Reporter: Ferry Saputra, Rilanda Virasma | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis kartu kredit bank nampaknya semakin terancam dengan hadirnya produk pembiayaan konsumtif fintech peer to peer lending (P2P) dan BNPL (paylater) perusahaan pembiayaan.
Melansir data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pembiayaan konsumtif fintech telah mencapai Rp 51,93 triliun per Maret 2025. Jumlah ini mengambil porsi 64,9% dari total outstanding pembiayaan fintech yang tercatat sebesar Rp 80,02 triliun, naik 28,72% secara tahunan (YoY).
Pada periode yang sama, penyaluran pembiayaan paylater perusahaan pembiayaan tercatat sebesar Rp 8,22 triliun. Meski outstanding lebih kecil, angka pertumbuhan tahunannya cukup tinggi, yakni 39,3% secara tahunan (YoY).
Baca Juga: Terdorong Produk Allo Paylater, Kredit Allo Bank Tumbuh 1,7% pada Kuartal l 2025
Sementara itu, nilai transaksi kartu kredit per Maret 2025 sebagaimana dicatat Bank Indonesia (BI) yakni sebesar Rp 37,82 triliun, hanya meningkat 4,7% YoY. Jumlah kartu yang beredar juga hanya meningkat 2,9% YoY, yakni sebanyak 18,67 juta kartu.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, proses registrasi yang memakan waktu serta ketidakpastian akan terverifikasinya pengajuan pendaftaran membuat minat masyarakat berkurang akan kartu kredit.
Saat yang sama, ada transformasi kebiasaan transaksi keuangan masyarakat ke ranah digital sehingga mereka lebih mengandalkan layanan keuangan berbasis teknologi dengan proses registrasi yang mudah, seperti ditawarkan paylater.
“Selain itu, bagi masyarakat unbanked dan underbanked, mereka sulit mengakses perbankan,” ujar Nailul kepada Kontan, Kamis (29/5).
Minusnya, potensi gagal bayar dari kedua produk ini menurut Nailul jadi lebih tinggi ketimbang kartu kredit.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta justru melihat, kedua bisnis tersebut bukanlah kompetitor kartu kredit.
Sebab menurutnya, paylater maupun pembiayaan konsumtif merupakan fasilitas cicilan, bukan merupakan alat pembayaran secara langsung.
“Namun hal ini bisa berubah di kemudian hari karena dengan aturan yang ada, semakin banyak pemain paylater maupun pembiayaan yang ingin menjadi sumber dana untuk transaksi dengan alat bayar digital,” ujarnya.
Baca Juga: Indodana Optimistis Bisnis Paylater Tumbuh, Targetkan Ekspansi ke 15 Kota di 2025
Tapi Steve tetap yakin, bisnis kartu kredit masih memiliki prospek yang baik.
Apalagi, bank saat ini gencar mendigitalisasi transaksi kredit sehingga nasabah dimanjakan dengan berbagai kemudahan dan promo yang ditawarkan, seperti yang dilakukan tiga bank ini.
Corporate Secretary Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara atau Ossy menyebut, nilai dan volume transaksi kartu kredit per April 2025 masing-masing tumbuh 23% dan 15% YoY. Jumlah pemegang kartunya juga meningkat 10% YoY di periode yang sama.
Kontribusi terbesar pertumbuhan ini kata Ossy berasal dari transaksi di super app Livin’ by Mandiri.
“Bank Mandiri terus mengakselerasi bisnis kartu kredit melalui perluasan fitur digital, peningkatan user experience, serta sinergi strategis dengan berbagai merchant dan mitra ekosistem,” ucap Ossy.
Tak cuma di Bank Mandiri, bisnis kartu kredit di PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga masih tumbuh hingga kuartal l tahun ini.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn mengatakan, nilai transaksinya tumbuh 9% YoY menjadi Rp 32 triliun. Total outstanding-nya juga meningkat 13,9% YoY menjadi sebesar Rp 23,3 triliun.
Adapun, jumlah kartu kredit yang beredar saat ini kata Hera telah mencapai 4,91 juta.
Bisnis kartu kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) juga masih bertumbuh kendati tak sebesar bank-bank sebelumnya. Hingga April 2025, frekuensi dan nilai transaksinya berturut-turut naik 7% dan 1% YoY.
“Kami melihat adanya pergeseran perilaku transaksi masyarakat ke arah pembayaran non-tunai sebagai pendorong utama (pertumbuhan),” terang General Manager Bisnis Kartu BNI, Grace Situmeang.
Baca Juga: BCA Catat Outstanding Paylater Naik 96% Menjadi Rp 356 Miliar per Kuartal I-2025
Pertumbuhan ini kata Grace juga berkat strategi penajaman segmentasi nasabah dan berbagai promo yang ditawarkan.
Meski begitu, Grace mengaku ada kenaikan NPL kartu kredit kendati dia tak menyebut angkanya. Penyebabnya kata dia akibat perubahan pola konsumsi dan kemampuan bayar nasabah.
Maklum, Indonesia menurutnya belum juga lepas dari tekanan perekonomian nasional.
“Meski demikian, kami tetap menjaga agar kualitas portofolio kredit berada dalam batas yang sehat melalui penguatan manajemen risiko, pemantauan berkala terhadap nasabah berisiko, serta penerapan kebijakan mitigasi yang lebih responsif dan selektif dalam penyaluran kredit,” ujar Grace.
Dengan demikian, Grace tetap optimistis bisnis kartu kredit BNI bakal terus berkembang hingga akhir 2025, seiring dengan layanan kartu kredit BNI yang terdigitalisasi.
Selanjutnya: Kantongi Restu Pemegang Saham, Indosat (ISAT) Resmi Tambah 8 Lini Bisnis Baru
Menarik Dibaca: Dukung Kebutuhan Keluarga Indonesia, Aveeno Luncurkan Rangkaian Produk Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News