Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Meski sempat menjadi primadona sebagai instrumen investasi alternatif, industri fintech peer-to-peer (P2P) lending kini dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks.
Financial Planner bersertifikasi CFP dari Finansialku Shierly menilai bahwa imbal hasil yang ditawarkan oleh platform P2P lending sebenarnya masih tergolong menarik, yakni di kisaran 8%–12% per tahun.
Baca Juga: Gandeng Taspen dan MNC Bank, Fintech Ini Tawarkan Produk Keuangan ke ASN
“Secara imbal hasil memang cukup tinggi. Namun, risikonya saat ini justru lebih besar dibanding potensi keuntungannya,” ujar Shierly kepada Kontan.co.id Kamis (3/7).
Menurut Shierly, tingginya risiko ini tak lepas dari profil peminjam yang mayoritas berasal dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta sektor property, dua sektor yang sedang terdampak pelemahan daya beli masyarakat.
Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko kredit macet (non-performing loan/NPL) dan risiko likuiditas pada instrumen investasi P2P lending.
Kekhawatiran tersebut seolah dibenarkan oleh kasus gagal bayar yang tengah menimpa salah satu platform fintech lending, PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran).
Mengacu pada situs resmi perusahaan, tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman lebih dari 90 hari (TWP90) Akseleran per 22 Juni 2025 telah menyentuh 54,89%.
Angka ini melonjak signifikan dari catatan per 20 Mei 2025 yang masih di posisi 37,88%.
Baca Juga: Celios:Imbal Hasil Fintech Indonesia Bisa Melebihi 20%, Lebih Tinggi dari Luar Negeri
Permasalahan gagal bayar Akseleran mulai mencuat pada awal tahun ini.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh KONTAN, manajemen Akseleran menyampaikan kepada para lender pada 3 Maret 2025 bahwa terjadi gagal bayar pada enam peminjam (borrower) beserta afiliasinya dalam waktu bersamaan.
“Enam borrower tersebut didanai oleh lender ritel Akseleran, dengan total outstanding per 3 Maret 2025 mencapai Rp 178,27 miliar,” demikian pernyataan manajemen dalam pengumuman resmi kepada lender.
Terkait mitigasi risiko, Shierly menilai bahwa asuransi kredit yang dimiliki oleh sebagian platform fintech lending belum cukup kuat untuk menanggung beban gagal bayar yang besar.
Baca Juga: Ini 7 Langkah OJK Atasi Masalah Pinjaman Daring
Oleh karena itu, ia menyarankan para lender untuk lebih bijak dalam berinvestasi.
“Gunakan dana dingin, dan idealnya hanya alokasikan maksimal 10% dari total portofolio untuk P2P lending, demi meminimalkan potensi kerugian,” tegasnya.
Selanjutnya: Demi Kualitas, Konsumen Bersedia Membayar Lebih Untuk Teknologi 5G Advanced
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Senam Kegel untuk Wanita, Bikin Orgasme Lebih Baik!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News