Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi
Adapun Peneliti Center of Digital Economy and SMEs, INDEF Nailul Huda menilai, skema pembiayaan, termasuk ke pendidikan, banyak peminat dan potensinya ada. Namun demikian, menurut Huda memang cukup berisiko karena pangsa pasarnya adalah underbanked dan unbanked.
"Nafasnya sama seperti student debt dimana memberikan pembiayaan sekolah bagi masyarakat yang membutuhkan. Tapi student debt kan dibayar ketika sudah lulus dan bekerja, jadi pembayarannya tidak pas ketika masih kuliah. Kalau yang sekarang kan ketika kuliah pembayarannya. Otomatis, ya kalau mereka S1 dan belum berpendapatan, akan berpotensi menjadi kredit macet," ucap Huda.
Kecuali kata Huda nanti sistem student loan pemerintah skemanya setelah mendapatkan pendapatan/pekerjaan baru membayar cicilannya. Itu pun dirasa Huda bisa dengan ambang batas tertentu. Menurutnya, pembayaran bisa melalui pembayaran secara langsung atau dimasukkan dalam komponen pajak penghasilan mereka.
Untuk diketahui sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan pihaknya berdiskusi dengan penyelenggara jasa keuangan untuk mendorong pembukaan program student loan yang tidak memberatkan mahasiswa.
Contohnya dengan berbunga rendah dan dapat dibayar setelah mahasiswa lulus dan bekerja.
"Dengan skema yang lebih student friendly. Misalnya nanti bayarnya pas anaknya kerja. Selama skemanya bagus dan tidak memberatkan, itu bisa jadi pilihan, dari perbankan juga ada," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News