Reporter: Vina Destya | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan penyelenggara Fintech Peer to Peer (P2P) Lending untuk terus meningkatkan kualitas credit scoring kepada penggunanya sehingga bisa dapatkan hasil yang lebih akurat terhadap calon pengguna.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Komisioner OJK Bambang Budiawan terkait dengan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Indonesia terhadap adik tingkatnya karena terlilit utang pinjol.
OJK juga sempat mencatatkan total aduan dari masyarakat terkait pinjol mulai dari 1 Januari 2023 hingga 29 Mei 2023 sebanyak 3.903 aduan, di mana OJK menyebutkan bahwa mayoritas aduan tersebut karena mendapatkan ancaman saat proses penagihan.
Baca Juga: Kasus Pinjol Masih Marak, Modalku Terapkan Penyaringan Borrower Dalam Pemberian Dana
Bambang juga mengatakan bahwa tren penyaluran pendanaan P2P lending masih terus meningkat sampai saat ini, walaupun pertumbuhannya cenderung melambat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Kebutuhan akan pendanaan ataupun pembiayaan di Indonesia masih sangat luas,” ujar Bambang pada Kontan, Kamis (10/8).
Di sisi lain, Bambang juga menyampaikan bahwa dengan berbagai penanganan yang sudah OJK coba lakukan, keberadaan pinjol ilegal menurutnya sudah tidak sebanyak beberapa tahun terakhir.
Namun, masyarakat masih tetap harus waspada sebab Satuan Tugas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI) menemukan 434 tawaran pinjol ilegal di bulan Juli 2023. Di tambah terdapat beragam modus baru yang dilakukan oleh para pelaku untuk menarik masyarakat secara luas dalam melakukan transaksi pinjol ilegal.
Baca Juga: OJK Dorong Fintech Tingkatkan Pendanaan ke Sektor UMKM
Selain memberikan himbauan kepada pelaku usaha pinjol legal untuk meningkatkan kualitas credit scoring, Bambang juga menegaskan bahwa OJK terus melakukan sosialisasi secara bersama terkait bahaya penggunaan berbagai alternatif pinjol yang tidak tepat.
“Kasus ini tentunya semakin membuat kita harus lebih waspada dan tidak menggunakan berbagai alternatif pinjaman online yang tidak tepat misalnya untuk konsumtif atau untuk diinvestasikan,” papar Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News