Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Berstatus badan usaha milik negara, PT Asuransi Jiwasraya tak mampu menjamin dana pemegang saham polis Jiwasraya aman. Menutup ujung tahun 2019, Jiwasraya bahkan mengibarkan handuk putih, menyerah dan mengaku tak mampu membayar kewajiban ke pemegang polis Jiwasraya senilai Rp 12, 4 triliun pada Desember ini.
Direktur Utama Jiwasrata Hexana Tri Sasanko di hadapan wakil rakyat menyerah, dan minta maaf lantaran tak bias membayar kewajiban jumbo Rp 12,4 triliun.
Kasus gagal bayar ini Jiwasraya ini menjadi yang terbesar dalam industri asuransi di Indonesia. Ironisnya: kasus gagal bayar ini terjadi di asuransi yang saham mayoritas sahamnya milik negara.
Lebih mengejutkan, pengumuman tak sanggup bayar oleh Jiwasraya ini diikuti sikap pemerintah. Pemegang saham asuransi ini, yakni pemerintah yang diwakili Kementerian dengan tegas mengatakan tidak akan membailout Jiwasraya. Ini artinya, sebagai pemegang saham, pemerintah juga ogah menyelamatkan Jiwasraya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku akan menempuh jalur hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini jika terjadi kriminalitas yang membuat Jiwasraya gagal membayar polis jatuh tempo kepada nasabah. "Kita juga menengarai jika di situ ada hal-hal yang sifatnya kriminal, maka kita akan minta aparat penegak hukum untuk penanganan sesuai dengan undang-undang," jelas dia.
Langkah ini sudah seharusnya dilakukan, jika memang pemerintah menemukan bukti terjadi kejahatan atas pengelolaan Jiwasraya. Toh, Kejaksaan Agung saat ini juga sudah siap membawa berkas Jiwasraya ke pengadilan.
Berikutnya: Bagaimana nasib pemegang polis Jiwasraya?
Hanya perlu diingat, bahwa kasus ini bukan sekadar ada atau tidaknya fraud dalam pengeloaan asuransi Jiwasraya. Dalam masalah ini ada masalah yang juga penting diperhatikan. Yakni: nasib pemegang polis Jiwasraya. Jumlah pemegang polis untuk produk asuransi Jiwasraya bermasalah yakni JS Saving Plan: 17.401 . Nilainya juga jumbo yakni: Rp 15,75 triliun.
Upaya mereka mendapat pengembalian dana yang masuk Jiwasraya nampaknya sulit. Cerita Lee Kang Hyun, bos Samsung ini bisa menggambarkan. Lee kepada kontan.co.id bercerita bahwa upaya meminta dana mereka kembali sudah sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Tapi kenyataannya, apa?” ujar Lee masygul (16/12). Lee tak sendiri, total ada 474 polis yang juga dimiliki orang Korea bernasib sama.
Upaya mendapat dana tak berhenti. Selasa 17 Desember, secara bertahap, pemegang polis asuransi Jiwasraya mendatang kantor Menteri BUMN Erick Thohir. Mereka berharap pemerintah memberikan jawaban atas nasib dana mereka, mengingat ini adalah perusahaan negara. “Saya beli asuransi dari Jiwasraya, BUMN, masa dak ada kejelasan,” tandas Tomy kesal (17/12)
Setelah sekian lama dipendam, borok-borok dalam Jiwasraya terbuka sendiri bak kotak pandora. Jika merujuk pemberitaan Kontan, sejak tahun 2008, Kontan terus berupa mengingatkan masalah ini kelak bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kelak.
Berikutnya: Jalan berliku sehatkan Jiwasraya
Dus, kasus gagal bayar tahun 2019 nampaknya kembali menjadi ledakan bom, bisa tambah membesar bahkan pecah.
Kontan juga mendapatkan dokumen bertajuk rahasia yang menggambarkan jalan berliku penyehatan asuransi Jiwasraya.
Jalan Panjang dan Berliku Penyehatan Jiwasraya
Periode 1
Tahun 2006-2008
Asuransi milik Negara Jiwasraya sejatinya sudah defisit per 31 Desember 2006 sebesar
Rp 3,29 triliun per 31 Desember 2006/
Isu utama saat itu defisit akibat jumlah aset jauh lebih rendah dibandingkan kewajiban. Akhir 2008 defisit Jiwasraya sebesar Rp 5,7 triliun.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan 2006 dan 2007 adalah pendapat disclaimer. Keuangan Jiwasraya tak dapat diandalkan untuk mendukung manfaat polis
Periode 2
Tahun 2009-2010
Defisit Asuransi Jiwasraya per 31 Desember 2009 sebesar Rp 6,3 triliun
Tahun 2009, pemegang saham mengusulkan mengatasi insolvent melalui penyelamatan dengan APBN
Tahun 2010 Jiwasraya mengusulkan alternatif berupa model penyehatan jangka pendek dengan mereasuransikan sebagian kewajiban pemegang polis ke perusahaan reasuransi. Regulator setuju
Tahun 2010 setelah direasuransi, kondisi Jiwasaraya menjadi solvent. Jumlah kekayaan Rp 5,5 triliun dan kewajiban Rp 4,7 triliun (dari seharusnya Rp 10,7 triliun). Sehingga ekuitas surplus RP 800 miliar
Periode 3
Tahun 2011-2012
Asuransi Jiwastraya sempat surplus per 31 Desember 2011 sebesar Rp 1,3 trilin (dengan skema finansial reasuransi)
Tahun 2011-2012 regulator meminta Jiwasraya dan pemegang saham menyampaikan alternatif penyelesaian komprehensif dan fundamental. Skema finansial reasuransi bersifat sementara
Akhir 2012 pemegang saham menyampaikan alternatif penyelesaian dengan pemanfaatan sinergi BUMN, tapi tidak terealisasi.
