Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan di awal tahun memberikan optimisme fenomena makan tabungan yang selama ini terjadi. Meskipun, dampaknya tak akan langsung terasa cepat.
Seperti diketahui, rata-rata simpanan rumah tangga terus mengalami tren penurunan di tahun 2024 kemarin. Per November 2024, rata-rata simpanannya senilai Rp 6,48 juta, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 7,16 juta.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengungkapkan bahwa adanya penurunan suku bunga acuan bisa mengurangi fenomena makan tabungan. Meskipun, dia menilai itu akan butuh waktu untuk melihat dampaknya.
Baca Juga: Kinerja Kredit Konsumer Bakal Menggeliat Seiring Turunnya Bunga Acuan
“Setidaknya baru terasa di semester kedua, karena instrumen moneter dampaknya paling tidak enam bulan,” ujarnya, Minggu (19/1)
Ia melihat selama ini untuk rumah tangga segmen menengah ke bawah memang telah terjadi fenomena makan tabungan. Di mana, banyak yang pada akhirnya mengajukan kredit ke pinjaman-pinjaman daring.
David pun menjelaskan bahwa saat ini yang sebenarnya sangat berpengaruh di Indonesia adalah harga komoditas. Jika harga-harga tersebut bisa meningkat tentu akan memberikan efek positif pada likuiditas.
“Nah harga komoditas beberapa memang masih stagnan ya, seperti mineral gitu ya, batubara juga masih turun. Tapi CPO, kopi, coklat itu mulai naik, terutama CPO yang naiknya juga luar biasa,” ujar David.
Di sisi lain, David mengungkapkan bahwa penurunan simpanan rumah tangga juga dipengaruhi oleh berpindahnya dana-dana ke instrumen investasi lain yang menawarkan suku bunga tinggi. Tentu, ini berlaku untuk rumah tangga dengan segmen kelas menengah ke atas.
“kelihatannya masyarakat itu masih wait and see, dan tabungannya beralih ke sana gitu,” tambahnya.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengungkapkan fenomena makan tabungan seringkali mencerminkan kondisi ekonomi makro. Di mana, ada tekanan ekonomi yang membuat rumah tangga lebih banyak menggunakan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, Efdinal bilang fenomena ini juga mencerminkan kenaikan biaya hidup. Dampaknya, kebutuhan rutin meningkat sehingga dana tabungan digunakan lebih cepat.
Oleh karena itu, ia berharap penurunan suku bunga bisa berdampak positif untuk mengurangi fenomena tersebut. Sebab, itu akan memantik adanya penurunan suku bunga kredit dan dapat mendorong konsumsi dan investasi yang pada akhirnya meningkatkan perekonomian, sehingga mendorong tabungan kembali tumbuh.
“Namun jika bunga tabungan juga menurun, nasabah bisa lebih terdorong untuk mengalihkan dana ke instrumen dengan imbal hasil lebih tinggi,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur SME dan Retail Funding BTN Muhammad Iqbal mengungkapkan tahun 2024 merupakan tahun yang cukup menantang. Menurutnya, itu terlihat pada beberapa indikator yang menunjukkan tren perlambatan seperti Pertumbuhan PDB Nasional yang cenderung melambat dan konsumsi rumah tangga yang stagnan.
Tak hanya itu, hal tersebut juga terlihat dari penurunan rata-rata tabungan masyarakat dengan saldo di bawah Rp100 juta di BTN. Penurunannya pun cukup signifikan dari Rp 3 Juta pada Januari 2019 menjadi Rp 1,8 Juta per November 2024.
Namun, ia melihat ada potensi itu akan kembali naik dengan adanya penurunan suku bunga serta pemberian insentif dan kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah seperti Makan Siang Gratis, Program 3 Juta Rumah.
“Itu akan mendorong peningkatan bagi sektor-sektor prioritas, sehingga PDB diproyeksikan akan mampu meningkat dan akan meningkatkan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Sedikit berbeda, SVP Retail Deposit Product and Solution Bank Mandiri, Evi Dempowati mengungkapkan DPK ritel di bank berlogo pita emas ini masih terpantau naik. Per November 2024, untuk segmen retail, balance DPK per rekening juga tumbuh lebih dari 8% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Ia bilang pertumbuhan ini sejalan dengan strategi Bank Mandiri untuk mengoptimalkan dana murah dan fokus pada pemanfaatan serta peningkatan layanan digital multi channel.
Baca Juga: Laju Pembiayaan Melambat Gara-Gara Pajak
Selanjutnya: Menang di WTO, Indonesia Masih Punya PR Pastikan Kedaulatan Sawit di Pasar Global
Menarik Dibaca: Perbanyak Fitur, Pengguna Super Apps BRImo Tembus 38,61 juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News