kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.491.000   15.000   1,02%
  • USD/IDR 15.850   0,00   0,00%
  • IDX 7.196   61,44   0,86%
  • KOMPAS100 1.106   12,55   1,15%
  • LQ45 877   9,19   1,06%
  • ISSI 220   3,21   1,48%
  • IDX30 449   5,23   1,18%
  • IDXHIDIV20 541   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,64   1,31%
  • IDXV30 135   1,63   1,22%
  • IDXQ30 149   1,31   0,89%

Kredit yang disalurkan BPR meningkat 21,6%


Selasa, 09 November 2010 / 21:13 WIB
ILUSTRASI. IPO PT Transcoal Pacific Tbk


Reporter: Steffi Indrajana | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Walaupun tengah bersaing dengan bank umum dalam menyalurkan kredit ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), total kredit yang disalurkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) per September 2010 meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah penyaluran kredit meningkat 21,6%, dari sebelumnya Rp 35,21 triliun pada September 2009 menjadi Rp 42,83 triliun per September 2010.

"Total ini menyumbang 3,6% dari keseluruhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor UMKM," ujar Edy Setiadi, Direktur Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM Bank Indonesia.

Bank umum sudah menyalurkan sebesar Rp 869,91 triliun ke sektor UMKM dengan jumlah debitur sebanyak 26,72 juta. Sedangkan jumlah debitur BPR hanya sekitar 2,98 juta atau sebesar 10,03%. BPR sendiri telah menyalurkan kredit ke sektor mikro sebesar Rp 20,64 triliun, ke sektor kecil sebesar Rp 10,82 triliun, dan sektor menengah sebesar Rp 1,34 triliun.

Edy menilai peluang BPR untuk menyalurkan kredit ke sektor ini masih besar. "Dengan pendekatan jumlah rekening UMKM pada perbankan, jumlah UMKM yang dibiayai oleh bank baru 47,1%. Jadi masih ada peluang sebesar 52,9% bagi BPR.

Dari keseluruhan kredit yang disalurkan, sektor lain-lain atau lebih identik dengan sektor konsumsi menyumbang 45,07% atau sebesar Rp 19,03 triliun. Sedangkan sektor perdagangan menyumbang 34,21% atau Rp 14,65 triliun dan sektor jasa Rp 4,99 triliun. "Sehingga belum sepenuhnya berkontribusi secara optimal terhadap ekonomi lokal," ujar Edy.

Non-performing loan (NPL) pun mengalami penurunan. Jika pada September tahun lalu posisi NPL gross BPR sebesar 7,57% dan NPL nett sebesar 4,46%, maka untuk tahun ini NPL gross menjadi 6,78% dan NPL nett 4,05%. "Hal ini menandakan penyaluran kredit yang semakin prudent," terang Edy.

Untuk Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR, mereka mengalami penurunan, dari 83,13% menjadi 81,79%. Namun, dana pihak ketiga (DPK) yang terkumpul meningkat. Dari Rp 23,90 triliun menjadi Rp 29,34 triliun. "Peningkatan ini mengindikasikan kepercayaan masyarakat yang semakin kuat terhadap BPR," ujarnya.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga telah memberikan nilai tambah kepada BPR. Di mana pada bank umum suku bunga sebesar 7% sedangkan di BPR mencapai 10%. "Sudah mendapat bunga yang lebih tinggi, nasabah juga tetap dijamin oleh LPS kalau ada masalah," ujarnya.

Terkait dengan keinginan Ketua Perbarindo DKI Jakarta Hiras Tobing untuk meminta kepada Bank Indonesia (BI) agar mengizinkan masuknya investor asing, Edy mengungkapkan BI belum memiliki rencana ke arah sana. "Ide ini sama seperti yang diungkapkan oleh World Bank. Tetapi saya rasa untuk wilayah pedesaan atau daerah kecil, saya rasa paling tepat adalah investor-investor lokal," tegasnya. Menurutnya, jika investor asing ingin masuk, bisa dengan bekerjasama dengan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) untuk meningkatkan teknologi bagi perbankan dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective [Intensive Boothcamp] Financial Statement Analysis

[X]
×