Reporter: Moch. Wahyudi |
JAKARTA. Niat perbankan untuk bisa menjajakan 20 produk baru perbankan syariah masih jauh panggang dari api. Dewan Syariah Nasional (DSN) saat ini baru mengkaji tiga produk baru yang telah diterapkan di Malaysia.
"Secara umum, semuanya produk di Indonesia hampir sama dengan malaysia, cuma tiga produk saja yang berbeda," ujar anggota DSN, Muhammad Syafi'i Antonio, di sela-sela Festival Ekonomi Syariah (FES), pekan lalu.
Misalnya produk tawaruq atawa transaksi jual beli aset yang dilakukan secara tangguh. Dimana pembeli yakni nasabah, menjual kembali aset itu secara tunai kepada pihak ketiga yakni bank. Selain itu, ada juga bai'ul dayn atawa transaksi sekunder berbasiskan utang.
"Malaysia menerapkannya di perbankan dan di pasar modal, sedangkan Indonesia masih mengkaji," jelas Syafi'i.
Karena itu perbankan baru bisa menerapkan produk syariah tersebut di Indonesia setelah mendapatkan persetujuan ulama berbagai mazhab yang tergabung di DSN. Cara kerja DSN di Indonesia memang beda dengan Malaysia. Di Indonesia perlu mendapat izin dari semua mazhab sebelum mengeluarkan izin produk syariah. Sedangkan di Malaysia asalkan satu mazhab setuju, produk syariah bisa langsung jalan.
Syafi'i mengakui mekanisme izin produk keuangan yang masih kaku di DSN ini membuat proses diversikasi produk syariah di Indonesia berjalan lamban. Meski begitu, bagi Syafi'i, mekanisme ini sesungguhnya sebagai wujud kehati-hatian agar sesuai dengan prinsip syariah. "Itu bisa menjadi kekuatan kita, dan Timur Tengah pun mengakui kita lebih hati-hati," ucapnya.
Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Perbankan Syariah Bank Indonesia, Mulya E. Siregar mengaku BI tak bisa memaksa DSN soal fatwa produk ini. Dia hanya ingin mendorong kalangan perbankan syariah untuk lebih jeli melihat keinginan masyarakat terhadap produk syariah sehingga DSN mudah mengizinkan produk baru itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News