Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
Periode 4
Tahun 2013-2017
Asuransi Jiwasraya per 31 Desember 2011 surplus sebesar Rp 1,75 triliun. Surplus karena mekanisme revaluasi aset dan bangunan.
Berakhirnya skema finansial reasuransi, awal 2013 Jiwasraya mengajukan rencana penyehatan. Bank BUMN menyetorkan obligasi rekapitalisasi sebagai pengganti finansial reasuransi. Rencana ini tidak dapat berjalan
Akhir tahun 2013, Jiwasraya menyampaikan alternatif berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan dengan nilai buku Rp 208 miliar, direvaluasi menjadi Rp 6,3 triliun. Sehingga menjadi solvent.
Tahun 2013-2016, Jiwasraya berjalan cukup baik dan selalu laba. Namun dari sisi investasi terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh manajemen. Tahun 2015, BPK melakukan audit.
Selama tahun 2017 pendapatan premi meningkat berkat penjualan JS Saving Plan yang mengiming-iming guaranted return setara atau bahkan di atas deposito. OJK mengingatkan Jiwasraya agar mengevaluasi produk saving plan dan menyesuaikan dengan kemampuan pengelolaan investasi
Auditor mengoreksi nilai cadangan (Kewajibn manfaat polis). Laba Jiwasraya per 31 Desember 2017 terkoreksi dari Rp 2,4 triliun (unaudited) menjadi Rp 428 miliar.
Periode 5
Tahun 2018-sekarang
Defisit per 31 Desember 2018 sebesar Rp 10,2 triliun
Seiring pergantian direksi awal tahun 2018, dilakukan evaluasi kondisi Jiwasraya, termasuk produk. Jiwasraya menyetop penjualan JS Saving Plan. Penyetopan bersamaan penurunan kondisi keuangan Jiwasraya menimbulkan tekanan likuiditas Akhir 2018 kondisi keuangan semakin tidak kondusif. Terjad pelepasan aset investasi untuk membayar klaim.
Risk based capital (RBC) di atas 120% baru tercapai tahun 2028. Jiwasraya mengajukan dispensasi untuk mencapai kesehatan RBC di 2028
Upaya penyehatan dilakukan, yakni pembentukan anak perusahaan bernama Jiwasraya Putra, holding asuransi dan kerjasama reasuransi. Jiwasraya Putra sedang mencari investor strategis.
Berikutnya: Serahkan ke ahli, Too Big To Fail