kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK sebut restrukturisasi kredit semakin melandai, ini jumlahnya


Rabu, 24 Maret 2021 / 14:09 WIB
OJK sebut restrukturisasi kredit semakin melandai, ini jumlahnya
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta (14/7). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/14/07/2016


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melanjutkan berbagai kebijakan sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di 2021. Salah satunya adalah dengan memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit terhadap debitur terdampak Covid-19 hingga Maret 2022.

Selama periode relaksasi, debitur dapat melakukan restrukturisasi kredit berulang sepanjang masih memiliki prospek usaha dan tidak dikenakan biaya yang tidak wajar/berlebihan. Namun, OJK mencatat perkembangan restrukturisasi Covid-19 sudah semakin melandai.

Per 8 Maret 2021, jumlah restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 999,7 triliun dari 7,97 juta debitur. Itu terdiri dari segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebanyak 6,17 juta debitur dengan total kredit Rp 392,2 triliun dan non UMKM 1,8 juta debitur dengan nilai kredit Rp 607,5 triliun.  "Saat ini perkembangan restrukturisasi semakin melandai," ujar Wimboh Santoso Ketua Dewan Komisioner OJK dalam webinar, Rabu (24/3).

Baca Juga: Wah, karyawan BRI Agro bisa punya saham AGRO dengan harga murah

Dengan kebijakan restrukturisasi tersebut, lanjut Wimboh, tingkat risiko kredit bermasalah secara gross dapat dijaga pada level 3,17%. Sehingga  perbankan memiliki waktu untuk menata kinerja keuangannya dengan membentuk pencadangan secara bertahap, serta sektor riil memiliki ruang gerak untuk kembali bangkit. 

Selain melanjutkan program restrukturisasi kredit, OJK juga memperluas akses pembiayaan digital untuk UMKM sebagai daya ungkit bagi kegiatan perekonomian secara menyeluruh. Kemudian, melanjutkan kebijakan stimulus melalui sektor keuangan untuk mendukung pertumbuhan sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Salah satu yang sudah mencatat tren penurunan jumlah debitur yang melakukan restrukturisasi Covid-19 setiap bulannya.

Direktur Collection & Asset Management Bank BTN Elizabeth Novi mengatakan, hal ini sejalan dengan tren penurunan jumlah debitur yang dilakukan restrukturisasi Covid di industri perbankan saat ini. 

Per Desember 2020, jumlah debitur BTN yang melakukan program restrukturisasi Covid-19 mencapai sekitar 330.000 dengan pokok kredit mencapai Rp 57 triliun dimana 69% di antarnya berasal dari segmen konsumer, terutama Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Baca Juga: Ayo segera ganti kartu ATM BRI lama ke kartu chip baru, begini caranya

BTN telah melakukan penilaian terhadap debitur-debitur yang melakukan program restrukturisasi Covid-19 pada kuartal I-2021. Dari hasil assesment tersebut, bank pelat merah ini memperkirakan pokok kredit yang berpotensi turun ke kategori kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) sekitar 6%.

Perkiraan kredit yang berpotensi jatuh ke NPL tersebut belum berubah dari proyeksi pada penilaian sebelumnya. "Pada kuartal II, akan kami assesment lagi untuk melihat perkembangannya," kata Novie

Sementara Bank Mandiri Tbk telah melakukan restrukturisasi kredit senilai Rp 123 triliun terhadap debiturnya yang terdampak pandemi sepanjang 2020. 

Namun, pada akhir  tahun lalu, jumlahnya sudah turun ke level Rp 93 triliun karena banyak debitur yang sudah kembali pulih karena berhasil melakukan penyesuaian model bisnis dengan kondisi pandemi.

"Debitur yang direstrukturisasi adalah mereka yang sebelum bulan Maret 2020 masih bagus dan tidak pernah menunggak, mereka terganggu karena Covid-19. Selama setahun terakhir, sebagian besar mereka sudah bisa menyesuaikan model bisnisnya dengan new normal. Diperkirakan jumlah restrukturisasi ini akan terus berkurang sejalan dengan vaksinasi dan ekonomi mulai pulih," jelas Direktur Manajemen Risiko Ahmad Siddik Badruddin belum lama ini.

Sementara jumlah kredit yang berpotensi jadi NPL telah menurun dibandingkan proyeksi sebelumnya. Akhir tahun 2020, Bank Mandiri memprediksi sekitar 10%-11% dari kredit yang direstrukturisasi berpotensi downgrade jadi kredit bermasalah.  Namun, saat ini diproyeksi hanya sekitar 8% dari Rp 93 triliun. Pada akhir 2020, baru sekitar 0,3%-0,4% dari kredit yang direstrukturisasi ini jatuh ke NPL. 

Baca Juga: Jangan sampai diblokir! Ini jadwal pemblokiran kartu ATM lama Mandiri, BNI, dan BCA

Meskipun proyeksi kredit yang berpotensi jadi NPL turun, Bank Mandiri akan melakukan tambahan pencadangan opsional tahun ini sebesar Rp 1 triliun untuk debitur restrukturisasi terdampak Covid-19. Sementara tahun 2020, perseroan sudah melakukan pencadangan sebesar Rp 4,5 triliun sehingga total cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang dialokasikan mengantisipasi risiko NPL mencapai Rp 5,5 triliun.

Untuk debitur yang belum sembuh 100%, Bank Mandiri akan memberikan restrukturisasi ulang dengan memanfaatkan semua program stimulus yang diberikan pemerintah sehingga mereka bisa pulih sepenuhnya. 

Restrukturisasi kredit terdapat Covid-19 di BRI juga sudah melandai menjadi Rp 189,8 triliun per akhir Februari 2021 seiring dengan mulai menggeliatnya aktivitas ekonomi.   "Penurunan jumlah pinjaman yang direstrukturisasi tersebut merupakan sinyal positif bahwa nasabah UMKM mulai bangkit. Untuk tahun ini BRI optimistis mampu menjaga NPL di level 3%," kata Aestika Oryza, Sekretaris Perusahaan BRI.

Selanjutnya: Seluruh kartu ATM BRI ditargetkan sudah migrasi ke kartu cip pada September 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×