Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank di jajaran Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) III mencatat kinerja yang beragam hingga Agustus 2024. Sejumlah bank sukses mencapai pertumbuhan laba, namun di sisi yang lain harus terpuruk pada delapan bulan pertama 2024.
Berdasarkan laporan bulanan, anak usaha BUMN seperti PT Bank Syariah Tbk. alias BSI (BRIS) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mampu membukukan kenaikan laba bersih per Agustus 2024.
Tercatat laba BRIS mencapai Rp 4,47 triliun, tumbuh 20,59% dari sebelumnya Rp 3,71 triliun pada Agustus 2023.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi pun optimistis dapat mempertahankan pertumbuhan laba bersih di atas 30% pada 2024.
Baca Juga: Dibayangi Tekanan Biaya Dana, Simak Rekomendasi Saham Bank Lapis Kedua Layak Koleksi
BSI juga menargetkan penyaluran pembiayaan tumbuh 16%-18% pada 2024. Selain itu, BSI mendorong pendapatan berbasis komisi (fee based income) agar dapat tumbuh di atas 10% pada 2024.
Hery menyebut, fee based income akan bersumber dari transaksi treasury, investasi syariah, reksadana dan lainnya. Ada juga fee admin deposit hingga transaksi digital.
"BSI juga menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga pertumbuhan laba, salah satunya dengan mendongkrak pembiayaan yang menghasilkan margin bagi hasil," ujarnya.
Adapun BNGA membukukan laba mencapai Rp 4,36 triliun pada Agustus 2024, meningkat 4,23% dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 4,18 triliun.
Direktur Utama BNGA Lani Darmawan menerangkan, bahwa pihaknya fokus di dana pihak ketiga (DPK) dan CASA karena tahun ini cost of fund tetap tinggi. Sehingga kata Lani, baik DPK terutama CASA dan kredit tetap tumbuh positif.
"Utntuk kredit kami memilih fokus di UKM dan ritel, adapun penyaluran ke korporasi lebih hati-hati karena CoF masih tinggi," ujar Lani.
Selain itu, fokus penting lainnya, disebut Lani ada di efisiensi untuk menjaga CIR yang bagus dan asset quality NPL agar tidak terbebani dengan CKPN provisi yang bisa menghantam profit.
Tak mau kalah, kelompok keuangan Singapura PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) membukukan pertumbuhan laba sebesar 29,90% menjadi Rp 3,58 triliun dari sebelumnya Rp 2,75 triliun di Agustus 2023.
Seperti diketahui, belum lama ini Bank OCBC NISP resmi mengumumkan penggabungan usaha atau merger dengan Bank Commonwealth. Langkah ini disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank OCBC NISP Tbk yang berlangsung di OCBC Tower Jakarta, hari ini.
Presiden Direktur OCBC Parwati Surjaudaja menyampaikan optimisme usai merger dilakukan. Menurutnya ini adalah strategi yang menandai tahapan baru dalam industri perbankan Indonesia bagi OCBC.
Merger ini juga merupakan langkah strategis yang dilakukan oleh OCBC untuk terus tumbuh menjadi Bank swasta terkemuka di Indonesia. Hal ini juga mencerminkan komitmen dalam peningkatan layanan nasabah dan pemanfaatan peluang yang ada di pasar perbankan nasional.
Baca Juga: Risiko Meningkat, Laba Bersih BPD Merosot
"Kami percaya penggabungan ini akan membawa sinergi. Dengan menyatukan kekuatan yang dimiliki, OCBC siap melayani basis nasabah yang lebih luas dengan solusi perbankan yang lebih komprehensif," beber Parwati.
Lebih lanjut, integrasi nasabah ritel dan UKM Bank Commonwealth akan menguatkan posisi pasar OCBC, memperbesar portfolio, dan mengukuhkan OCBC menjadi salah satu bank swasta terdepan di Indonesia.
Sayangnya, sejumlah bank lain seperti PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) mengalami penurunan kinerja per Agustus 2024
Laba BBTN tercatat susut 9,75% secara tahunan per Agustus 2024 menjadi Rp 1,80 triliun dari Rp 2 triliun per Agustus 2023.
Selanjutnya, Panin Bank (PNBN) juga mencatatkan penurunan laba hingga 12,20% menjadi Rp 1,67 triliun pada Agustus 2024 dari sebelumnya Rp 1,91 pada Agustus 2023.
