kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.915.000   44.000   2,35%
  • USD/IDR 16.400   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.142   47,86   0,67%
  • KOMPAS100 1.041   10,44   1,01%
  • LQ45 812   9,62   1,20%
  • ISSI 224   0,88   0,39%
  • IDX30 424   4,46   1,06%
  • IDXHIDIV20 504   1,88   0,37%
  • IDX80 117   1,34   1,15%
  • IDXV30 119   0,16   0,14%
  • IDXQ30 139   1,43   1,04%

KPPU Sebut Proses Persidangan Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Tetap Berjalan


Rabu, 21 Mei 2025 / 10:51 WIB
KPPU Sebut Proses Persidangan Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Tetap Berjalan
ILUSTRASI. Pinjaman online. KPPU menyatakan proses persidangan terkait kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau P2P lending tetap berjalan.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan proses persidangan terkait kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending tetap berjalan. 

"Saat ini, persidangannya masih diagendakan," ucap Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur kepada Kontan, Rabu (21/5).

Lebih lanjut, Deswin menerangkan saat ini belum ada jadwal pasti terkait penyelenggaraan sidang. Meskipun demikian, dia bilang kemungkinan tahapan sidang akan dilakukan pada awal bulan depan. "Mungkin awal bulan depan," ujarnya.

Deswin juga sempat mengatakan pengusutan kasus dugaan kartel bunga pinjol merupakan temuan internal KPPU, bukan berasal dari laporan.

Baca Juga: Diusut KPPU, Eks Pejabat OJK Akui Beri Perintah Penetapan Bunga Pinjol ke Asosiasi

Kasus itu bermula ketika KPPU menduga adanya pelanggaran pasal 5 di UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan bersama penyelenggara fintech lending soal penetapan bunga. Adapun KPPU mengusut penyesuaian bunga yang terjadi pada periode 2020-2023.

KPPU menerangkan perusahaan fintech lending yang tergabung dalam asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), secara bersama-sama diduga membuat atau melaksanakan perjanjian penetapan harga atau bunga yang dikenakan ke konsumennya sebesar 0,8% berdasarkan pedoman asosiasi, kemudian menjadi 0,4% pada 2021.

KPPU pengaturan kesepakatan harga atau bunga tidak boleh dilakukan pelaku usaha. KPPU menilai pengaturan harga harusnya dilakukan lembaga negara, regulator, atau pemerintah.

Penjelasan Regulator dan Asosiasi

Mengenai kasus dugaan kartel bunga pinjol, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan AFPI juga telah angkat bicara.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan OJK menghormati jalannya proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPPU.

Agusman menyebut pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga fintech lending oleh AFPI sebagai bagian dari ketentuan Kode Etik (Pedoman Perilaku) sebelum terbitnya Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending, merupakan arahan OJK pada saat itu.

Baca Juga: KPPU: Pengusutan Dugaan Kartel Bunga Pinjol Berasal dari Temuan Internal

Dia menerangkan penetapan batas maksimum bunga tersebut ditujukan demi memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi.

"Sekaligus membedakan pinjaman online legal (fintech lending) dengan yang ilegal (pinjaman online/pinjol),” kata Agusman dalam keterangan resmi, Selasa (20/5).

Selanjutnya, Agusman bilang dalam Pasal 84 Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang LPBBTI tercantum penjelasan asosiasi atau AFPI berperan membangun pengawasan berbasis disiplin pasar untuk penguatan dan/atau penyehatan penyelenggara, serta membantu mengelola pengaduan konsumen/masyarakat.

Dalam kaitan dengan hal itu, dia menyebut AFPI diminta untuk turut membantu menertibkan anggotanya memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan yang terkait dengan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga.

Agusman juga menjelaskan bahwa pengaturan terkait batasan maksimum manfaat ekonomi atau bunga yang dimaksud merupakan hal-hal yang sangat diperlukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi dan dalam rangka menjaga integritas industri fintech lending.

Baca Juga: KPPU Usut Dugaan Kartel Bunga Pinjol, Sidang Perdana Digelar Mei 2025

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AFPI Ronald Andi Kasim mengatakan pihaknya menghormati proses yang dijalankan KPPU. Ronald membeberkan bahwa pengaturan bunga fintech lending 0,8% dan 0,4% merupakan upaya industri untuk melindungi konsumen dari pinjol ilegal yang mengenakan bunga tinggi. 

Dia mengatakan pada saat itu ada ribuan pinjol ilegal bermunculan dan tentunya mesti dibedakan antara yang legal dengan yang ilegal. "Kalau tidak ada pengaturannya, termasuk pembatasan maksimum suku bunga, tentu tak ada bedanya kami (fintech lending) dengan yang ilegal," tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AFPI periode 2018-2023 Sunu Widyatmoko juga membantah tuduhan adanya persengkongkolan untuk menyesuaikan bunga dari para penyelenggara fintech lending yang tergabung dalam asosiasi selama periode 2020 hingga 2023. Sunu bilang saat itu penurunan bunga 0,4% merupakan arahan dari regulator atau OJK dan tidak ada penyelenggara yang senang.

"Buat kami (fintech lending), makin bunga diturunkan itu artinya adalah pinjaman yang bisa diberikan akan berkurang. Kenapa? Sebab, artinya konsep risk and return, kami hanya bisa memberikan kepada orang dengan profil risiko yang rendah. Profil risiko tinggi menjadi tidak bisa diberikan kami," katanya.

Baca Juga: KPPU Sebut Sidang Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol Kemungkinan Dilakukan Bulan Ini

Hal itu berbanding terbalik dari konsep inovasi fintech lending yang mana perlu adanya kesempatan pemberian pembiayaan kepada orang atau borrower yang risikonya dianggap tinggi. Sunu menyebut konsep itu menjadi tidak jalan dengan adanya batasan bunga.

"Kalau profil risiko 0,8% sama 0,4% itu pasti berbeda. Artinya, orang yang dipilih oleh platform adalah orang yang secara risiko kecil. Misalnya, pegawai tetap atau orang yang sudah punya catatan di Fintech Data Centre (FDC) dengan risiko yang lebih baik. Dengan demikian, konsep inovasi tidak jalan," ungkapnya.

Dengan demikian, Sunu menegaskan apabila penyesuaian bunga yang dilakukan itu merupakan kesepakatan bersama antarpenyelenggara seperti yang dituduhkan, dinilainya tak masuk akal. Sebab, penyelenggara tak mungkin melakukan hal tersebut yang mana bertentangan dengan apa yang diinginkan para penyelenggara dalam hal melakukan inklusi keuangan.

Baca Juga: KPPU akan Gelar Sidang Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol

"Kedua hal itu menjawab argumen KPPU yang menyatakan bahwa penyesuaian bunga merupakan kesepakatan para penyelenggara menjadi tidak berlaku. Jadi, bukan 5-6 orang berkumpul untuk memutuskan, itu tidak. Jadi, benar-benar organisasi menjalankan dan dalam tanda kutip diminta oleh OJK supaya bisa memerangi pinjol ilegal secara efektif," ujarnya.

Setelah Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) disahkan dan OJK menerbitkan SEOJK Nomor 19 Tahun 2023 yang secara rinci mengatur bunga pinjaman fintech lending sebesar 0,3%. AFPI kemudian segera mencabut batas bunga maksimum 0,4% tersebut dan menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator. 

Selanjutnya: Cek Jadwal Pembayaran Dividen Final Cikarang Listrindo (POWR)

Menarik Dibaca: Buka Tabungan di Muamalat Bisa Dapat Hewan Kurban

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×