Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Digitalisasi merupakan keniscayaan bagi perbankan. Pasalnya, nasabah semakin menginginkan kecepatan dan kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan di tengah perkembangan teknologi informasi. Jika tak bertransformasi menuju digital maka pelan-pelan bank bakal ditinggalkan nasabahnya.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)/ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang memiliki pangsa pasar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus sudah mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan-perubahan yang tercipta karena perkembangan teknologi tersebut. Bank harus bisa adaptif dengan kebutuhan masyarakat.
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) sebagai organisasi yang menaungin BPR/BPRS telah menginisiasi tiga inovasi bagi anggota untuk menjalankan transformasi digital. "BPR juga harus mempersiapkan diri dalam melakukan digitalisasi agar bisa tetap bertahan ke depan," kata Joko Suyanto Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) kepada Kontan.co.id, Kamis (26/8).
Pertama, menyusun skema kolaborasi dengan berbagai pihak. Saat ini, Perbarindo tengah menjalankan piloting atau proyek percontohan kerjasama channeling antara BPR dan fintech.
Kolaborasi dengan pihak lain merupakan kunci utama bagi BPR untuk bisa melakukan tranformasi digital. Maklum, modal BPR tidak sebesar pada bank-bank umum lain. Sementara bicara mengenai digitalisasi akan terkait dengan teknologi. Pengembangan teknologi tentu membutuhkan investasi yang besar.
Baca Juga: Bank Mayapada salurkan kredit Rp 5 triliun via linkage program dengan 28 BPR
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan lampu hijau bagi BPR dan fintech lending dalam melakukan kerjasama melalui dua skema yakni channelling dan skema referral. Itu tertuang dalam Buku Panduan Kerja Sama BPR dan fintech Lending yang disusun oleh OJK yang diterbitkan pada Maret 2021 lalu.
Proyek percontohan kolaborasi channeling kerjasama BPR dan fintech telah dimulai jauh sebelum buku panduan kerjasama dikeluarkan OJK. Joko mengatakan, tahap pertama yang dipersiapkan memang masih sebatas kerjasama channeling dulu.
Jika pola ini bisa berjalan dengan baik ke depan maka tidak tertutup kemungkinan dikembangkan dengan pola-pola yang lain.
Skema kerjasama channeling akan dilakukan dalam bentuk tripartid atau melibatkan tiga pihak yakni BPR, fintech dan perusahaan asuransi. BPR akan bertindak sebagai super lender dan fintech bertugas underwriter dan mengakuisisi nasabah.
Sementara perusahaan asuransi digandeng sebagai penjamin kredit untuk memitigasi resiko yang berpotensi muncul ke depan.
"Tahap piloting ini diikuti beberapa anggota kami yang sudah melakukan kerjasama dengan fintech. Saat ini masih ada hal-hal teknis yang harus diperbaiki. Mudah-mudahan skema kerjasama ini sudah bisa diluncurkan dalam waktu dekat," kata Joko.
Kedua, mengisiasi pengembangan BPR e-Cash bekerjasama dengan Finnet Indonesia mengembangan. BPR e-Cash ini semacam uang elektronik berbasis mobile web yang nantinya bisa digunakan untuk beragam transaksi seperti pembayaran QR, isi pulsa, kirim uang, dan lain-lain.
Dengan hadirnya BPR e-Cach yang ditargetkan bisa meluncurkan tahun ini maka BPR diharapkan bisa melayani nasabah secara digital dengan smartphone. Tahap pertama, e-Cash ini baru akan hadir di android.
Ketiga, BPR Digi. Ini merupakan aplikasi mobile mirip mobile banking namun hanya bisa digunakan untuk layanan dasar seperti cek saldo dan tidak bisa transfer dana.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan, kehadiran fintech akan memberikan solusi yang bisa melengkapi ekosistem perbankan melalui berbagai layanan yang diberikan. Kehadiran fintech sangat penting untuk memberikan akses keuangan bagi masyarakat unbanked dan underbanked.
"Kehadiran fintech bisa melengkapi dan kolaborasi dengan perbankan arahnya ke partnership. Misalnya untuk lending, fasilitas loan-nya dari perbankan, sedangkan fintech yang menyalurkannya ke masyarakat, atau dari credit scoring kita bantu perbankan menyasar target yang lebih luas lagi," kata Ketua Bidang Humas AFPI Andi Taufan, Selasa (24/8).
Andi melihat tren fintech belakangan ini juga sangat dinamis. Apalagi sampai saat ini masih banyak masyarakat yang kesulitan mengakses pendanaan dari perbankan, baik individu maupun pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Bank Hasamitra merupakan salah satu BPR yang tengah melakukan penjajakan kerjasama dengan fintech dalam penyaluran kredit. Direktur Bisnis BPR Hasamitra Made Semadi mengatakan, rencana penandatangan perjanjian kerjasama akan dilakukan dalam waktu dekat.
