Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perbankan tetap optimistis terhadap ketahanan likuiditasnya hingga akhir tahun 2023 dan di tahun 2024 mendatang.
Meskipun jika melihat data terbaru dari Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mengalami perlambatan yang cukup signifikan pada Oktober 2023.
DPK perbankan per Oktober 2023 tercatat hanya tumbuh 3,34% secara year on year (YoY), melambat jika dibandingkan September 2023 yang mampu tumbuh 6,54% YoY. Sementara pertumbuhan kredit tercatat 8,99% YoY.
Baca Juga: Hingga Akhir Tahun, Dapen Bank Mandiri Targetkan Dana Investasi Rp 9,85 Triliun
Chief Economist PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Winang Budoyo membenarkan tren pertumbuhan simpanan di perbankan yang terus melandai sepanjang tahun 2023.
"Masyarakat kita tabungannya terus turun, tapi kreditnya terus naik," kata dia belum lama ini.
Winang menerangkan masyarakat yang pada umumnya memiliki simpanan dengan nominal Rp100 juta terus tergerus karena digunakan untuk kebutuhan konsumsi , salah satunya adalah menyicil Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Pasalnya menurut data riset, pertumbuhan kredit tertinggi ada pada KPR dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Baca Juga: Stagnan, Kredit Perbankan Tumbuh 8,99% Hingga Oktober 2023
Meski begitu, perbankan tertap menunjukkan optimismenya untuk menaga ketahanan likuiditas. Optimisme ini ditunjukkan oleh bank besar hingga bank kecil.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) misalnya, yang akan menjaga rasio-rasio likuiditas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari regulasi.
Direktur Treasury and Internasional Banking Bank Mandiri Eka Fitria mengatakan, salah satu upaya untuk menjaga ketahanan likuditas bank yakni dengan terus menjaga pertumbuhan DPK hingga di tahun depan.
"Untuk menjaga ketahanan likuiditas tahun ini dan di tahun 2024, Bank Mandiri akan berupaya untuk terus menjaga pertumbuhan DPK melalui strategi pengembangan layanan perbankan digital dan peningkatan layanan ekosistem nasabah," kata Eka kepada Kontan belum lama ini.
Asal tahu saja, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan DPK sebesar 6.34% (YoY) yang ditopang oleh pertumbuhan Giro dan Tabungan (CASA) yang tumbuh 14.30% YoY pada akhir September 2023.
Berdasarkan kinerja tersebut, Eka menyebut kondisi likuiditas Bank Mandiri tetap terjaga sesuai dengan ketentuan.
"Bank Mandiri juga akan selalu menjaga Loan to Deposit Ratio dalam level yang seimbang, optimal, dan sesuai appetite pertumbuhan bisnis dengan menetapkan strategi penghimpunan dana murah sambil tetap secara aktif mendorong pertumbuhan kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," jelas Eka.
Baca Juga: Laju Penghimpunan DPK Perbankan Semakin Melambat, Hanya Tumbuh 3,4% Per Oktober
Lebih lanjut Eka menyebut mencermati adanya ketidakpastian ekonomi global yang dapat membuat likuiditas menjadi lebih ketat, Bank Mandiri memiliki berbagai macam alternatif dalam menjaga ketahanan likuiditas.
Eka mengatakan Bank Mandiri memiliki berbagai alternatif untuk melakukan pendanaan baik melalui strategi penghimpunan DPK, maupun pendanaan wholesale funding melalui transaksi yang sifatnya bilateral dan penerbitan Surat Utang.
Asal tahu saja, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan kredit sebesar 12,71% YoY menjadi Rp1.315,92 triliun per September 2023, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK sebesar 6,64% YoY menjadi Rp1.452 triliun per September 2023. Sementara untuk rasio LDR berada di level 87,6%
Senada, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga tetap optimis dapat menjaga likuditasnya hingga tahun depan.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan, pihaknya akan fokus pada pertumbuhan DPK.
