Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Salah satu hal yang menjadi pusat polemik dari rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama ini adalah pro kontra pelepasan wewenang pengawasan perbankan dari tangan Bank Indonesia (BI).
Isu tentang siapa yang mestinya memegang otoritas pengawasan perbankan sudah menghadapkan Lapangan Banteng (Kementerian Keuangan) dengan Thamrin (Bank Indonesia) dalam posisi berseberangan.
Kemenkeu selaku inisiator bakal beleid tersebut menegaskan posisinya sesuai amanah pasal 34 UU Bank Indonesia tahun 2004, yakni melepaskan wewenang pengawasan sektor perbankan dari BI dan mengalihkannya ke sebuah lembaga yang dinamakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebaliknya, BI enggan wewenang itu dilepaskan dari tangannya dengan berbagai macam alasan.
Ketua Tim Perumus RUU OJK Fuad Rahmany menuturkan, dasar pemikiran untuk melepaskan wewenang pengawasan perbankan dari bank sentral sudah melalui kajian yang mendalam. "Ini untuk menghindari conflict of interest di bank sentral yang selama ini memegang dua wewenang sekaligus yakni sebagai otoritas moneter dan otoritas perbankan," katanya, Senin malam (9/8), dalam acara Seminar dan Sosialisasi RUU OJK di Bursa Efek Indonesia.
Fuad bilang, sejauh ini memang sudah banyak counter argument yang mengemuka terhadap alasan Pemerintah yang ingin mencopot pengawasan perbankan dari tangan BI tersebut. "Ada counter argument yang bilang, jika nanti otoritas perbankan dikeluarkan dari bank sentral maka nanti dikhawatirkan bank sentral menjadi kurang efektif ketika membuat kebijakan moneter. Jadi sebaiknya pengawasan bank tetap di bank sentral meski ada risiko conflict of interest itu. Nah, BI saat ini posisinya di situ, mereka bilang, lebih baik pengawasan bank tetap di BI dan mereka akan memperbaiki diri dari sisi governance," jelas Fuad.
Namun, meski ada argumen seperti itu, pemerintah tetap mantap mengajukan bentuk OJK dengan struktur yang menyatukan semua pengawasan di tiga sektor yakni perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan bukan bank, di satu lembaga. "Yang kami ajukan dalam RUU ini adalah unified supervision platform," tegas Fuad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News