Baca Juga: Kolaborasi antara fintech dengan perbankan meningkat
Selain itu, bank ini telah menyiapkan rencana lain menuju transformasi digital. Perseroan sedang mengajukan izin mengembangkan mobile banking ke Bank Indonesia (BI).
Made bilang, fitur mobile banking tersebut nantinya terdiri dari pembukaan deposito online, pembukaan tabungan online, penarikan tunai di ATM tanpa kartu, pembayaran, dan pembelian.
"Pemenuhan digitalisasi BPR memang tantangannya di regulasi sebab semua mesti berproses. Semoga dalam waktu dekat izin mobile banking ini sudah bisa keluar," pungkas Made.
Industri BPR secara umum masih bisa bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari kredit yang masih berhasil tumbuh dengan likuiditas yang terjaga aman.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit BPR per Mei tercatat sebesar Rp 113,34 triliun atau tumbuh 2,26% secara year on year (yoy) dari Rp 110,83 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp 109,43 triliun, tumbuh 10% dari Rp 99,44 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Dimana tabungan mencapai Rp 32,01 triliun atau tumbuh 6,4% yoy.
Jumlah BPR mencapai 1.496 bank atau sudah berkurang dari akhir tahun lalu yang tercatat sebanyak 1,506 bank. Total aset BPR per Mei mencapai Rp 157,39 triliun, meningkat 7,9% dari 145,8 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Jika mengacu pada data tersebut, Joko Suyanto mengatakan, posisi industri BPR masih mampu bertahan meskipun belum pulih dari dampak Covid-19. Sektor UMKM yang menjadi pangsa pasar BPR belum sepenuhnya bangkit dari tekanan pandemi tersebut.
"Likuiditas BPR juga masih sehat dimana Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR tercatat 81,6%. Jadi ceruk likuiditas masih cukup dalam mendukung ekspansi kredit," kata Joko.
Joko memandang ada harapan dan peluang yang lebih baik untuk pertumbuhan bisnis BPR hingga akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang tumbuh baik memberikan kesempatan bagi bank untuk melakukan ekspansi.Namun, bisa tumbuh 3%-5% tahun ini dinilai sudah cukup bagus.
Joko memandang kebijakan restrukturisasi Covid-19 yang dikeluarkan OJK sangat membantu BPR bisa bertahan menghadapi pandemi ini.
Sejak tahun lalu, BPR maupun BPR sudah melakukan restrukturisasi krediy untuk membantu para UMKM binaan mereka bisa bangkit lagi.
Direktur Bisnis BPR Hasamitra Made Semadi mengakui, tantangan yang dihadapi BPR saat ini cukup berat karena ekspansi kredit tidak bisa didorong di tengah kondisi sektor riil yang tidak jalan. Para pemilik modal justru memarkir dananya di bank karena kesulitan mengelola usaha. Itu yang membuat DPK perbankan terus meningkat.
BPR Hasamitra selama pandemi terutama di tahun 2021 ini hanya mampu menyalurkan kredit sekitar Rp 40 miliar-Rp50 miliar. Padahal sebelum pandemi, bank ini bisa menyalurkan kredit sekitar Rp 70 miliar-Rp 80 miliar per bulan.
Kendati demikian, BPR Hasamitra masih tetap optimistis target pertumbuhan kredit sebesar 15% tahun ini bisa dikejar seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi.
Untuk menjaga kondisi likuditas ke depan, BPR melakukan kolaborasi dengan bank umum lewat linkage program. Sebanyak 28 BPR telah melakukan nota kesepaham kerjasama dengan PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA) pada 27 Agustus 2021 untuk menjalankan program tersebut.
Baca Juga: Ingin dirikan bank digital, simak syaratnya di POJK 12 Tahun 2021 tentang Bank UmuM
Linkage program ini merupakan penyaluran kredit bank kepada sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) melalui BPR. Bank mayapada telah mengalokasikan Rp 5 triliun untuk disalurkan lewat kerjasama tersebut.
Kaman Siboro sebagai Dewan Pengawas Perbarindo DKI Jaya dan sekitarnya mengatakan, linkage program adalah kerjasama simbiosis mutualisme yang melibatkan BPR, Bank Mayapada, dan UMKM.
Bank Mayapada sebagai bank umum lebih mudah melakukan mobilisasi dana tetapi akses terhadap UMKM terbatas sehingga membutuhkan biaya besar jika ingin salurkan kredit ke UMKM. Sementara BPR yang terbatas dalam memobilisasi memiliki kedekatan dengan UMKM.
"Dengan linkage program ini maka struktur pendanaan BPR akan lebih sehat karena ini jangka waktunya menengah panjang. Dengan pendanaan yang aman maka BPR bisa fokus melakukan inovasi dalam menyalurkan kredit. Sebelum ada program seperti ini, BPR sangat bergantung pada deposito yang memiliki biaya mahal," pungkasnya.
Selanjutnya: Ini perkembangan bisnis dan persiapan tranformasi digital BPR
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News