengan Tarif di Bawah Rp 100 Ribu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×