kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

OJK: Sebanyak 145 fintech lending sedang dalam proses pendaftaran


Kamis, 07 Maret 2019 / 20:46 WIB
OJK: Sebanyak 145 fintech lending sedang dalam proses pendaftaran


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peluang pertumbuhan fintech lending di Indonesia masih besar. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi pada Rabu (6/3) mengatakan, saat ini ada 145 perusahaan fintech lending yang tengah dalam proses pendaftaran di OJK.

“Karena animonya sangat banyak. Pangsa pasar usaha mikro, kecil, dan menengah yang membutuhkan pinjaman begitu besar,” kata dia baru-baru ini.

Sementara itu, fintech lending terdaftar dan berizin di OJK sudah mencapai 99 perusahaan. Meskipun begitu, Hendrikus mengatakan, pihaknya tidak begitu mementingkan kuantitas, melainkan kualitas dari para perusahaan fintech lending ini.

Menurut dia, untuk bisa mendapat tanda terdaftar OJK, penyelenggara fintech lending harus bisa membuktikan bahwa mereka memenuhi tiga aspek. Pertama, teknologi perusahan tersebut harus sudah bisa mendukung terselenggaranya kegiatan pinjam-meminjam berbasis teknologi ini.

"Jadi, sistem keamanan, sistem back up dan recovery-nya dapat berjalan dengan bai," kata dia. Pada saat pendaftaran, seluruh fintech lending juga sudah harus terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI.

Kedua, perusahaan fintech lending harus memiliki bisnis model dan pengelolaan risiko yang mumpuni sehingga mendukung terlaksananya good corporate governance. Perusahaan perlu memiliki standar prosedur operasional yang mencakup pengelolaan kelembagaan, pengelolaan platform, pengaduan konsumen, edukasi konsumen, hingga pengelolaan terhadap adanya tindak pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

Ketiga adalah aspek kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi penyelenggara fintech lending. SDM tersebut setidaknya memiliki pemahaman tentang fintech lending di Indonesia dan apa yang membedakannya dengan fintech lending di negara lain. “Sebab Indonesia punya masalah dan sistem hukumnya sendiri,” ucap Hendrikus.

Menurut Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, untuk mendapatkan status terdaftar, perusahaan wajib memiliki modal yang disetor Rp 1 miliar dan rutin melakukan pelaporan setiap tiga bulan sekali selama satu tahun. Laporan berkala itu meliputi jumlah pemberi pinjaman, kualitas pinjaman, dan kegiatan perusahaan.

Kemudian, jika menurut OJK, fintech-fintech ini sudah membuktikan bisnis modelnya bisa berjalan dengan baik, maka fintech lending ini bisa mengajukan perizinan. Pengajuan izin ini juga disertai dengan kewajiban untuk memiliki modal yang disetor Rp 2,5 miliar.

Dengan begitu, perusahaan yang sudah mengantongi izin bisa beroperasi dan menjalankan bisnisnya secara permanen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×