Di tengah penurunan kinerja, ada kabar terkait penjualan saham atau divestasi Bank Panin (PNBN) oleh ANZ. Tak hanya ANZ, keluarga Mu'min Ali Gunawan juga dikabarkan mempertimbangkan melepas saham pengendali.
Kabar terbaru menyebutkan, para pemegang saham PNBN telah menunjuk Citigroup untuk menjalankan rencana penjualan saham PNBN. Sumber Reuters yang mengetahui proses tersebut menyebutkan materi pemasaran telah dikirimkan kepada buyer potensial dan proses penjualan resmi masih beberapa pekan lagi.
Namun, Bank Panin membantah pernyataan tersebut datang dari manajemen perusahaan. Bank Panin memberikan pernyataan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) bahwa kabar tersebut bukan berasal dari manajemen Bank Panin, sehingga perseroan tidak mengetahui kebenaran berita yang dimaksud.
“Tidak terdapat informasi, fakta, dan/atau kejadian penting lainnya yang dapat mempengaruhi secara material kelangsungan kegiatan usaha Perseroan dan harga saham Perseroan yang belum diungkapkan oleh Perseroan kepada Bursa Efek Indonesia,” tulis manajemen PNBN.
Selain itu, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) juga turun 6,99% menjadi Rp 2 triliun dari sebelumnya Rp 2,1 triliun.
Adapula PT Bank BTPN Tbk dan Maybank Indonesia yang membukukan penyusutan laba masing-masing sebesar 12,61% dan 65,53%. Di mana, per Agustus 2024 laba Bank BTPN mencapai Rp1,51 triliun dan Maybank sebesar Rp 350,59 miliar.
Penyusutan cuan pada awal tahun juga terjadi pada PT Bank Mega Tbk (MEGA) sebesar 31,98% menjadi Rp 1,72 triliun dari sebelumnya Rp 2,53 triliun.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan, penyebab fluktuatifnya kinerja bank KBMI III karena peningkatan beban operasional sementara pertumbuhan pendapatan agak terhambat atau adanya kenaikan BOPO.
"Kinerja kuartal ketiga sepertinya juga tidak jauh berbeda, dan proyeksi sampai akhir tahun juga masih fluktuatif, ada yang mencatat pertumbuhan ada yang mengalami penurunan," kata Trioksa.
Adapun Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, Bank KBMI III memang tengah menghadapi tantangan karena economic of scale-nya lebih terbatas dibandingkan dengan bank-bank besar.
"Sehingga memang kalau diperhatikan dari kinerjanya, ini akan cenderung lebih fluktuatif. Kalau dalam kondisi ekonomi yang kecenderungannya sedang melambat seperti hari ini, mereka akan lebih challenging, terutama dalam menyalurkan kredit yang sifatnya kredit jangka panjang atau kredit produktif," jelas Eko.
Bank KBMI III disebut Eko memang mengalami tantangan yang tidak ringan, karena economic of scale-nya membuat persaingan dengan bank-bank besar dengan menawarkan bunga yang lebih menarik.
Baca Juga: Hadapi Tekanan Beban Bunga, Berikut Rekomendasi Saham Bank Lapis Kedua Layak Koleksi
Artinya, kata Eko kecenderungannya di KBMI 3 bunganya untuk simpanan lebih tinggi, tapi juga untuk penyaluran kreditnya, untuk skala ekonomi, skala likuiditas, biasanya jangkauannya tidak lebih luas dibandingkan dengan bank besar, sehingga itulah yang kadang-kadang menyebabkan pasang surut kinerja keuangannya.
"Kalau saya lihat sebetulnya untuk kuartal ketiga ini kinerja keuangannya tidak akan banyak berubah karena tidak ada hal kejutan atau ekonomi yang sangat akseleratif atau momen-momen yang sangat mendorong kredit di kuartal 3," kata Eko.
Sementara sampai akhir tahun, ia memperkirakan dari sisi penyaluran kredit, kemungkinan lajunya akan lebih rendah dibandingkan dengan bank besar. Menurut Eko, yang lebih menantang adalah cara mereka untuk bisa mendapatkan simpanan, karena dalam konteks perlambatan ekonomi tentu uang yang bisa disimpan atau dana pihak ketiga dari masyarakat itu juga kecenderungannya tumbuhnya moderat.
"Nah, ketika berebut mereka harus memberikan bunga yang lebih tinggi tadi untuk bisa mendapatkan liabilitas Itu kadang-kadang membuat cekaknya kinerja mereka begitu ketika situasi ekonomi cenderung turun," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News