kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.086.000   26.000   1,26%
  • USD/IDR 16.495   138,00   0,84%
  • IDX 7.629   -138,24   -1,78%
  • KOMPAS100 1.066   -21,70   -2,00%
  • LQ45 770   -13,67   -1,74%
  • ISSI 264   -3,56   -1,33%
  • IDX30 400   -6,24   -1,54%
  • IDXHIDIV20 467   -6,08   -1,28%
  • IDX80 117   -1,60   -1,34%
  • IDXV30 130   0,27   0,21%
  • IDXQ30 130   -1,70   -1,29%

Mereka populer dengan sebutan Fintech 3.0


Rabu, 07 Juni 2017 / 10:00 WIB
Mereka populer dengan sebutan Fintech 3.0


Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: S.S. Kurniawan

Meriap-riap bagai rumput di pinggir kandang. Peribahasa lawas ini sangat cocok untuk menggambarkan perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi informasi atawa financial technology (fintech) yang berkembang amat pesat di tanah air dalam dua tahun terakhir.

Saat ini, Asosiasi FinTech Indonesia mencatat, ada 157 perusahaan fintech yang beroperasi di negara kita, yang mayoritas berumur kurang dari dua tahun. Sebanyak 76% di antaranya berdiri dalam rentang tahun 2015 hingga Maret 2017 atau masih berstatus perusahaan rintisan alias start-up.

Di berbagai negara, Niki Luhur, Ketua Umum Asosiasi FinTech Indonesia, bilang, kelahiran start-up fintech tengah menjadi tren. "Di Indonesia, start-up fintech juga terus bermunculan dan jadi tren besar sejak tahun 2016," katanya.

Start-up, Niki menjelaskan, merujuk pada semua perusahaan yang belum lama beroperasi. Perusahaan ini sebagian besar baru berdiri dan masih berada dalam fase pengembangan serta penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Jadi, sektor start-up bisa beragam, salah satunya start-up fintech.

Niam Dzikri, Direktur Utama PT Finnet Indonesia, mengatakan, perusahaan fintech Indonesia didominasi oleh start-up dan berpotensi besar dengan model bisnis kampanye pemasaran (marketing campaign). "Sehingga, dibutuhkan modal yang cukup untuk bersaing mendapatkan awareness dan tempat, baik di masyarakat maupun industri," ujarnya.

Mengacu ke klasifikasi yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perusahaan fintech dibedakan menjadi Fintech 2.0 dan Fintech 3.0. Fintech 2.0 adalah layanan keuangan digital yang dioperasikan lembaga keuangan yang ada. Misalnya, Jenius besutan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN).

Sedang tren fintech yang belakangan berkembang merujuk pada kemunculan start-up-start-up inovatif, yang sejak awal berdiri merupakan perusahaan berbasis teknologi dan mengeluarkan produk atau jasa keuangan. "Mereka dikenal sebagai FinTech 3.0," ujar Niki.

FinTech 3.0 lebih berfokus pada aspek teknologi, sehingga tidak melakukan kegiatan perbankan seperti menghimpun dana masyarakat. Alhasil, profil risiko dari kedua klasifikasi itu juga memiliki perbedaan.

Segendang sepenarian, Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan, industri fintech di tanah air berkembang sangat pesat selama 2015–2016. Perkembangan amat cepat ini bersamaan dengan Tim Pengembangan Sektor Jasa Keuangan OJK yang mulai aktif menjalin komunikasi dengan perusahaan fintech.

Cuma, data OJK menunjukkan, saat ini ada 165 perusahaan fintech yang dilaporkan asosiasi ke mereka. "Masih terdapat sekitar 50 start-up fintech yang sudah melakukan audiensi dengan OJK tapi belum terdaftar di asosiasi," ucap Rahmat.

Hingga kini, lebih dari 50 perusahaan fintech pinjaman (lending) yang telah menyampaikan dokumen untuk pendaftaran atau surat pernyataan niat mendaftar. Dari jumlah ini, baru ada dua perusahaan yang mendapat status terdaftar.

Kemudahan

Menurut Niki, karakter generasi milenial yang lebih melek teknologi atau tech-savvy, krisis keuangan global, dan konsekuensi kepercayaan terhadap lembaga keuangan konvensional turut jadi pendorong pertumbuhan perusahaan fintech sebagai penyedia jasa keuangan alternatif yang pesat.

Tapi, Niki mengungkapkan, faktor pendorong utamanya adalah untapped market yang belum diisi produk dan jasa keuangan yang ada. Perusahaan fintech berupaya melayani populasi yang sebelumnya tidak tersentuh bank, misalnya, dalam kegiatan pinjam- meminjam.

Segmen yang disasar umumnya adalah konsumen yang belum memiliki rekam jejak kegiatan di bank, dengan nominal pinjaman yang juga di luar kriteria bank. "Ini juga terjadi dan dapat ditemui di sektor-sektor fintech lainnya, di mana masing-masing memberikan nilai unik dan menawarkan solusi bagi beragam tantangan pasar yang ada," ungkap President Director Kartuku, start-up fintech pembayaran ini.

Betul. Edy S. Prawirohardjo, Chief Executive Officer (CEO) Espay, start-up fintech pembayaran e-commerce, menambahkan, perusahaan fintech berkembang pesat lantaran menawarkan kemudahan. Di perbankan, misalnya, proses pengajuan pinjaman lama dan berbelit-belit karena ada sikap kehati-hatian.

Namun, perusahaan fintech yang juga menyediakan fasilitas itu membuat proses yang lebih simple. "Semuanya harus serba cepat. Produknya sama tetapi fintech diciptakan untuk membuat prosesnya lebih cepat," katanya. 

Menurut Niki, profil perusahaan fintech di Indonesia saat ini masih didominasi perusahaan pembayaran (payment) yang kebanyakan berusia kurang dari dua tahun. Jumlahnya: mencapai 40% dari total 153 perusahaan fintech di Indonesia. Lalu, perusahaan pinjaman (lending) sebanyak 23% dan agregator (aggregator) sebesar 12%.

Nah, untuk mendukung pertumbuhan industri fintech yang cepat itu, OJK merilis Peraturan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau Fintech Lending. Rahmat menuturkan, lembaganya saat ini sedang membahas persiapan seluruh peraturan teknis operasional dari beleid yang terbit Desember itu.

Dengan begitu, OJK bisa segera mengeksekusi fungsi pengaturan dan pengawasan fintech lending. "Dan, memberi ruang pertumbuhan yang cepat bagi kelahiran alternatif industri pendanaan baru di Indonesia tersebut," ujar Rahmat.

Peraturan teknis yang sedang OJK susun, misalnya, tata cara pinjam-meminjam uang melalui fintech lending dan perubahan batas maksimal pinjaman. Kemudian, tata kelola teknologi informasi, tata cara penggunaan tandatangan digital, serta kerjasama dengan fintech layanan jasa keuangan dan pendukung lainnya.

Fintech layanan jasa keuangan lainnya, contohnya, fintech payment, perbankan, dan fintech perasuransian. Sedang fintech pendukung lainnya, seperti fintech credit scoring, credit information, serta bigdata analytics.

Perusahaan fintech siap dan berkomitmen mematuhi aturan main yang berlaku. "Kami percaya regulasi yang pro pelaku dan pengguna adalah kunci pertumbuhan fintech di Indonesia," kata Niki

Walhasil, pepatah meriap-riap bagai rumput di pinggir kandang pun masih akan tetap relevan untuk perusahaan fintech.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×