"Pertumbuhan DPK BRI akan terus difokuskan pada penghimpunan Dana Murah/ CASA (Tabungan dan Giro) dari masyarakat. Strategi utama BRI ada 2, yakni retensi dan akuisisi," kata Hendy kepada Kontan.
Hendy menjelaskan untuk retensi, BRI akan fokus pada transaksi digital, optimalisasi value chain dari bisnis wholesale serta pemanfaatan big data utamanya pada segmen mikro dan ultra mikro.
Baca Juga: Pertumbuhan DPK Terlalu Tinggi Berbahaya Bagi Ekonomi, Ini Alasannya
Sementara pada strategi akuisisi, BRI akan fokus akuisisi merchant dan ekosistem. Ekosistem yang dibidik yakni pasar dan pusat perbelanjaan, fintech, SPBU/gas, FMCG (Fast Moving Consumer Goods), transportasi dan rumah sakit.
Adapun untuk merchant akan difokuskan pada area-area pusat transaksi ritel, seperti pasar tradisional dan pasar besar, serta pusat kuliner hingga mall.
Hendy menyebut saat ini BRI memang telah menaikkan suku bunga depositonya yang tentunya akan berdampakan pada meningkatnya biaya dana atau Cost of Fund.
Asal tahu saja BRI telah melakukan penyesuaian suku bunga deposito, bervariasi antara 25 bps sampai dengan 125 bps disesuaikan dengan tenor dan jumlah nominal deposito. Meski begitu, Hendy mengatakan biaya dana tetap bisa terkendali.
BRI sendiri mencatat pertumbuhan DPK sebesar 13,21% YoY menjadi Rp1.290,29 triliun per September 2023, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit yang sebesar Rp12,53% YoY menjadi Rp1.250,72 triliun per September 2023.
Likuiditas BRI juga tercatat masih cukup memadai dengan rasio LDR berada di level 87,76%.
Di sisi lain, Bank kecil juga menunjukkan optimismenya terhadap ketahanan likuiditas hingga akhir tahun 2023 dan tahun depan.
PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) misalnya, yang saat ini mencatat rasio likuiditas di level yang sehat.
Baca Juga: Menilik Upaya Perbankan Menjaring Pendanaan dari Sumber Non DPK
Wakil Direktur Utama Bank KB Bukopin Robby Mondong merinci, indikator seperti alat likuid terhadap non core deposit (AL/NCD) dan AL/DPK masing-masing terus stabil diatas 250% dan 35% hingga periode akhir Oktober 2023.
"Ini menunjukkan bahwa likuiditas masih cukup memadai untuk mendukung penyaluran kredit ketika demand terhadap kredit itu meningkat," kata dia kepada Kontan belum lama ini.
Salah satu upaya Bank KB Bukopin untuk menjaga ketahanan likuiditas adalah dengan meningkatkan himpunna dana murah (CASA) yang didukung transformasi digital.
Selain itu Robby mengatakan Bank KB Bukopin juga menempatkan dana pada Surat Berharga Negara (SBN) yang merupakan instrumen dengan risiko rendah.
Sementara itu Direktur Utama PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) Yuddy Renaldi mengatakan, salah satu kendala yang dihadapi oleh bank daerah saat ini adalah terkait himpunan dana mahal.
"Likuiditas memang agak berbeda dengan bank himbara dari sisi funding, mereka secara cost of fund sudah landai, sudah murah. Kendala yang dihadapi kami bank daerah, funding yang kami terima ini dana-dana mahal. Semua pasti terdampak bukan hanya BPD, tetapi bank umum dan bank swasta memiliki dampak signifikan dalam tingginya biaya dana di masing-masing bank saat ini," kata dia kepada Kontan belum lama ini.
Meski begitu Yuddy mengatakan sampai akhir tahun ini belum ada terhadap likuiditas bank.
"Likuidiats tidak jadi masalah, kami (bank daerah) harus mengatur biaya dana agar tidak menjadi problem. Kalau sekarang saya di bank BJB likuiditas menjadi salah satu yang kita jaga," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News