Ketika ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 31 Desember 2012 surplus Rp 1,6 triliun (masih skema finansial reasuransi). Tanpa skema finansial reasuransi masih defisit Rp 5,2 triliun
Berikutnya: Jalan Berliku Sehatkan Jiwasraya
Periode 4
Tahun 2013-2017
Asuransi Jiwasraya per 31 Desember 2011 surplus sebesar Rp 1,75 triliun. Surplus karena mekanisme revaluasi aset dan bangunan.
Berakhirnya skema finansial reasuransi, awal 2013 Jiwasraya mengajukan rencana penyehatan. Bank BUMN menyetorkan obligasi rekapitalisasi sebagai pengganti finansial reasuransi. Rencana ini tidak dapat berjalan
Akhir tahun 2013, Jiwasraya menyampaikan alternatif berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan dengan nilai buku Rp 208 miliar, direvaluasi menjadi Rp 6,3 triliun. Sehingga menjadi solvent.
Tahun 2013-2016, Jiwasraya berjalan cukup baik dan selalu laba. Namun dari sisi investasi terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh manajemen. Tahun 2015, BPK melakukan audit.
Selama tahun 2017 pendapatan premi meningkat berkat penjualan JS Saving Plan yang mengiming-iming guaranted return setara atau bahkan di atas deposito. OJK mengingatkan Jiwasraya agar mengevaluasi produk saving plan dan menyesuaikan dengan kemampuan pengelolaan investasi
Auditor mengoreksi nilai cadangan (Kewajibn manfaat polis). Laba Jiwasraya per 31 Desember 2017 terkoreksi dari Rp 2,4 triliun (unaudited) menjadi Rp 428 miliar.
Periode 5
Tahun 2018-sekarang
Defisit per 31 Desember 2018 sebesar Rp 10,2 triliun
Seiring pergantian direksi awal tahun 2018, dilakukan evaluasi kondisi Jiwasraya, termasuk produk. Jiwasraya menyetop penjualan JS Saving Plan. Penyetopan bersamaan penurunan kondisi keuangan Jiwasraya menimbulkan tekanan likuiditas Akhir 2018 kondisi keuangan semakin tidak kondusif. Terjad pelepasan aset investasi untuk membayar klaim.
Risk based capital (RBC) di atas 120% baru tercapai tahun 2028. Jiwasraya mengajukan dispensasi untuk mencapai kesehatan RBC di 2028
Upaya penyehatan dilakukan, yakni pembentukan anak perusahaan bernama Jiwasraya Putra, holding asuransi dan kerjasama reasuransi. Jiwasraya Putra sedang mencari investor strategis.
Berikutnya: Serahkan ke ahli, Too Big To Fail
Pengamat asuransi Hotbonar Sinaga yang pernah menjadi Dirut Jamsostek mengatakan, menunggu investor bak menunggu godot. “Kalau mereka benar-benar mau masuk, sebelum chip in, mereka akan melihat benar-benar akan berhitung,” ujar Hotbonar kepada kontan.co.id.
Membailout Jiwasraya juga harus dipertimbangkan matang-matang, kata Hotbonar. Pasalnya, merujuk anggaran negara sampai sekarang masih defisit. “Setor dana sampai Rp 32 triliun, dari mana dananya,” ujar Hotbonar.
Menurutnya, pembentukan Dewan Pengawas serta Lembaga Penjamin Asuransi harus segera diwujudkan. Penyelesaikan jangka pendek, kata dia, adalah dengan menunjuk The Singer yang tepat dalam memimpin Jiwasraya. “Jangan orang yang tak paham dengan asuransi tapi harus diserahkan ke ahlinya,” ujarnya.
Menurutnya, semakin lama Jiwasraya tanpa penyelesaikan, maka gulungan masalah berupa pembayaran polis akan bertambah besar. “Jadi jangan lama proses penyelesainya, semakin lama semakin besar kerugiannya. Jadi jangan lama-lama, ingat too big to fail ,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News