Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Minat perbankan terhadap Surat Utang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) terus merangkak naik, meski permintaan kredit masih lesu dan BI telah menurunkan posisi instrumen tersebut demi melonggarkan likuiditas rupiah.
Data Bank Indonesia menunjukkan posisi SRBI menurun secara year-to-date dari Rp 916,97 triliun menjadi Rp 699,30 triliun per 17 November 2025. Namun kepemilikan bank justru meningkat konsisten sejak Juli 2025.
Pada Juni, porsi bank masih 66,86% dari total SRBI beredar sebesar Rp 523,49 triliun. Angkanya naik menjadi 74,21% pada Juli, 78,74% pada Agustus, 82,85% pada September, dan kembali meningkat menjadi 85,28% pada Oktober 2025.
Baca Juga: Kredit Investasi Masih Jadi Penopang di Tengah Melambatnya Pertumbuhan Kredit
Advisor Banking & Finance Development Center, Moch Amin Nurdin, menjelaskan tren tersebut terjadi karena pertumbuhan kredit belum pulih sementara likuiditas bank relatif berlebih.
“Idle fund yang mereka miliki ditaruh di SRBI. Risikonya kecil, keuntungannya lumayan. Paling tidak bank bisa berbagi risiko di sana,” ujar Amin kepada Kontan, Minggu (23/11).
Menurut Amin, pengajuan kredit korporasi masih tertahan lantaran pelaku usaha memilih bersikap wait and see terhadap kondisi makro. Meski suku bunga yang menurun bisa menekan perolehan dana pihak ketiga (DPK), SRBI tetap menjadi opsi menarik karena likuiditasnya longgar.
Dari sisi perbankan, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menegaskan penempatan dana di surat berharga merupakan bagian dari strategi manajemen likuiditas.
Baca Juga: Terbuka Peluang Bagi Perbankan Revisi Target di Tengah Perlambatan Penyaluran Kredit
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyebut BCA selalu menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dan ekspansi kredit yang sehat. Per Oktober 2025, BCA menggenggam surat berharga senilai Rp 431,76 triliun atau 28,81% dari total aset.
Hera menyampaikan bahwa obligasi pemerintah menjadi instrumen surat utang yang paling banyak dimiliki BCA, disusul SRBI dan instrumen lainnya. Ia memastikan BCA mengelola likuiditas secara pruden serta berhati-hati dalam manajemen risiko.
Berbeda dengan BCA, PT Bank KB Indonesia Tbk (KB Bank) memilih tidak menempatkan dana di SRBI. Head of Corporate Relations KB Bank, Adi Pribadi, menilai imbal hasil SRBI kurang kompetitif dibandingkan instrumen likuiditas lain.
“Portofolio yang lebih fleksibel dan sesuai profil risiko bank akan memberikan nilai yang lebih optimal,” kata Adi.
Adi menambahkan, bank saat ini lebih berhati-hati dalam menempatkan likuiditas, terutama pada instrumen tenor pendek yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Baca Juga: Penyaluran Kredit UMKM Bank Melambat Hanya Tumbuh 0,23% di September 2025
Hingga September 2025, KB Bank tercatat memiliki surat berharga senilai Rp 17,72 triliun. Meski begitu, ia mengakui repo SRBI tetap bisa menjadi opsi bagi bank untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek.
Tren meningkatnya minat bank terhadap SRBI menunjukkan strategi perbankan yang adaptif di tengah lambatnya permintaan kredit, sembari tetap menjaga stabilitas likuiditas dan profil risiko masing-masing.
Selanjutnya: Promo Sociolla Payday 25 November-3 Desember, Cushion-Sunscreen Diskon sampai 70%
Menarik Dibaca: Promo Sociolla Payday 25 November-3 Desember, Cushion-Sunscreen Diskon sampai 70%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













