Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate telah memunculkan optimisme di kalangan investor saham.
Sebab, dengan BI Rate yang semakin rendah, permasalahan beban bunga tinggi yang selama ini dirasakan perbankan bisa berkurang.
Optimisme tersebut tercermin dengan pergerakan saham-saham perbankan yang terus menunjukkan tren tumbuh.
Setidaknya, dalam sepekan terakhir yang juga bertepatan pasca BI mengambil keputusan untuk memangkas suku bunganya.
Baca Juga: Jelang Paparan Kinerja, Saham Bank Negara Indonesia (BBNI) Semakin Menghijau
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menjadi salah satu emiten yang tumbuh kuat selama sepekan terakhir.
Emiten berkode saham BBNI ini telah melonjak 13,13% dalam sepekan dan hari ini (20/1) ditutup di harga Rp 4.740 per saham.
Selain itu, ada pula PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang juga meningkat 10,08% dalam sepekan terakhir.
Hanya saja, jika dilihat sejak awal tahun, BBRI hanya menguat tipis 1,19% dan kini berada di harga Rp 4.260 per saham.
CEO Edvisor Praska Putrantyo mengungkapkan dengan adanya penurunan BI Rate memunculkan harapan bahwa kredit perbankan bisa melesat.
Setidaknya hingga akhir 2025, Praska optimistis pertumbuhan kredit bisa kembali lagi ke level 11% hingga 12%.
Selain itu, ia juga melihat investor asing mulai masuk lagi ke emiten perbankan karena ada berita baik pemangkasan bunga tersebut.
Sebab, investor melihat ada harapan bunga yang turun dapat menopang perekonomian Indonesia.
“Asing mulai tertarik untuk masuk lagi ke emiten perbankan dan dapat menopang kinerja saham perbankan,” ujar Praska, Selasa (20/1).
Secara valuasi, Praska melihat bank-bank kapitalisasi besar pelat merah masih tergolong murah. Adapun, BBNI menjadi yang cukup murah dengan rasio PER sebesar 7,85x, selanjutnya ada BMRI dengan PER sebesar 9,90x dan BBRI sebesar 10,54x.
Baca Juga: Dihembus Sentimen Positif, Intip Rekomendasi Saham Bank BNI (BBNI)
Sependapat, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan bilang penurunan BI rate ini memang membuat asing kembali masuk ke saham perbankan.
Ini disebabkan kinerja keuangan perbankan bakal terdongkrak. Alhasil, memang ada potensi tren penurunan saham perbankan sudah selesai.
Ditambah, Ekky mengingatkan bahwa dalam waktu dekat musim pembagian dividen akan hadir. Di mana, emiten perbankan termasuk yang paling rajin membagikan dividen untuk para pemegang sahamnya.
“Valuasi yang saat ini sudah menarik memperbesar potensi pembalikan arah dari sektor bank,” ujar Ekky.
Namun, meskipun potensi tersebut ada, Ekky bilang pertumbuhan laba tidak serta-merta akan langsung melesat signifikan.
Alasannya, masih ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan, seperti kondisi makroekonomi, daya serap kredit, dan kualitas kredit (NPL).
“Jika daya beli masyarakat dan aktivitas ekonomi belum pulih sepenuhnya, permintaan kredit juga mungkin tetap terbatas, sehingga dampak kenaikan laba cenderung moderat,” tambahnya.
Ekky menyebutkan untuk jangka pendek, penguatan saham bank akan berlanjut dengan target harga masing masing, BMRI di level Rp 6.500-Rp 6.600, BBRI di level Rp 4.500-Rp 4.600, BBCA di level Rp 10.400, dan BBNI di level Rp 5.000.
Sementara itu, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengungkapkan bahwa dampak penurunan bunga acuan BI tidak akan semerta-merta langsung berdampak.
Setidaknya, dampak ke kinerja baru akan tercermin di kuartal II-2025.
Baca Juga: Bank Raya Telah Lakukan Buyback Saham 22 Juta Lembar Saham di 2024
Nico menambahkan jika BI kembali melanjutkan penurunan bunga acuan di tahun ini, maka dampaknya pada kinerja perbankan akan sangat signifikan. Menurutnya, BI memiliki ruang setidaknya memangkas bunga hingga 100 basis poin.
“Jadi sebetulnya cuma tinggal butuh keberanian dari Bank Indonesia untuk berani memakai tingkat suku bunganya,” ujar Nico.
Selain bank-bank berkapitalisasi besar, Nico melihat ada dua saham bank yang menarik diamati yaitu PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO). Nico menargetkan BNGA di level Rp 2.330 dan ARTO di level Rp 3.300.
Bankir Wait and See
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengungkapkan bahwa penurunan BI memang memunculkan secercah harapan bagi kinerja bank. Hanya saja, itu juga perlu diikuti dengan kebijakan-kebijakan lain.
Ambil contoh, Royke mengharapkan penurunan suku bunga BI diikuti dengan turunnya bunga SRBI. Setidaknya, itu bisa membantu likuiditas agar bank bergairah melakukan ekspansi kredit di tahun ini.
“Itu lebih ke masalah pricing ya, tapi kalau secara bisnis sebenarnya program pemerintah dapat mendorong kinerja di 2025,” ujarnya.
Direktur Utama CIMB Niaga Lani Darmawan bilang pihaknya saat ini terus memonitor seberapa cepat beban biaya dana ini bisa turun.
Ditambah, ia mengharapkan animo masyarakat untuk melakukan pinjaman semakin tinggi.
Untuk meningkatkan margin yang didapat oleh bank, Lani menyebutkan akan fokus di sektor UMKM, dan beberapa dari ritel, seperti kredit kendaraan bermotor, kartu kredit, hingga kredit tanpa agunan.
“Margin kami harapkan bisa membaik. Saat ini masih terlalu dini untuk dihitung,” ujar Lani.
Sependapat, Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah pun mengungkapkan jika penurunan biaya dana lebih cepat dibandingkan penurunan suku bunga kredit, margin bunga bersih (NIM) dapat meningkat, sehingga pendapatan bunga bersih lebih tinggi.
Di sisi lain, jika suku bunga kredit menurun lebih cepat daripada suku bunga dana, maka NIM dapat tertekan, yang berdampak negatif pada pendapatan bunga bersih.
“Tahun 2025 potensi pertumbuhan NII moderat sampai dengan optimistis, jika didukung oleh pemulihan ekonomi domestik maupun global,” tandasnya.
Selanjutnya: Menilik Prospek Emiten yang Bakal Mendulang Cuan dari Program 3 Juta Rumah
Menarik Dibaca: Meningkatkan Kebahagiaan Suami dengan Tindakan Kecil, Ini Tips dari Moncer Coffee
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News