kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,26   8,68   0.97%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelemahan IHSG menyeret dana kelolaan Wealth Management industri perbankan


Minggu, 16 Februari 2020 / 17:14 WIB
Pelemahan IHSG menyeret dana kelolaan Wealth Management industri perbankan
ILUSTRASI. Dana kelolaan Wealth Management perbnkan terus berkurang


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang tahun ini terus tertekan. Hingga Jumat (14/2), IHSG tercatat turun 6,87% sejak awal tahun. Nah, kondisi pasar saham ini telah menekan bisnis wealth management perbankan.

PT Bank Mandiri Tbk misalnya, telah mengalami penurunan dana kelolaan wealth management sebagai akibat dari koreksi IHSG. Menurut Hery Gunardi, Direktur Konsumer dan Transaksi Ritel Bank Mandiri, total dana kelolaan wealth management telah turun 0,38% dibandingkan dengan posisi Desember 2019.

Dengan kondisi tersebut, Bank Mandiri tidak akan terlalu agresif dalam memasang target bisnis wealth management tahun 2020 ini. Bank pelat merah ini hanya menargetkan dana kelolaan tumbuh sekitar 5%-7% atau sebesar Rp 224 triliun.

Baca Juga: Makin canggih, bank besar dan syariah kini sudah bisa buka rekening secara digital

Untuk mencapai target tersebut, Bank Mandiri akan fokus mengejar pertumbuhan bisnis wealth management dari produk reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, dan jual beli surat berharga.

"Strategi kami mendorong pertumbuhannya adalah dengan meningkatkan jumlah investor ritel melalui penawaran produk reksadana dan Surat Berharga Negara (SBN) melalui kanal digital serta fokus pada pengelolaan portofolio sehingga nasabah bisa mendapatkan return yang lebih baik," kata Hery pada Kontan.co.id, Jumat (14/2).

Adapun sepanjang tahun 2019, Bank Mandiri menorehkan dana kelolaan wealth management sebesar Rp 210 triliun atau hanya tumbuh 3,4% dari tahun sebelumnya. Namun, pendapatan komisi atau fee based income (FBI) yang diperoleh dari bisnis ini masih tumbuh dua digit yakni 14,9% YoY.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga merasakan dampak dari pelemahan IHSG terhadap bisnis wealth managementnya. Hanya saja, pengaruhnya tidak signifikan mengingat komposisi dana kelolaan bank berlogo 46 ini pada produk investasi hanya 17,8%.

"Pertumbuhan dana kelolaan nasabah pastinya juga akan mengalami perlambatan sejalan dengan tekanan IHSG tersebut tetapi tidak terlalu signifikan," kata Ahmad Syamsul, Kepala Pengembangan Wealth Management BNI.

Dengan kondisi pasar saham itu, BNI akan fokus untuk mendorong penawaran produk-produk yang tidak bergantung kepada pasar saham seperti banking product dan structured product.

Baca Juga: Tahun ini, Standard Chartered tawarkan pilihan baru produk investasi

Tahun ini, BNI menargetkan dana kelolaan bisnis wealth management tumbuh 10% dibandingkan dana kelolaan tahun 2019. Sedangkan dana kelolaan tahun lalu tercatat sebesar Rp 140 triliun atau tumbuh 9,32% YoY. Guna mencapai target, Samsul bilang pihaknya tetap akan memberikan produk dan layanan terbaik melalui relationship manager sesuai solusi keuangan yang dibutuhkan oleh nasabah BNI.

Sementara Commonweaalth Bank menilai masih terlalu dini untuk menilai apakah penurunan IHSG saat ini akan berdampak signifikan terhadap bisnis wealth management tahun ini. Pasalnya, tekanan pasar saham di awal tahun ini diperkirakan hanya bersifat sementara.

Menurut Ivan Jaya, EVP, Head of Wealth Management & Premier Banking Commonwealth Bank, potensi perbaikan pasar saham masih besar. Pertumbuhan perekonomian Indonesia di kisaran 5,02% tetapi masih memiliki fundamental yang cukup kuat dengan ditopang perbaikan ekspor dan konsumsi rumah tangga yang cukup baik.

Selain itu, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate (BI7-DRRR) di level 5,0% untuk bulan ketiga, cadangan devisa per akhir Desember 2019 naik US$ 2,55 miliar ke level US$ 129,18 miliar, dan inflasi Indonesia tahun 2019 tercatat 2,72% yang merupakan level terendah dalam 10 Terakhir.

"Bahkan, Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service (Moody’s) mengafirmasi peringkat sovereign credit rating Indonesia pada level Baa2/outlook stabil pada 10 Februari lalu dan sebelumnya Fitch Ratings mempertahankan peringkat kredit Indonesia di BBB dengan outlook stabil," tambah Ivan.

Baca Juga: Moody’s sematkan peringkat utang Baa2 untuk Indonesia

Dengan tekanan di pasar saham, Commonwealth akan menawarkan produk wealth managemen sesuai profil resiko nasabahnya. Investor dengan profil resiko moderat sementara ini bisa mengalihkan portofolionya ke instrumen obligasi pemerintah yang lebih aman.

Sementara untuk berprofil resiko lebih agresif, Ivan menilai saat ini merupakan kesempatan untuk mengakumulasi reksadana saham yang berkapitalisasi besar ( big cap ) karena P/E ratio yang cukup murah dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir."Kami juga menyarankan diversifikasi ke reksadana offshore syariah yang tahun lalu cukup baik imbal hasilnya," katanya.

Meskipun kondisi pasar saham masih tertekan, Commonwealth menargetkan dana kelolaan wealth management tahun ini tumbuh 10%. Bank ini menyakini bisa mengejar pertumbuhan tersebut karena memiliki produk investasi yang beragam dan prospek IHSG ke depan dinilai masih akan lebih baik dari tahun lalu.

Tahun lalu, assets under management (AUM) Commonwealth tumbuh sekitar 3%-5% meskipun pasar saham stagnan. Sedangkan dana kelolaan yakni gabungan dari dana pihak ketiga dan AUM bank ini tercatat Rp 30 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×