Reporter: Sri Sayekti | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit neraca pembayaran sektor asuransi Indonesia terus menjadi perhatian serius. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 40,20% premi dari aktivitas reasuransi justru mengalir ke luar negeri. Ketimpangan ini menjadi cermin dari ketergantungan industri perasuransian nasional terhadap pasar global, sekaligus menyiratkan lemahnya kemandirian dan daya saing domestik.
“Setiap tahun, jutaan dolar premi yang dihimpun di dalam negeri justru dinikmati oleh entitas asing. Ini adalah kerugian ekonomi yang nyata dan harus segera kita atasi dengan pendekatan yang lebih sistemik dan strategis,” ujar Delil Khairat, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re.
Dalam merespon tantangan ini, Indonesia Re menegaskan pentingnya penguatan fundamental industri perasuransian nasional yang meliputi regulasi, pelaku ekosistem, serta adopsi teknologi real-time yang terpercaya. Penguatan ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Perpres No. 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029, yang mendorong optimalisasi peran industri keuangan termasuk asuransi dan reasuransi.
Baca Juga: Indonesia Re Catatkan Laba Konsolidasi Sebesar Rp 72,7 Miliar di 2024
Menurut Delil, strategi menahan pendapatan premi agar tetap berada di dalam negeri bukan sekadar kampanye penggunaan produk lokal. “Kita butuh membangun sistem asuransi yang benar-benar mandiri dan efisien. Kalau kita ingin jadi risk carrier yang sejati, bukan hanya jadi perantara, maka kita harus perkuat dari hulu sampai hilir—dari akseptasi risiko yakni underwriting, pricing, sampai pengelolaan data dan digitalisasi,” tambahnya.
Indonesia Re menyoroti dua strategi utama untuk menekan defisit neraca pembayaran sektor asuransi:
1. Meningkatkan Retensi Agregat Dalam Negeri
Perusahaan asuransi dan reasuransi nasional perlu memperkuat kapasitas modal, kapabilitas manajemen risiko, serta mengadopsi mekanisme skema nasional wajib dan prioritas agar risiko dapat ditahan dalam negeri sebelum dialihkan ke luar.
2. Menjadikan Indonesia sebagai Hub Reasuransi Global atau Regional
Ini dapat dilakukan dengan memperkuat reasuransi domestik agar mampu menerima risiko dari luar negeri, serta membuka peluang bagi perusahaan reasuransi asing untuk beroperasi di Indonesia—namun dengan skema yang tetap mendatangkan premi ke dalam negeri.
Delil menjelaskan, “Retensi bukan soal paksaan, tapi soal kesiapan. Ketika perusahaan memiliki daya tahan yang mumpuni, mereka akan percaya diri menahan risiko dengan optimal, bukan hanya karena kewajiban regulasi.”
Baca Juga: Indonesia Re Perkuat Komitmen Keterbukaan Informasi dengan Inovasi Digital
Sebagai langkah korektif atas kegagalan POJK No. 14 Tahun 2015 dalam menekan defisit, Indonesia Re mengusulkan penerapan Skema Optimalisasi Kapasitas Nasional (SOKN). Skema ini menekankan penempatan risiko dari perusahaan asuransi ke pool domestik melalui treaty Quota Share yang bersifat compulsory dan priority—menghindari anti-selection dan memastikan portofolio risiko yang sehat.
Skema Optimalisasi Kapasitas Nasional (SOKN) dirancang dengan empat fitur utama yang saling memperkuat. Pertama, penerapan sesi wajib (compulsory cession) memastikan bahwa seluruh risiko disesikan tanpa terkecuali, sehingga dapat menghindari praktik anti-seleksi dan menciptakan portofolio risiko yang lebih sehat. Kedua, penempatan risiko dilakukan melalui sesi prioritas (priority cession), yaitu sebelum risiko masuk ke dalam program reasuransi treaty atau fakultatif.
Baca Juga: Indonesia Re Sebut Pelemahan Rupiah Tak Berdampak terhadap Biaya Premi Retrosesi
Ini memungkinkan penyerapan risiko berkualitas oleh pasar domestik terlebih dahulu. Ketiga, risiko dari perusahaan asuransi ke skema ini disalurkan melalui mekanisme treaty Quota Share, yang menjamin semua risiko terserap secara proporsional tanpa diskriminasi. Keempat, retrosesi dari skema ini kepada perusahaan asuransi dan reasuransi peserta dilakukan dengan mekanisme yang sama, sehingga seluruh pelaku yang terlibat menikmati portofolio risiko yang identik dan berimbang.
Delil menekankan, “Jika kita bisa menghimpun segmen risiko berkualitas terbaik dalam skema nasional ini, maka kita dapat meningkatkan efisiensi, memperkuat posisi tawar, dan yang terpenting, mengurangi aliran premi ke luar negeri secara signifikan.”
Dengan strategi ini, Indonesia Re berharap industri perasuransian Indonesia dapat mencapai keseimbangan yang sehat antara kepentingan ekonomi nasional dan kebutuhan proteksi risiko yang berkelanjutan.
Baca Juga: Indonesia Re Akan Ajukan Tambahan Modal dengan Mempertimbangkan Berbagai Skema
Selanjutnya: Soal Pemblokiran Rekening Dormant, BNI Minta Nasabah Tak Khawatir, Dana dan Data Aman
Menarik Dibaca: Investor Saham Bank Syariah Indonesia (BRIS) Dapat Dividen, Cum Date Senin Depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News