Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus memantau dampak dari normalisasi dan pemberian insentif giro wajib minimum (GWM) rupiah di industri perbankan. Bank sentral mengakui bahwa kebijakan ini telah menyedot likuiditas perbankan.
“Kondisi likuiditas perbankan tetap terjadi, penyesuaian GWM rupiah dan pemberian insentif GWM rupiah sejak 1 Maret sampai 15 September 2022 telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 269,3 triliun,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo secara virtual pada Kamis (22/9).
Kendati demikian, Perry menekankan bawah penyerapan likuiditas tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam memberikan kredit maupun pembiayaan kredit ke dunia usaha. Begitupun partisipasi perbankan dalam pembelian surat berharga negara (SBN) untuk pembiayaan APBN.
Pada Agustus 2022, likuiditas perbankan masih longgar tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) masih tinggi 26,52%.
Baca Juga: BI Naikkan Suku Bunga Acuan 50 Basis Poin Jadi 4,25%
BI telah mengambil kebijakan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap bagi perbankan. Setelah mengerek GWM rupiah pada 1 Juni 2022, BI kembali meningkatkan GWM mulai 1 Juli 2022 bagi BUK menjadi 7,5% dan BUS menjadi 6%.
Kemudian, mulai 1 September 2022, GWM rupiah bagi BUK menjadi 9% dan bagi BUS menjadi 6,5%.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, DPK perbankan tumbuh 8,59% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 7.564 triliun per Juli 2022.
“Mengalami perlambatan dari bulan sebelumnya (Juni 2022) yang tumbuh 9,13% yoy menjadi Rp 7.602 triliun. Terutama, karena didorong oleh perlambatan giro, sejalan dengan normalisasi moneter Bank Indonesia (BI),” ujar Ketua Komisioner OJK Mahendra Siregar belum lama ini.
Sementara, penyaluran kredit perbankan masih tumbuh 10,71% yoy menjadi Rp 6.159,3 triliun. Fungsi intermediasi ini ditopang oleh penggunaan modal kerja dengan kategori debitur korporasi.
Baca Juga: BI Optimistis Ekonomi RI Tahun 2022 Tumbuh hingga 5,3%, Ini Alasannya
Mahendra menyebut, fungsi intermediasi di daerah juga cukup terjaga dengan kecenderungan peningkatan penyaluran dana yang lebih tinggi dari pada penghimpunan dana.
“Namun, likuiditas perbankan hingga Juli 2022, masih berada pada level yang memadai,” tambahnya.
Tercermin dari rasio alat likuid terhadap non core deposit sebesar 124,45% dan rasio alat likuid terhadap DPK sebesar 24,92%.
Baca Juga: Deposito Terjangkau Mulai Rp1 Juta, Investasi Mudah untuk Gen Z dan Y
Sedangkan profil risiko perbankan masih terjaga dengan baik dengan rasio non performing loan (NPL) nett terjaga di lebel 0,82% di Juli. Sedangkan NPL gross di posisi 2,9%.
Adapun rasio kecukupan modal perbankan masih cukup kuat yang mencapai 24,92% di Juli 2022. Lebih baik dibandingkan Juni 2022 sebesar 24,66% dan akhir 2021 sebesar 25,67%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News