Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Harris Hadinata
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai jatuhnya rupiah ke level terendah dalam 17 bulan terakhir hari ini merupakan dampak dari berlarut-larutnya krisis Eropa dan Amerika. Semua mata uang di regional juga tertekan dan melemah. Hari ini, rupiah turun ke posisi Rp 9.180 per dollar AS.
Bank sentral menjamin pihaknya terus mengawasi pergerakan rupiah. "BI terus menstabilkan rupiah dengan intervensi di pasar valas. Kami juga terus membeli SBN di pasar sekunder," ujar Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Perry Warjiyo, Rabu (23/11).
Perry menambahkan, cadangan devisa yang ada saat ini masih sangat cukup untuk melakukan operasi pasar moneter. Per 31 Oktober 2011 lalu, cadangan devisa tercatat sebesar US$ 113,962 juta.
Sekadar catatan, selama ini BI menjaga pergerakan rupiah dengan cara masuk melalui pasar valas dan pasar SUN. BI melepas dolar AS untuk mendapatkan rupiah. Rupiah yang didapat kemudian digunakan untuk membeli surat berharga negara.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, kepemilikan SBN Bank Indonesia sejak 4 November 2011 hingga 21 November 2011 meningkat dari Rp 4,90 triliun menjadi Rp 6,17 triliun.
BI juga meyakini pelemahan rupiah ini hanya sementara. Hartadi A. Sarwono, Deputi Gubernur BI, mengatakan pelemahan rupiah ini terjadi bersamaan dengan mata uang lain, khususnya di regional Asia. "Saya masih tetap pada pandangan bahwa kita tidak perlu khawatir yang berlebihan terhadap sentimen negatif global yang dipicu oleh Eropa," kata dia.
Hartadi juga menganalisa tingginya permintaan valas oleh korporasi menjelang akhir tahun ikut mendorong dollar AS naik. Maklumlah, pasokan mata uang uwak Sam tersebut sedang terbatas. "Oleh karena itu BI akan tetap masuk ke pasar secara tepat waktu dan terukur untuk mengurangi volatilitas di pasar," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News