Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sarana Multigriya Finansial gencar menerbitkan surat berharga di awal tahun. Hal itu dilakukan untuk merealisasi target pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 10 triliun tahun ini.
Awal tahun, SMF telah melakukan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) untuk obligasi Tahap VII Tahun 2019 dengan membidik dana sebesar Rp 1,85 triliun. Bulan berikutnya, perusahaan menerbitkan medium term notes (MTN) VIII Tahun 2019 dengan nilai Rp 500 miliar. Maret ini perusahaan juga kembali melakukan PUB IV untuk obligasi Tahap VIII Tahun 2019 senilai Rp 2,51 triliun.
Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF Helianto menjelaskan, bahwa penerbitan surat utang tersebut untuk mengganti dana ekuitas yang sudah digunakan untuk penyaluran pinjaman KPR. Karena mekanisme penyaluran pinjaman mesti menggunakan ekuitas terlebih dahulu.
“Jadi mekanisme ketika ada permintaan pinjaman maka dipersiapkan dari sisi ekuitas dulu, kemudian menerbitkan obligasi untuk mengembalikan ekuitas. Selanjutnya kami menyalurkan pinjaman lagi, dan diganti dari obligasi lagi,” kata Heliantopo kepada Kontan.co.id, Selasa (19/3).
Sepanjang tahun 2019, SMF berencana mengantongi pendanaan dari pasar modal sebesar Rp 9 triliun. Jumlah tersebut meningkat 40,62% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 6,4 triliun.
Adapun porsi pendanaan sebesar Rp 9 triliun, berasal dari penerbitan surat utang, ekuitas, MTN, sukuk dan juga money market. Sementara sampai 2018, 70% pendanaan SMF berasal dari penerbitan surat utang.
Menurutnya, kondisi pasar pembiayaan sekunder di tahun 2019 cukup menantang, karena mereka harus bersaing dengan sejumlah emiten dalam menerbitkan obligasi dan sekuritisasi. Maka itu, SMF gencar bekerjasama dengan penyalur KPR, yaitu perbankan.
Meski menantang, SMF menargetkan penyaluran pinjaman KPR sebesar 10 triliun, atau meningkat 2,04% dari realisasi tahun lalu Rp 9,8 triliun. Sementara target transaksi sekuritasisasi KPR di tahun ini naik 10% menjadi Rp 2,2 triliun.
Ia menjelaskan, alasan kenapa target pendanaan yang dibidik meningkat namun tidak dibarengai penyaluran pembiayaan KPR yang cenderung konservatif. Alasannya, perseroan masih mempertimbangkan untuk pembayaran obligasi jatuh tempo pada tahun depan.
“Karena ada obligasi jatuh tempo, ada yang setahun, ada yang dua tahun bahkan lima tahun. Kebetulan tahun depan, banyak yang jatuh tempo. Sehingga untuk mempertahankan outstanding perlu mempertimbangkan dari sisi neraca agar berimbang,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News