Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah emiten multifinance pada kuartal I-2025 menunjukkan hasil yang variatif. Beberapa mencatat pertumbuhan tipis, namun tak sedikit pula yang mengalami penurunan.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, PT Fuji Finance Indonesia Tbk (FUJI) mencatat pertumbuhan laba tahun berjalan tertinggi, yakni sebesar 5,90% secara tahunan menjadi Rp 3,85 miliar.
PT Federal International Finance (FIFA), yang menjadi emiten dengan laba terbesar, mencatatkan pertumbuhan laba bersih tipis 2,91% YoY menjadi Rp 1,13 triliun pada kuartal I-2025.
Sementara PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF) mencatatkan kenaikan laba periode berjalan yang hampir stagnan, hanya naik 0,24% secara YoY menjadi Rp 62,96 miliar pada kuartal I-2025.
Baca Juga: Adira Finance Targetkan Pertumbuhan Pembiayaan Baru di Level Single Digit pada 2025
Sebaliknya, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) mencatat penurunan laba periode berjalan sebesar 35,55% secara year on year (YoY) menjadi Rp 278,52 miliar.
Kemudian PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) membukukan penurunan laba periode berjalan paling dalam, yakni sebesar 59,33% secara YoY menjadi Rp 35,03 miliar pada kuartal I-2025.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata menilai bahwa variatifnya hasil kinerja emiten multifinance ini menandakan perbedaan strategi pendanaan dan segmen bisnis yang digeluti masing-masing perusahaan.
"Penurunan tajam laba di ADMF dan CFIN menunjukkan tekanan besar dari sisi biaya dana (cost of fund) dan kemungkinan melambatnya transaksi pembiayaan baru," ujarnya kepada Kontan belum lama ini.
Sementara itu, menurutnya emiten FUJI, FIFA, dan WOMF berhasil menjaga profitabilitas, meski tipis, berkat kontrol biaya operasional yang lebih ketat dan segmen pembiayaan yang relatif stabil, seperti pembiayaan alat berat atau logistik.
Liza memproyeksikan kinerja industri multifinance pada 2025 masih menantang, terutama di paruh pertama tahun ini. Namun, peluang perbaikan diperkirakan terbuka pada semester II-2025, seiring dengan potensi pelonggaran kebijakan moneter dan membaiknya indikator makroekonomi.
Beberapa faktor yang dapat menjadi katalis positif antara lain kemungkinan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 25 hingga 50 basis poin, pulihnya permintaan kredit konsumsi setelah momentum Lebaran, serta perbaikan pasar tenaga kerja pasca gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pada kuartal I.
Baca Juga: Surya Artha Nusantara (SANF) Siap Lunasi Obligasi Rp 800 Miliar
Stabilitas nilai tukar rupiah juga menjadi faktor penting yang dapat menurunkan biaya pendanaan (cost of fund), di samping dukungan berkelanjutan dari pemerintah terhadap sektor otomotif dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kendati demikian, sejumlah sentimen negatif masih membayangi. Risiko gagal bayar nasabah atau meningkatnya kredit bermasalah yang masih menjadi perhatian utama pelaku industri.
"Selain itu, ketatnya likuiditas perbankan sehingga dana mahal," tuturnya.
Selain itu, Liza melihat bahwa intensitas persaingan antarperusahaan pembiayaan yang semakin tinggi berpotensi menekan margin keuntungan.
Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, juga memandang bahwa secara keseluruhan kinerja laba emiten multifinance pada kuartal I-2025 kurang memuaskan.
"Meskipun ada beberapa emiten yang mencatatkan pertumbuhan laba, kenaikannya relatif terbatas dan tidak cukup untuk mengimbangi penurunan signifikan yang dialami oleh emiten lainnya," kata Ekky kepada Kontan, Jumat (9/5).
Ekky menambahkan bahwa tekanan tersebut juga tercermin dalam pergerakan harga saham sektor ini. ADMF dan WOMF mengalami tekanan berkelanjutan, sementara CFIN sempat menunjukkan sinyal teknikal rebound.
“Namun, dengan kondisi fundamental yang belum mendukung, potensi penguatan jangka pendek CFIN masih terbatas,” ujarnya.
Baca Juga: Pembiayaan Baru CNAF Capai Rp 3,65 Triliun per April 2025
Untuk tahun ini, sektor multifinance dinilai masih menghadapi sejumlah tantangan. Selain ketidakpastian global dan nilai tukar rupiah yang tinggi, persaingan dengan sesama pelaku industri juga bisa menekan margin usaha.
Meski begitu, Ekky menyebut harapan pemulihan tetap ada. Jika suku bunga mulai turun dalam waktu dekat, menurutnya bisa menjadi katalis positif bagi sektor ini.
Ekky merekomendasikan saham CFIN untuk dicermati dalam jangka pendek apabila harga mampu bertahan di atas Rp 300 per saham. Jika konsolidasi bertahan, target harga jangka pendek berada di kisaran Rp 360–Rp 366 per saham.
"Namun, untuk jangka panjang, saham ini belum direkomendasikan karena tekanan terhadap kinerja fundamental perusahaan masih cukup tinggi," tuturnya.
Selanjutnya: Lautan Luas (LTLS) Tebar Dividen Rp 45 per Saham, Simak Targetnya pada 2025
Menarik Dibaca: Cara Menjaga Asam Urat Normal Wanita, Ini Menu Restoran yang Aman Dikonsumsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News