Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah di industri fintech peer to peer (P2P) lending kembali mencuat. Terbaru, PT Dana Syariah Indonesia (DSI) tengah menghadapi isu penundaan pengembalian dana serta pembayaran imbal hasil kepada para lender.
Menanggapi kondisi tersebut, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai persoalan di sektor fintech lending, terutama yang fokus pada pembiayaan produktif, berpotensi menggerus minat perbankan dalam menyalurkan pendanaan.
Baca Juga: Ayi Subarna Jadi Pengganti Sementara Dirut Bank BJB, Ini Profil Lengkapnya
“Perbankan bisa saja mengerem pembiayaan untuk UMKM lebih kencang di industri fintech lending. Pendana masih berpikir untuk mendanai karena masalah manajemen dan sebagainya,” ungkapnya kepada Kontan.coi.d, Minggu (16/11/2025).
Meski demikian, Nailul menilai peluang kolaborasi antara fintech lending dan perbankan masih terbuka.
“Salah satunya disebabkan lender perbankan sendiri menghendaki perputaran uang dari bisnis mereka. Oleh karena itu, paling mudah yang bisa dilakukan adalah melalui channeling fintech lending,” ujarnya.
Ia menambahkan, tingkat pengembalian dana di pinjaman daring sejatinya cukup menarik bagi bank.
Dengan pengalaman di ekosistem perbankan, bank sebagai lender dinilai lebih mampu memilih calon peminjam yang sesuai profil risiko.
Selain itu, data borrower dari platform fintech bisa dimanfaatkan sebagai calon nasabah baru perbankan.
Baca Juga: Asippindo Imbau Industri Penjaminan Terapkan Kehati-hatian Dalam Menjamin Kredit UMKM
AFPI: Dampak Ada, tapi Bank Tetap Bijak
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) turut mengakui bahwa berbagai persoalan yang mencuat akhir-akhir ini berpotensi memengaruhi pendanaan dari sejumlah bank.
Namun, Ketua Umum AFPI Entjik Djafar menegaskan bahwa perbankan menilai setiap kasus dengan bijak.
“Sebab, beberapa kasus disebabkan adanya fraud internal dan side streaming,” ujarnya kepada Kontan.co.id.
Entjik juga menjelaskan bahwa sebagian bank telah mengantisipasi risiko tersebut melalui kerja sama channeling dengan rambu-rambu proses prudent.
Ia berharap penyelenggara fintech lending tetap menjaga kinerja serta memperketat proses kelayakan kredit agar tetap prudent dan compliant, sehingga bank tetap memberi kepercayaan untuk menyalurkan dana.
Baca Juga: Pengguna Masih Terpusat di Jabodetabek, AFTECH Soroti Kesenjangan Akses Fintech
OJK: Porsi Pendanaan Bank Masih Mendominasi
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa porsi pendanaan terbesar fintech lending masih berasal dari perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyampaikan bahwa porsi pendanaan dari perbankan mencapai 64% dari total outstanding pendanaan fintech lending per September 2025.
“Adapun pendanaan fintech P2P lending mencapai Rp 90,99 triliun per September 2025,” ujarnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Selasa (11/11/2025).
Agusman juga menyoroti dampak meningkatnya likuiditas perbankan terhadap pendanaan fintech.
Menurutnya, kondisi likuiditas yang membaik diharapkan dapat meningkatkan channeling pendanaan ke industri fintech lending.
Baca Juga: Intip Strategi Dapen BCA Tingkatkan Jumlah Peserta
Karena itu, OJK terus mendorong penyelenggara P2P lending untuk memperluas kerja sama dengan lembaga jasa keuangan, termasuk perbankan, guna memperbesar akses pembiayaan khususnya ke sektor produktif.
Meski begitu, Agusman tetap mengimbau agar para penyelenggara memperkuat prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen dalam menyalurkan pembiayaan.
Selanjutnya: HGB IKN Dipangkas MK, Ekonom: 190 Tahun Saja Tak Laku, Investasi Kian Minimalis
Menarik Dibaca: Ramalan Keuangan Zodiak Tahun 2026, Ada Peluang Naik Gaji untuk Taurus!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













